Imam Mukhlis

Economic & Development Study,Economic Faculty, Malang State University

Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank

Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
SKS : 3
Dosen : Dr. Imam Mukhlis, SE, MSi

Deskripsi :
Pokok bahasan dalam mata kuliah ini berkenaan dengan peran, perkembangan dan mekanisme operasional Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dalam perekonomian. Institusi keuangan tersebut merupakan penguatan berjalannya roda perekonomian yang membutuhkan pelicin dalam bentuk uang guna menggerakkan motor ekonomi yang ada.  Dalam hal ini mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank menjelaskan interaksi yang terjadi dalam institusi keuangan dalam perekonomian. Dalam perspektif teoretis, kelembagaan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank memberikan banyak informasi mengenai berbagai ragam jenis lembaga keuangan bukan bank yang beroperasi dalam perekonomian.

 Kompetensi inti :

Kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari mata kuliah ini adalah :

  • Mampu memahami berbagai aspek dalam kelembagaan di sektor keuangan
  • Mampu mengidentifikasi lembaga-lembaga keuangan bukan bank dalam perekonomian
  • Memahami peran bank dan lembaga keuangan bukan bank dalam perekonomian
  • Memahami interaksi yang terjadi diantara lembaga-lembaga keuangan
  • Mampu memahami kegiatan operasional lembaga keuangan bank dan bukan bank dalam perekonomian

 Kompetensi tambahan :

  • Mampu menjelaskan fenomena aktual dalam bidang moneter, keuangan dan perbankan
  • Mampu memberikan analisis kritis terhadap keterkaitan lembaga keuangan bank dan bukan bank dalam pembangunan ekonomi

Materi :

  • Peran lembaga keuangan dalam perekonomian
  • Financial deepening
  • Financial inclussion
  • Kelambagaan bank dalam perekonomian
  • Bank Syariah, BPR dan Bank Konvensional
  • Perusahaan Reksadana
  • Lembaga asuransi
  • Perusahaan Pegadaian
  • Perusahaan Leasing

 Buku Kepustakaan :

  1. McKinnon, Ronald. 1973. Money and Capital in Economic Development. Washington, D.C: The Brooking institution
  2. Shaw, E. 1973. Financial Deepening in Economic Development,. Oxford: Oxford University Press.
  3. Sanders, Anthony, 2000.Financial Institutions Management : A Modern Perspective, Irwin Mc Graw Hill, Boston
  4. http://www.bi.go.id
  5. http://www.adb.or.id
  6. Frederic Mishkin, 1995.The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, Fourth edition, Harper Collins, New York

Metode Pebelajaran :

  • Ceramah, Diskusi, Observasi lapang
  • Pembelajaran berbasis aktivitas : think pair share, jigsaw
  • Pembelajaran berbasis Tehnologi Informasi dan Komunikasi

 Penilaian

  • Kehadiran : 10%
  • Partisipasi Kelas : 10%
  • Tugas Individu : 10%
  • Ujian Tengah Semester : 30%
  • Ujian Akhir Semester : 40%

SILABUS

Pertemuan

                            Materi              

Kegiatan Mahasiswa

Sumber Referensi

I Pendahuluan : SAP-SILABUS, current issues Ceramah, Diskusi, tanya jawab SAP-SILABUS
II Peran lembaga keuangan dalam perekonomian : Intermediary function Ceramah, diskusi tanya jawab 1, Bab 16, Bab 2
III Financial deepening : pengertian, indikator Ceramah, diskusi tanya jawab 2, Bab 26, Bab 10
IV Perkembangan financial deepening di berbagai negara  TIK http://www.bi.go.id,  http://www.adb.or.id
V Financial inclussion : pengertian, indikator Ceramah, diskusi, jigsaw 1, Bab 32, Bab 4
VI Perkembangan financial inclussion di berbagai negara Ceramah, diskusi, Think Pair Share http://www.bi.go.id,
http://www.adb.or.id
VII Kelembagaan bank dalam perekonomian Jigsaw, 3, Bab 5
VIIII Analisis kinerja perbankan http://www.bi.go.id,
3, Bab 1
X UTS Subjective test Soal UTS
XI Berbagai jenis perbankan : Bank syariah, BPR, Bank Konvensional Ceramah, diskusi, observasi lapang 3, Bab 16, Bab 1
XII Perusahaan Reksadana Ceramah, diskusi tanya jawab 6, Bab 143, Bab 4
XIII Perusahaan asuransi : pengertian, operasionalisasi, dampak terhadap perekonomian Ceramah, diskusi tanya jawab 3, Bab 26, Bab 14
XIV Perusahaan pegadaian: pengertian, operasionalisasi, dampak terhadap perekonomian Diskusi, Jigsaw 3, Bab 6
XV Perusahaan Leasing : pengertian, operasionalisasi, dampak terhadap perekonomian Ceramah, diskusi tanya jawab, Observasi 3, Bab 5
XVI Evaluasi Materi Diskusi Materi

Single Post Navigation

152 thoughts on “Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank

  1. untuk masing-masing kelompok 2 orang untuk tatap muka ke 4
    1.berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    2Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya,..
    selamat berpikit dan mengerjakan (mam)

    • Gayatri D.K on said:

      Gayatri Dyah Kartika 110432426544
      Septi Dwi wahyuningrum 110432426546
      Offering L/ S1 Ekonomi Studi Pembangunan

      Perkembangan financial inclusion di Indonesia masih tergolong rendah, sebab masyarakat yang bertempat tinggal di pelosok belum mengenal adanya suatu bank. Selain itu keberadaannya lembaga keuangan hanya berpusat pada daerah yang sudah berkembang dan infrastruktur untuk masuk pada daerah terpencil kurang memadai. Keberadaan lembaga keuangan pada daerah terpencil ini hanya membuat masyarakat bingung karena pemikiran masyarakat belum mengerti dengan adanya lembaga keuangan. Selain itu jika ingin bergabung dalam lembaga keuangan, masyarakat selalu dikenai biaya yang banyak.

      Indikator dalam financial inclusion adalah Kebijakan penguatan stabilitas moneter; Kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan; Kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan; Penguatan kebijakan makroprudential; Penguatan fungsi pengawasan.

      Faktor yang menyebabkan Financial Inclusion rendah di Indonesia adalah lemahnya edukasi dan askes jaringan perbankan yang terhambat ; bank cenderung memilih daerah yang sudah berkembang untuk menambah akses layanan lembaga keuangan; kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas; mahalnya biaya yang dikenakan untuk akses kepada perbankan; selain itu, juga disebabkan dengan kondisi ekonomi masyarakat kelas bawah sangat terbatas dan tidak mendapatkan benefit ekonomi jika menyimpan uangnya di bank.

      Upaya untuk meningkatkan Financial Inclusion di Indonesia adalah dengan mengkhususkan daerah terpencil dalam penyaluran dana; meningkatkan pembiayaan mikro; infrastruktur ke daerah terpencil lebih diutamakan untuk sarana lembaga keuangan; pemberian pengetahuan tentang financial inclusion; biaya administrasi lebih diminimalisir.

      • mbak gayatri and septi..tologn lihat lagi pokok permasalahannya..jawaban anda kurang fokus dan indikator financial inclussionnya kurang tepat…please you repair your answer again (mam).

    • Lukman Akbar (110432426577)
      Rachman Hidayat (1104324265

      off MM/S1 Ekonomi dan Study Pembangunan
      Rabu jam ke 1-3

      Financial inclusion menurut kami merupakan suatu cara yang diberikan untuk memudahkan masyarakat dalam pengaksesan keuangan atau outreach financial services (jangkauan layanan keuangan). Finansial Inclusion bisa dikatakan dapat mengangkat tinggi ekonomi kerakyatan terlebih bagi masyarakat yang miskin. Saat ini memang keberadaan dari financial inclusion sangat rendah di daerah pedalaman. Maka dari itu untuk membangun struktur perbangkan nasional yang kuat, serta penyedia akses layanan keuangan bagi mayarakat umum yang belum terjangkau bank umum memang diperlukan teknik atau cara proaktif dan inovatif dalam menghilangkan kesulitan yang terjadi di masyarakat yang belum terjangkau bank umum agar dapat tersentuh.
      Permasalahan-permasalahan dalam Finansial Inclusion dalam pelaksaannya juga cukup menghambat dalam pelaksanaannya. Misalnya, sampai saat ini ada sebagian bank umum yang kesulitan dalam menerapkan Finansial Inclusion untuk masyarakat kelas bawah dan karena profit oriented. Faktor lainnya juga adalah Financial literacy dimana kurangnya kesadaran masyarakat akan keberadaan lembaga keuangan disekitarnya, serta kurangnya sosialisasi tentang Finansial Inclusion dalam masyarakat pedalaman oleh lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang terkait. Selain itu juga masih ada masyarakat yang berpendapatan rendah sehingga banyak yang berpikiran untuk tidak menyentuh lembaga keuangan karena uang baginya hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari.
      Indikator dalam Finansial Inclusion adalah seberapa besar kemauan Lembaga keuangan dalam menciptakan Finansial Inclusion yang dapat menyentuh masayrakat kelas bawah. Adanya keseimbangan kondisi atau/dan pelaksanaan dari adanya Finansial Inclusion dengan objek yang dituju.

    • wahyuika.rialubis on said:

      Riamawati Lubis 110432426559
      Wahyu Ika Kusuma Ningrum 110432426589
      Offering MM/ S1 Ekonomi dan Study Pembangunan

      Menurut kami, financial inclusion merupakan kemudahan dalam mengakses lembaga – lembaga keungan. yang disertai dengan sertai biaya administrasi lebih murah. Problem daripada financial inclusion ialah kurang adanya financial literasi yang baik, pendidikan, dan sosialisasi. Adapun pokok – pokok dalam pikiran financial inclusion, dan permasalahannya, serta indikator – indikatornya dapat dijelaskan sebagai berikut:
      1. Keberadaan BPR dalam hal ini juga merupakan sebagai salah satu wadah yang fungsinya sebagai penyuplai atau pensupport masyrakat daerah khususnya dengan bentuk berupa dana atau modal sehingga akses layanan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan finansial masyarakat tersebut menjadi lebih mudah . BPR dapat lebih menjangkau masyarakat daerah yang belum tentu dapat dijangkau oleh bank umum ,hal ini pula yang merupakan salah satu peranan financial inclusion pada BPR bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Selain itu pula BPR juga menyediakan layanan-layanan jasa yang belum tentu di miliki oleh bank lain pada umummya, seperti macam-macam tabungan ringan (tabungan ringan,tabungan arisan ) yang variatif. Dengan adanya BPR juga dapat menambah wawasan masyarakat tentang dunia perbankan (financial literacy) agar semakin lebih baik. Dan apabila di Indonesia lembaga keuangan seperti BPR semakin berkembang maka perkembangan ekonomi di Indonesia akan lebih maju.
      2. Kendalanya ada pada kemampuan sumber daya manusia ( SDM ) untuk mengelola BPR sebab BPR merupakan lembaga keuangan berupa kredit kepada khalayak luas yang membutuhkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang mengelola lembaga tersebut,oleh karena itu pendampingan dan penyuluhan tentang perbankan khususnya BPR diperlukan. Hal ini dapat membantu bertambahnya SDM yang diperlukan dalam mengelola BPR. Namun untuk menggelar even seperti itu harus membutuhkan dana operasi yang lebih sehingga terkadang hal itu bisa menjadi kendala. Tidak hanya dana saja yang dibutuhkan, tetapi juga dukungan yang kuat dari BPR untuk meningkatkan financial inclusion menjadi lebih berkembang dengan baik dan lebih mudah untuk diterima oleh masyarakat.
      3. – Keberadaan BPR lebih mudah dijangkau untuk masyarakat daerah dibandingkan dengan bank umum.
      – Sistem administrasi yang tidak rumit sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.
      – Biaya – biaya dalam administrasi di BPR lebih murah.

    • dicky adi prastya on said:

      Dicky Adi Prastya (110432401847)
      off k/ S1 Ekonomi pembangunan

      Tugas pertemuan ke 3 tanggal 11 September 2012 Offering K

      Inklusi keuangan menurut kami Rendah, Karena belum ada pemahaman yang baik tentang Financial Inclusion kepada masyarakat dan sebagian masyarakat sehingga pendapatan perkapitanya rendah

      Peranan Lembaga Keuangan :
      a. Mengangkat tinggi ekonomi kerakyatan
      b. Meningkatkan jangkauan keuangan terhadap masyarakat, umumnya masayrakat menengah ke bawah yang berada di daerah – daerah rural.
      c. Menjalankan fungsi intermediasi lembaga keuangan (bank)
      d. Membuka penghambat implementasi financial inclussion
      e. Membentuk LPM (Lembaga pengabdian Masyarakat) salah satunya memberikan akses keuangan untuk wirausaha produktif

      Permasalahan yang dihadapi dalam Financial Inclussion adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi dan peranan lembaga keuangan yang disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari lembaga keuangan itu sendiri. Sedangkan permasalahan yang timbul dari lembaga keuangan itu sendiri ialah bank belum dapat menjangkau kalangan-kalangan bawah dan pelosok. Selain itu, untuk BPR, meskipun menjangkau kalangan masyarakat bawah dan pelosok, BPR masih sering kali menerapkan suku bunga yang tinggi dalam menyalurkan dana.

    • wahyuika.rialubis on said:

      Riamawati Lubis 110432426559
      Wahyu Ika Kusuma Ningrum 110432426589
      Offering MM/ S1 Ekonomi dan Study Pembangunan
      Hari Rabu Jam ke 1-3. Tgl 19 September 2012
      pertemuan tatap muka ke 4

      1.berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
      2Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
      3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya,..
      selamat berpikit dan mengerjakan (mam)
      Sekitar kurang lebih 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia, di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan.Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. Hal ini menandakan bahwa animo masyarakat untuk memiliki rekening kurang begitu besar,terbukti masih kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia yang notabene masih sama negara berkembang. Berdasarkan laporan Lembaga Penjamin Simpanan hingga Desember 2011 total simpanan masyarakat di 120 perbankan nasional sebesar Rp 2.787 triliun, dengan komposisi kepemilikan dana sebesar 56,4 persen di rekening perorangan atau sektor rumah tangga.
      Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.
      Di antara perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), posisi Indonesia boleh dikatakan yang terendah ditinjau dari dua aspek. Pertama, aspek rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebesar 36,41%. Kedua, aspek rasio kredit diberikan terhadap PDB yang sebesar 27,49%.
      Perkembangan financial inclussion di beberapa negara ASEAN telah mengalami kemajuan yang sangat pesat seperti pada thailand dan malaysia yang persentase financial inclussionnya di atas 80% bahkan malaysia 100% untuk PDB. Namun, disamping itu masih ada negara-negara ASEAN lainnya yang belum mampu mencapai persentase tersebut seperti Indonesia ,Kamboja,Vietnam ,dll.Namun implementasi ASEAN Framework on EED (AFEED) mencatat perkembangan yang cukup baik, ditandai dengan pelaksanaan Konferensi ASEAN Pertama mengenai Financial Inclusion yang telah diadakan pada 27-28 Juni 2012 di Jakarta, Indonesia. Konferensi financial inclusion akan membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui upaya pemberdayaan UKM. Para Menteri juga sepakat agar Senior Economic Officials Meeting (SEOM) dapat segera merampungkan program kerja pelaksanaan AFEED.

      • how about our country…explained that (mam)

      • wahyuika.rialubis on said:

        Bapak, ini penyempurnaan jawaban untuk pertanyaan tambahan yg bapak berikan untuk tugas minggu ke 4…
        Question : how about our country…explained that.
        Answer :Perkembangan financial inclusion di Indonesia belum terlalu tinggi,sebab masih kalah cukup jauh dengan negara-negara tetangga . Perkembangan financial inclussion di Indonesia sendiri sekitar kurang lebih 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia yang sudah hampir 80% masyarakatnya bisa menikmati layanan jasa keuangan. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. Hal ini menandakan bahwa animo masyarakat untuk memiliki rekening kurang begitu besar,terbukti masih kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia yang notabene masih sama negara berkembang. Namun pemerintah sudah mulai menggalakkan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan financial inclusion seperti penyediaan fasilitas intermediasi untuk menjembatani kelompok masyarakat unbanked dan perbankan kemudian diterapkannya edukasi keuangan pula.

      • wahyuika.rialubis on said:

        maaf pak kurang pengetikannya “perkembangan” yg baris pertama bukan “erkembangan”.

  2. Nizwatul Azizah 110432401845
    Silviana Noerita 110432406743
    Offering K/ S1 Ekonomi Studi Pembangunan

    Tugas pertemuan ke 3 tanggal 11 September 2012 Offering K

    Inklusi Keuangan di Indonesia, menurut kami masih tergolong rendah, dapat dilihat dari jumlah lembaga keungan yang ada di Indonesia. Namun, dalam artikel, BPR mampu mendongkrak naiknya inklusi keuangan di Indonesia karena BPR mampu menjangkau masyarakat di daerah pelosok yang belum dapat dijangkau oleh bank umum.

    Peran lembaga keuangan : menjalankan fungsi intermediasi antara pihak yang kelebihan dana dan yang kekurangan dana, mempermudah akses masyarakat untuk melakukan kegiatan perekonomian, serta menjadi sarana penghubung antara masyarakat agar dapat lebih dekat dengan kegiatan perekonomian.

    Permasalahan yang dihadapai adalah lembaaga keuangan seperti bank umum masih kesulitan untuk menyediakan layanan untuk masyarakat di daerah pelosok, dan kegiatan perekonomian hanya akan bersentral di perkotaan, kurangnya sosialisaso lembaga keuangan kepada masyarakat, serta minimnya pengetahuan masyarakat terhadap bank, untuk BPR masih menerapkan suku bunga yang tinggi hingga memberatkan nasabah.

  3. Firdha Choirun Nisa on said:

    Firdha Choirun NIsa (110432401849)
    Dian Lestari (110432402844)
    Off K / S1 Ekonomi Studi Pembangunan

    Tugas pertemuan ke 3 tanggal 11 September 2012 Offering K

    Financial Inclusion di Indonesia menurut kami masih rendah, karena : Kesulitan lembaga keuangan dalam menyediakan akses keuangan untuk masyarakat, masyarakat menganggap penerapan suku bunga mencekik dalam menyalurkan kreditnya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan rendah.

    Peran lembaga keuangan terhadap Financial Inclusion : Sebagai pelicin dalam menjalankan motor ekonomi yang ada, untuk menghilangakan hambatan yang terjadi di masyarakat umum yang belum terjangkau lembaga keuangan agar dapat disentuh, penyediaan jasa tabungan oleh lembaga keuangan, penyediaan jasa pengkreditan bagi wirausaha produktif.

    Permasalahan yang dihadapi di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap tata cara atau teknik perbankan, masih sedikitnya layanan lembaga keuangan di daerah-daerah terpencil / pelosok, minat masyarakat terhadap lembaga keuangan masih rendah.

  4. Diah Rosita 110432401850
    So’imatul Lailiah 110432406725
    Offering K / S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

    Tugas Pertemuan ke-3 / 11 September 2012

    Financial Inclussion merupakan upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap jasa keuangan. kelompok kami menilai bahwasannya akses keuangan untuk masyarakat kelas bawah masih rendah. hal ini berdasarkan indikator jumlah banyaknya kantor-kantor perbankan maupun non perbankan yang tersedia di daerah-daerah. untuk jasa perbankan sendiri, kota merupakan wilayah dengan akses perbankan termudah. kita dapat menjumpai banyak kantor perbankan( kantor pusat, kantor Cabang). sedang untuk wilayah-wilayah pedesaan, terdapat kantor kas dari beberapa perbankan dengan jumlah yang sedikit. selain itu kita dapat melihatnya dari banyaknya UMKM yang didanai perbankan. sekitar 83,08% atau 43.835.259* unit UMKM yang belum mendapat kucuran dana perbankan. pada dasarnya UMKM merupakan pilar penting dalam pemerataan pendapatan, karena UMKM dapat menurunkan pengangguran dan mengurangi kemiskinan. (99,91 % pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM. Darmin:2012).

    Peran lembaga keuangan di Indonesia saat ini mulai bergerak aktif menyongsong financial inclusion. selain peran intermediasi perbankan dalam menyalurkan modal dari masyarakat yang kelebihan modal ke masyarakat yang membutuhkan tambahan modal. Diluncurkannya program-program baru seperti National Strategy Financial Inclusion (NSFI BI), kebijakan penguatan stabilitasi moneter, kemudahan mengajukan kredit pinjaman usaha, dan beberapa kemudahan untuk menjangkau jasa keuangan bagi masyarakat kelas bawah.

    Permasalahan yang dihadapi untuk menunjang Financial Inclussion di indonesia bisa diawali dari sektor perbankan. dimana perbankan menjadi jasa keuangan yang paling berpengaruh dalam menentukan intermediasi finansial. seperti peningkatan fasilitas intermediasi , kurangnya edukasi keuangan dari pihak bank, minimnya ekspansi kredit perbankan, BPR lebih mudah menjangkau daerah-daerah rural dibanding bank umum, namun BPR menerapkan suku bunga tinggi yang memberatkan. Bank umum susah menjangkau daerah rural karena profit oriented marginnya lebih besar dari pada BPR.

    *Infobank/ No.402 September 2012

  5. Didin Elok Parastiti 110432406735 on said:

    1. Menurut kami perkembangan Financial Inclusion di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari masih sedikitnya masyarakat yang menggunakan jasa bank dan lembaga keuangan bukan bank dan minimnya lembaga keuangan yang ada di daerah-daerah terpencil. Seharusnya pemerintah meningkatkan jangkauan lembaga keuangan untuk masyarakat menengah kebawah agar komponen masyarakat dapat ikut serta dalam kegiatan ekonomi.
    2. Peran lembaga keuangan terhadap Financial Inclusion di Indonesia adalah sangat penting. Lembaga keuangan merupakan penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat. Memudahkan masyarakat untuk ikut berperan dalam kegiatan ekonomi, sehingga dapat mendukung stabiltas keuangan dan pertumbuhan ekonomi.
    3. Permasalahn yang dihadapi adalah kurangnya pengetahuan tentang informasi lembaga-lembaga keuangan dan minimnya perdapatan per kapita, masih terbatasnya jangkaun layanan keuangan, kurangnya kesadaran masyarakat dalam keterlibatan penggunaan layanan lembaga keuangan, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan yang ada.

  6. Didin Elok Parastiti 110432406735
    Ratna Ayu Kusumawati 110432426510
    Offering K / S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

    Tugas Pertemuan ke-3 / 11 September 2012

    1. Menurut kami perkembangan Financial Inclusion di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari masih sedikitnya masyarakat yang menggunakan jasa bank dan lembaga keuangan bukan bank dan minimnya lembaga keuangan yang ada di daerah-daerah terpencil. Seharusnya pemerintah meningkatkan jangkauan lembaga keuangan untuk masyarakat menengah kebawah agar komponen masyarakat dapat ikut serta dalam kegiatan ekonomi.
    2. Peran lembaga keuangan terhadap Financial Inclusion di Indonesia adalah sangat penting. Lembaga keuangan merupakan penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat. Memudahkan masyarakat untuk ikut berperan dalam kegiatan ekonomi, sehingga dapat mendukung stabiltas keuangan dan pertumbuhan ekonomi.
    3. Permasalahn yang dihadapi adalah kurangnya pengetahuan tentang informasi lembaga-lembaga keuangan dan minimnya perdapatan per kapita, masih terbatasnya jangkaun layanan keuangan, kurangnya kesadaran masyarakat dalam keterlibatan penggunaan layanan lembaga keuangan, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan yang ada.

    • Chusnul Chotimah 110432406730
      Devinta Nur A 110432401842
      Yossy F. Valentina 309432418420

      Offering K / S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

      Tugas Pertemuan ke-3 / 11 September 2012

      Inklusi Keungan merupakan kegiatan yang berguna untuk membuka akses seluas-luasnya dalam upaya meningkatkan keungan masyarakat Indonesia sekaligus meningkatkan kontribusi lembaga keuangan atau perbankan dalam pembangunan ekonomi nasional melalui fungsi intermediasi (fungsi perantara). Menurut kelompok kami, di Indonesia sendiri Inklusi Keungannya masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya kesadaran masyarakat untuk membangun sebuah usaha tertentu. Masyarakat kebanyakan menganggap bahwa sulit untuk mendapatkan modal dari pihak bank karena banyak prosedur yang harus dipatuhi, selain itu mereka takut jika kesulitan dalam mengembalikan dana yang dipinjam dari pihak bank. Kurangnya kesadaran masyarakat tersebut diakibatkan karena rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bantuan permodalan untuk UMKM.

      Inklusi Keungan berperan untuk membuka akses seluas-luasnya dalam upaya meningkatkan keungan masyarakat Indonesia sekaligus meningkatkan kontribusi lembaga keuangan atau perbankan dalam pembangunan ekonomi nasional melalui fungsi intermediasi (fungsi perantara). Dalam hal ini peran dan kontribusi nyata lembaga keungan dalam pelaksanaan program Inklusi Keuangan yaitu pertama, menjadi motor penggerak kegiatan financial inclusion, misalnya melalui program sosialisasi dan pembelajaran masyarakat terhadap layanan perbankan. Kedua, melakukan kerjasama antarbank dan antarlembaga keuangan mikro dengan lembaga non keuangan (termasuk asosiasi dan komunitas) dalam rangka pemberdayaan masyarakat agar dapat berhubungan dengan lembaga keuangan.

      Permasalahan yang dihadapi Inklusi Keuangan di Indonesia, yaitu:
      Dari sudut pandang masyarakat: kurangnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan jasa lembaga keungan untuk mendirikan sebuah usaha, Kurangnya pengetahuan tentang program-program lembaga keuangan yang ditawarkan akibat dari kurangnya sosialisasi dari lembaga keuangan tersebut, Ketakutan masyarakat terhadap prosedur dari lembaga keuangan yang rumit dan menggunakan cicilan bunga yang tinggi.
      Dari sudut pandang lembaga keuangan: Tidak adanya data yang akurat untuk melihat keungan yang sudah diberikan oleh lembaga keuangan kepada peminjam modal(pelaku usaha), faktor legalitas usaha, kesulitan lembaga keuangan dalam mengakses keuangan hingga ke daerah-daerah terpencil.

      • Savela Anggraeni 110432426515
        Puspita Yogatama 110432426542
        Offering : L / S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan

        Definisi dari financial inclusion sendiri adalah kemampuan individu untuk mengakses produk dan jasa keuangan . Financial inclusion di Indonesia masih sangat rendah terutama didaerah pelosok hal tersebut dapat kita lihat dari minimnya masyarakat yang menjadi nasabahnya ,tidak hanya itu saja masyarakat sendiri juga belum mengerti betul jasa-jasa yang ditawarkan baik jasa dari lembaga bank maupun lembaga non bank . Hal tersebut dikarenakan karena kurangnya sosialisasi dari pihak lembaga keuangan baik lembaga keuangan bank dan lembaga yang bukan bank sehingga masyarakat belum paham betul mengenai produk,sistem dan kinerjanya . Selain itu minimnya layanan (kantor kas ) dipelosok-pelosok juga mempersulit masyarakat .Kantor kas kebanyakan hanya ada di kota-kota besar sehingga masyarakat enggan untuk menbung karena jauhnya tempat . Sedangkan untuk lembaga Keuangan seperti halnya BPR masih kurang diminati karena sistemnya yang menjerat.Memang benar BPR menawarkan pinjaman dana akan tetapi suku bunganya tinggi sehingga memberatkan masyarakat .

    • yap..and…masalah sosialisasi and pendidikan masih perlu ditigkatkan kayaknya…(*mam)

  7. Nama Kelompok : Agrifina Widya S. (110432406734)
    Murni (110432406726)
    OFF/Jurusan : K / Ekonomi Pembangunan
    Tugas Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
    Hari/tanggal : Selasa, 11 September 2012 (Pertemuan ke 3)
    Analisis BPR-Finanacial Inclusion
    1. Bagaimana gambaran Financial Inclusion di Indonesia ?
    Keadaan financial inclusion di Indonesia sangat rendah, karena:
    a) Financial Literacy nya masih rendah,
    b) Pendapatan masyarakat yang rendah,
    c) Lembaga keuangan yang sedikit,
    d) Kemauan masyarakat yang ingin menabung masih sedikit.
    Namun dengan adanya keterlibatan BPR dalam financial inclusion, financial inclusion di Indonesia mulai meningkat. Hal ini disebabkan karena :
    1. BPR lebih dekat dengan rakyat (masyarakat menengah kebawah)
    2. BPR juga menyediakan layanan jasa, tabungan harian, tabungan hari raya, tabungan arisan dan produk lainnya yang mudah diakses masyarakat.
    3. Orientasi laba yang diambil BPR hanya 2% sedangkan bank umum 6%. Sehingga BPR lebih muda untuk menarik perhatian masyarakat agar kredit atau melakukan layanan jasa lainnya di BPR
    4. BPR membiayai sektor usaha kecil dan menengah
    5. Keberadaan BPR juga telah membuat masyarakat financial literacy nya menjadi lebih baik.
    Dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan BPR kepada masyarakat, maka BPR memiliki peranan penting untuk memperbaiki Financial Inclusion di Indonesia yang saatini masih rendah karena kurangnya Financial Literacy.

    2. Bagaimana peran Lembaga Keuangan di Indonesia ?
    Peran lembaga keuangan di Indonesia sangat penting, terutama lembaga keuangan bank. Bank berperan 60-70% dalam perekonomian Indonesia. Namun pada kenyataannya rumah tangga yang memiliki rekening hanya 48%, sehingga sangat rendah financial inclusion dinegara Indonesia ini. Peran bank dalam meningkatkan financial inclusion masih kurang. Namun dengan adanya keterlibatan BPR dalam financial inclusion bisa mengnagkat tinggi ekonomi kerakyatan. BPR berperan menyediakn layanan-layanan jasa, tabungan harian, tabungan hari raya, tabungan arisan dan kemudahan dalm penyedian layanan kredit.

    3. Apa saja permasalahan Financial Inclusion dinegara Indonesia ?
    Permasalahan mengenai mengapa Financial Inclusion di negara kita ini sangat rendah? Berikut penyebabnya :
    1. Financial Literacy (pengetahuan tentang lembaga keuangan) nya masih rendah,
    2. Pendapatan masyarakat yang rendah,
    3. Lembaga keuangan yang sedikit,
    4. Kemauan masyarakat yang ingin menabung masih sedikit.

  8. lailatul maghfiroh on said:

    Lailatul Maghfiroh (110432426550)
    Muftiratul Jannah (110432426530)
    Off L/S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Tugas pertemuan ke-3/ kamis, 13 September 2012

    FINANCIAL INCLUSION
    1. Bagaimana perkembangan financial inclusion di Indonesia?
    Saat ini financial inclusion di Indonesia sedikit meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya, peningkatan financial inclusion ini dapat dicapai melalui pembiayaan mikro kepada masyarakat kelas bawah. Namun tingkat financial inclusion di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara anggota G-20 yang lainnya. Banyak faktor yang menjadi penghambat perkembangan financial inclusion di Indonesia terutama faktor kemiskinan masyarakatnya.

    2. Indikator-indikator dalam financial inclusion di Indonesia?
    Indikator-indikator financial inclusion diantaranya dapat dilihat dari penghimpunan dana dan pengalokasian dana.
    Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2011 dapat diketahui tingakt pijaman rumah tangga di Indonesia, sekitar 19,58% rumah tangga memiliki akses terhadap pinjaman bank dan sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman ke bank. Sedangakn jika dari segi simpanan, data Lembaga Penjamin Simpanan(LPS) diketahui hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di bank, sehingga penetrasi penyimpanan di bank hanya sekitar 26% dari total populasi Indonesia.

    3. Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia?
    Banyak faktor yang menyebabkan rendaknya financial inclusion di Indonesia diantaranya adalah:
    a. Lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang disebabkan oleh perbedaan geografi masing-masing wilayah di Indonesai menjadi penghambat penetrasi pasar perbankan.
    b. Paradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade dan bukan menganut paradigma banks leading the development
    c. Tingkat kemiskinan yang masih tinggi. Seperti disebutkan Bank Dunia yang dikategorikan orang miskin adalah orang yang pengeluarannya dibawah US$2 perhari sehingga jumlah kemiskinan di Indonesia mencapai 98 juta orang atau sekitar 41% dari populasi 240 jiwa.
    d. Mahalnya biaya-biaya yang dikenakan di perbankan seperti biaya transaksi untuk meminjam, menabung, dll.
    e. Kurangnya sosialisasi oleh lembaga keuangan sehingga tingkat financial literacy masih sangat rendah.
    f. Produk yang ditawarkan bank tidak cocok dengan kebutuhan sebagian besar masyarakat.

    4. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di Indonesia?
    Untuk meningkatkan financial inclusion di Indonesia maka upaya yang dapat dilakukan adalah menciptakan sumber perekonomian masyarakat sebab kemiskinan menjadi penyebab utama rendahnya tingkat financial inclusion di Indonesia. Kemudian perlu adanya sosialisasi dari pemerintah maupun lembaga perbankan agar minat masyarakat untuk menggunakan produk bank meningkat. Selain itu perlu adanya minimalisasi biaya-biaya transaksi di perbankan dan memperbaiki sistem serta memperlonggar persyratan kredit terutama kredit produktif agar masyarakat lebih memilih meminjam uang di bank daripada di rentenir. Hal ini perlu dilakukan sebab kalangan masyarakat yang belum menggunakan produk bank didominasi oleh masyarakat menengah kebawah.

  9. Ria Prastyo on said:

    Edwin N Almashuri (110432426588)
    Ria Prastyo (110432426558)
    Jam Kuliah 1-3. Offering MM
    Prodi Ekonomi dan Study Pembangunan
    Tugas Pertemuan ke-3, Rabu, 19 September 2012
    Financial Inclusion adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam keterlibatanya dengan lembaga-lembaga keuangan. Hal-hal yang berkaitan erat dengan financial inclusion diantaranya adalah keberadaan lembaga keuangan yang tersebar di wilayah pedesaan, adanya kemauan masyarakat untuk menerima adanya lembaga keuangan di wilayah mereka serta mau memanfaatkan segala produk yang ada di lembaga keuangan tersebut untuk mempermudah transaksi keuangan masyarakat. Dalam financial inclusion juga diperlukan sosialisasi dari lembaga keuangan sendiri untuk memperkenal segala kemudahan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan. Selain dari pihak lembaga keuangan, kesadaran dari masyarakat sendiri juga sangat diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan financial inclusion.
    Dalam pencapaian financial inclusion terdapat berbagai permasalahan yang akan dihadapi. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah merupakan salah satu factor yang mempengaruhi keberhasilan financial inclusion di Indonesia. Tingkat pendidikan yang rendah dari masyarakat juga berdampak pada rendahnya financial literacy sehingga masyarakat enggan memanfaatkan kemudahan yang diberikan oleh lembaga keuangan yang ada. Selain financial literacy yang rendah, penghasilan masyarakat Indonesia yang masih rendah juga sangat berpengaruh pada financial inclision. Masyarakat yang berpenghasilan rendah lebih memilih untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak ada dana lebih untuk melakukan akses di lembaga keuangan. Dari pihak lembaga keuangan sendiri juga masih sangat kurang mempedulikan terciptanya financial inclusion. Hal ini ditandai dengan masih sedikitnya lembaga keuangan yang ada di wilayah pedesaan. Financial Inclusion juga masih mengalami hambatan kerena kebijakan dari pemerintah sendiri kurang berpihak demi terciptanya financial inclusion. Hal ini ditandai kuranganya kesinambungan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah,dan regulator dibidang keuangan.
    Beberapa indicator dalam financial inclusion antara lain, tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi terhadap lembaga keuangan yang ada di wilayah mereka. Adanya kemauan masyarakat untuk menerima lembaga keuangan dan mau memanfaatkan produk dan fasilitas yang ada. Regulasi di bidang keuangan oleh pemerintah juga harus berpihak pada terciptanya financial inclusion. Selain itu pihak lembaga keuangan juga senantiasa mendekatkan diri kepada masyarakat kecil serta menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat bawah. Financial inclusion yang tinggi akan tercapai apabila segala aspek dan pihak yang terkait dapat menyelaraskan tugas dan fungsinya secara optimal.

  10. Feri Febriandi (110432406737)
    Nanda Puspita A (110432406729)
    Off K / S1 Ekonomi Studi Pembangunan

    Tugas pertemuan ke 3 tanggal 11 September 2012 Offering K
    1) Keadaan financial inclussion di Indonesia :
    Financial Inclussion di Indonesia masih rendah, hal tsb dibuktikan dengan rendahnya presentase rumah tangga yang memiliki rekening tabungan sekitar 48% saja

    2) Peranan Lembaga Keuangan :
    Dalam hal untuk meningkatkan financial inclussion di Indonesia. Lembaga Keuangan tsb harus mampu lebih mendekatkan diri kepada masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Jika selama ini bank-bank umum kurang mampu menjangkau masyarakat tsb maka diperlukan suatu Lembaga keuangan yang mampu menjangkau daerah terpencil seperti mendirikan BPR di setiap kecamatan dan kelurahan. BPR juga harus mampu menghilangkan hambatan yang ada, juga dapat memberikan layanan yang dimengerti masyarakat tsb.

    3) Permasalahan yang dihadapi :
    – Pendapatan per kapita masih tendah sehingga keterlibatan masyarakat di sektor keuangan masih rendah.
    – Financial Literacy masih rendah disebabkan pemahaman masyarakat masih rendah terutama masyarakat di aderah terpencil. Mereka cenderung apatis dengan Lembaga Keuangan karena masih merasa belum membutuhkannya.
    – Lemabaga Keuangan hanya berpedoman untuk meningkatkan kualitas layanan daripada memperluas jangkauan layangan keuangan. Karena kurangnya jangakauan lemabaga Keuangan tsb, banyak masyarakata yang blm mengerti peran dan fungsi Lemabaga keuangan.
    – Produk lembaga keuangan masih kurang berpihak terhadap masyarakat menengah ke bawah. Misalnya : suku bunga BPR masih terlalu tinggi sehingga memberatkan masyarakat yang akan melakukan pinjaman.

  11. Rosa Wahyu Buana Dewi dan Erdini Erdian Nita on said:

    Nama Kelompok : Rosa Wahyu Buana Dewi (110432401843)
    Ardini Erdian Nita (110432406742)
    OFF/Jurusan : K / Ekonomi Pembangunan
    Tugas Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
    Hari/tanggal : Selasa, 11 September 2012 (Pertemuan ke 3)

    1. Bagaimana Financial Inclussion di Indonesia?
    Financial Inclussion di Indonesia masih tergolong rendah. Saat ini sebgian lembga keuangan sudah menerapkan Financial Inclussion dalam sistemnya, salah satunya BPR. Peran BPR dalam Financial Inclussion lebih ditekankan pada pentingnya aspek jangkauan layanan keuangan daripada kualitas layanan keuangan.

    2. Bagaimana peran lembaga keuangan di Indonesia?
    – Pengalihan aset : Mengalihkan aset/dana dari unit surplus ke unit defisit. pengalihan aset dapat pula terjadi jika BLKBB menerbitkan sekuritas sekunder (giro, deposito berjangka, dana pensiun) yang kemudian dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya ditukarkan dengan sekuritas primer (saham, obligasi, promes, commercial paper) yang diterbitkan oleh unit defisit.
    – Transaksi : Memberikan kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa.
    – Likuiditas : Menawarkan produk dana dengan berbagai alternatif tingkat likuiditas sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan lendes menempatkan dananya.
    – Efisiensi : Memungkinkan pertemuan unit surplus dengan unit defisit secara tidak langsung.

    3. Bagaimana permasalahan yang dihadapi Financial Inclussion?
    – Daya jangkau lembaga keuangan tidak sampai kepelosok-pelosok daerah sehingga masyarakat susah untuk mengakses pelaksanaan Financial Inclussion.
    – Kurangnya pemahaman masyarakat tentang adanya Financial Inclussion.
    – Tidak semua lembaga keuangan menggalakkan Financial Inclussion.
    – Adanya korelasi antara Financial Incussion dengan pendapatan perkapita, sehingga karena pendapatan perkapita rendah maka Financial Inclussion juga rendah.

    • danang dan anita on said:

      • Anita Karlina Sari (110432406736)
      • Danang Bagus (110432426506)
      offering K /EKP

      1. Final inclusion sudah sedikit bejalan melalui BPR. BPR membantu masyarakat dalam hal pengkreditan. BPR memiliki peran menghilangkan hambatan-hambatan yang terjadi di masyarakat umum.
      2. BPR lebih mudah dalam hal kredit, karena suku bunga yang lebih ringan, tidak berorientasi pada laba dan lebih berfungsi “agent of development” . Peran lembaga keuangan sendiri seperti berikut :
      – Meningkatkan sosialisasi agar masyarakat lebih mengetahui pemahaman-pemahaman tentang lembaga keuangan.
      – Menyesuaikan suku bunga terhadap kondisi masyarakat yang ingin melakukan transaksi keuangan.
      – Melakukan berbagai inovasi agar semakin banyaknya para nasabah.
      3. Permasalan yang dihadapi adalah :
      – kurangnya pendamping karena dapat mengakibatkan kesulitan disisi administasi permodalan, teknis pemasaran, maupun sisi prodiktivitas poduk yang akan dikembangkan.
      – Kurangnya lembaga keuangan di Indonesia terutama di pedalaman/desa.
      – Masyarakat yang kurang memahami tentang fungsi lembaga keuangan sehingga masyarakat hanya menebak nebak sesuai dengan pemikiran individu dan perbincangan masyarakat sekitar.

  12. Mualimin (110432426508)
    Shofiul umam (110432406732)
    Dendy Agung (110432406738)
    Tugas pertemuan ke 3 tanggal 11 September 2012 Offering K

    1) Keadaan financial inclussion di Indonesia :
    Financial inclusion sebagai sarana lembaga keuangan yang bertujuan mempermudah akses masyarakat terhadap lembaga keuangan di Indonesia ternyata masih belum di aplikasikan secara maksimal. Dengan keadaan ini, lembaga keuangan seperti BPR mencoba menggalakkan Financial inclussion untuk meningkatkan Financial Literacy serta tingkat kepercayaan masyarakat makin tinggi. Untuk Merealisasikan hal tersebut BPR sebagai lembaga keuangan penyedia supply side di masyarakat umum yang belum terjangkau oleh Bank umun mensosialisasikan Financial Inclussion.

    2) Peranan Lembaga Keuangan :
    a. Mengangkat tinggi ekonomi kerakyatan
    b. Meningkatkan jangkauan keuangan terhadap masyarakat, umumnya masayrakat menengah ke bawah yang berada di daerah – daerah rural.
    c. Menjalankan fungsi intermediasi lembaga keuangan (bank)
    d. Membuka penghambat implementasi financial inclussion
    e. Membentuk LPM (Lembaga pengabdian Masyarakat) salah satunya memberikan akses keuangan untuk wirausaha produktif

    3) Kendala Yang Dihadapi Lembaga Keuangan di Indonesia
    a. Masih banyak bank umum yang kesulitan menerapkan finalcial inclussion, sehingga pemahaman masyarakat menjadi rendah selain itu profit yang didapat bank umum belum maksimal
    b. Masih banyaknya lembaga keuangan menerapkan suku bunga yang memberatkan nasabah dalam menyalurkan kreditnya.
    c. Pendapatan Perkapita masih rendah.

  13. Nina Aprilliya Rahmawati on said:

    Nina Aprilia Rahma (110432406728)
    Novi Wulandari (110432401851)
    OFF K / S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan

    1. Keadaan finalcial inclusion di Indonesia saat ini masih sangat redah, hal ini dibuktikan dengan hanya adanya 48% dari keseluuhan rumah tangga di Indonesia yang memiliki rekening, baik di lembaga keuangan bank maupun di lembaga keuangan bukan bank.
    2. Peran lembaga keuangan di Indonesia dalam financial inclusion masih rendah. Masih banyak ditemui wilayah-wilayah di Indonesia financial literacynya rendah. Hal ini disebabkan kerena kurangnya sosialisasi dari pihak lembaga keuangan kepada masyarakat. Hal lain yang mempengaruhi adalah masih sedikitnya jumlah lembaga keuangan untuk daerah-daerah terpencil di Indonesia. Namun pada periode terakhir ini keberadaan BPR dapat meningkatkan financial inclusion di daerah-daerah terpencil di Indonesia karena sasaran utama dari BPR adalah masyarakat kalangan menengah ke bawah.
    3. Masalah yang dihadapi Indonesia berkenaan dengan financial inclusion:
    • Pendapatan per kapita rendah
    • Financial literacynya rendah
    • Kurangnya sosialisasi lembaga keungan kepada masyarakat

  14. Marendra Mahardi Kengrat on said:

    Marendra Mahardi Kengrat (110432426511)
    off.k / pertemuan ke 3 , 11 september 2012 / selasa jam 4-6

    1. Inklusi keuangan di Indonesia masih rendah karena banyak masyarakat terutama masyarakat kelas bawah yang belum mengakses jasa layanan keuangan bank maupun non bank. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat merasa takut untuk meminjam modal ke bank karena banyaknya prosedur yang harus dipatuhi . Masyarakat sendiri masih belum bnyak mengenal dan mengerti tentang lembaga lembaga keuangan bank maupun non bank hal itu disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari pihak lembaga keuangan bank maupun nonbank .

    2. Peran lembaga keuangan adalah sebagai penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat yang di harapakan meningkatkan financial inclusion . sejak bank perkreditan rakyat (BPR) mulai aktiv terlibat sehingga dalam inklusi keuangan. hingga jangkauan layanan keuangannya sampai ke plosok-plosok, serta sosialisasi yang di lakukan pihak BPR sehingga mulai tumbuh rasa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan, sehingga masyarakat kelas bawah, banyak yang mengkases layanan untuk peminjaman modal usaha dan juga BPR menyediakan layanan-layanan jasa tabungan harian, tabungan hari raya, tabungan arisan dan produk-produk lainnya yang dapat di mengerti dan di akses masayarakat yang belum disentuh bank.

    3. Permasalahan yang dihadapi yang menyebabkan rendahnya financial inclusion adalah kurangnya pengetahuan masayarakat tentang lembaga keuangan bank maupun non bank , sehingga masyarakat kelas bawah tidak mengunakan ataupun mengakses layanan keuangan bank sehingga sulit untuk mendapatkan modal untuk usaha. Selain itu lembaga keuangan yang ada masih sedikit. Minat masyarakat untuk menabung di bank masih rendah.

  15. Tutus Wulandari dan Linda Meisari yahya on said:

    Tutus Wulandari (110432426536)
    Linda Meisari Yahya (110432426540)
    Off L/S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Tugas pertemuan ke-3/ kamis, 13 September 2012

    1. Bagaimanakah perkembangan financial inclusion di Indonesia?
    Perkembangan financial inclusion di Indonesia masih tergolong tingkat rendah. Namun, pada saat ini Indonesia sedikit lebih meningkat dalam meningkatkan financial inclusion melalui pembiayaan mikro kepada masyarakat kelas bawah. Indonesia patut berbangga karena produk domestik bruto (PDB) yang mencapai US$45,70 miliar pada tahun 2011 salah satunya disumbangkan oleh peran pembiayaan usaha mikro. Tapi Indonesia juga harus bercermin karena tingkat akses keuanganya paling rendah diantara negara anggota G-20. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki masalah-masalah ekonomi termasuk faktor kemiskinan yang menjadi penghambat utama dalam meningkatkan financial inclusion.

    2. Indikator-indikator dalam financial inclusion di Indonesia?
    Indikator financial inclusion di Indonesia diantaranya dapat dilihat dari penghimpunan dan pengalokasian dana dalam lembaga keuangan. Berdasarkan survei yang dilakukan dengan responden 4.095 rumah tangga pada tahun 2011, hanya 19,56% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank. Artinya sekitar 80% rumah tangga belum mengakses pinjaman ke bank. Data LPS menjelaskan jumlah rekening tabungan per April 2012 mencapai 95,80 juta belum menggambarkan secara riil penetrasi tabungan. Sebab kenyataanya banyak orang yang memiliki lebih dari satu rekening dan tidak semua aktif digunakan. Dengan asumsi satu orang memiliki 1,5 rekening, hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di bank. Dengan asumsi itu penetrasi penyimpanan dana di bank pun hanya 26% dari total populasi Indonesia.

    3. Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia?
    Lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan, paradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga bank- bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan berekspansi jaringan distribusi, kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas seperti diindikasikan dari besarnya angka kemiskinan yang menurut data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) per 2011 mencapai 30,02 juta orang ditambah dengan 30 juta orang yang masuk kategori hampir miskin, mahalnya biaya-biya yang dikenakan di perbankan.

    4. Upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion?
    BI mendorong bank-bank untuk meluncurkan produk TabunganKu yang bebas biaya administrasi yang merupakan bagian dari edukasi dan menyasar masyarakat lapisan bawah. Perbankan boleh saja memiliki kepentingan meraih pertumbuhan bisnis dan mencetak laba. Namun, perbankan , menganut paradigma banks leading the development akan lebih baik daripada mengusung prinsip banks follow the trade. Berupaya untuk memperluas akses keuangan yang murah bagi masyarakat luas harus diperjuangkan untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi dan membantu mengurangi tingkat kemiskinan. Dengan berkurangnya tingkat kemiskinan , adanya pemerataan distribusi kesejahteraan, dan inovasi tekhnologi yang melahirkan akses keuanaan yang murah, akan makin banyak orang indonesia yang mampu ke bank untuk memanfaatkan jasa-jasa keuangan yang kian modern. Semakin banyak orang yang masuk ke dalam lembaga keuangan maka akan semakin tinggi financial inclusion.

  16. ahkmad badri on said:

    Akhmad Badri jn 110432406744
    Sofyan andri yono 110432426507
    Offering K/ S1 Ekonomi Studi Pembangunan
    pertemuan ke 3 Selasa, 11 September 2012

    – Bagaimana keadaan Financial Inclusion di Indonesia ?
    Keadaan financial inclusion saat ini di Indonesia menurut kami sangat rendah, hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang belum mengerti lembaga keuangan, Pendapatan masyarakat yang masih tergolong rendah, kesadaran masyarakat akan menabung kurang, dan minimnya lembaga keuangan yang ada di daerah-daerah terpencil.
    – Bagaimana peran Lembaga Keuangan di Indonesia ?
    Peran lembaga keuangan di Indonesia sangat dibutuhkan hal ini dikarenakan lembaga keuangan berperan sebagai penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat, dan lembaga keuangan bisa Mempermudah masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan berbagai sektor ekonomi, sehingga dapat mendukung stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara khususnya negara indonesia
    – Apa permasalahan Financial Inclusion dinegara Indonesia ?
    Permasalahan financial inclusion di negara kita ialah minimnya pengetahuan masyarakat akan dunia perbankan, masih sedikitnya layanan lembaga keuangan di daerah terpencil, dan minat masyarakat terhadap lembaga keuangan masih tergolong rendah.

  17. juan carlo on said:

    juan carlo (110432406746)
    hendrik dwi yoga (110432426505)

    1. Bagaimana Financial Inclussion di Indonesia?
    Peran financial inclusion di Indonesia ,masih dapat dikategorikan rendah . hal tersebut dikarenakan Indonesia merupakan Negara berkembang yang memiliki tingkat pendidkan serta tingkat pendapatan perkapita yang rendah . sehingga financial inclusion tidak dapat berjalan dengan baik , apalagi ditambah dengan kurangnya penyuluhan atau pembelajaran tentang lembaga keuangan dari pihak-pihak terkait baik itu pemerintah maupun Bank Indonesia
    2. Bagaimana peran lembaga keuangan di Indonesia?
    Peran lembaga keuangan di Indonesia sangatlah penting , karena lembaga keuangan merupakan pihak yang dapat menjadi jembatan antara mereka yang memiliki dana untuk disimpan dengan mereka yang membutuhkan dana sebagai modal . Saat ini terutama lembaga keuangan mikro sangatlah berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia saat ini , karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat luas . Maka peran lembga keuangan mikro sangatlah dibutuhkan agar lembaga keuangan mikro di daerah-daerah terpencil/ desa dapat terjangkau
    3. Bagaimana permasalahan yang dihadapi Financial Inclussion?
    Masalah utama yang membuat financial inclusion di Indonesia tidak begitu baik ialah masalah tingkat pendapatan perkapita yang rendah disertai kurangnya tingkat pendidikan . sehingga membuat tingkat Financial Literacy di Indonesia dapat dikatakan buruk Karena hanya 48% dari rumah tangga yang memiliki rekening bank .

  18. Juan Carlo on said:

    juan carlo (110432406746)
    hendrik dwi yoga (110432426505)
    Offering K/ S1 Ekonomi Studi Pembangunan
    pertemuan ke 3 Selasa, 11 September 2012

    1. Bagaimana Financial Inclussion di Indonesia?
    Peran financial inclusion di Indonesia ,masih dapat dikategorikan rendah . hal tersebut dikarenakan Indonesia merupakan Negara berkembang yang memiliki tingkat pendidkan serta tingkat pendapatan perkapita yang rendah . sehingga financial inclusion tidak dapat berjalan dengan baik , apalagi ditambah dengan kurangnya penyuluhan atau pembelajaran tentang lembaga keuangan dari pihak-pihak terkait baik itu pemerintah maupun Bank Indonesia
    2. Bagaimana peran lembaga keuangan di Indonesia?
    Peran lembaga keuangan di Indonesia sangatlah penting , karena lembaga keuangan merupakan pihak yang dapat menjadi jembatan antara mereka yang memiliki dana untuk disimpan dengan mereka yang membutuhkan dana sebagai modal . Saat ini terutama lembaga keuangan mikro sangatlah berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia saat ini , karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat luas . Maka peran lembga keuangan mikro sangatlah dibutuhkan agar lembaga keuangan mikro di daerah-daerah terpencil/ desa dapat terjangkau
    3. Bagaimana permasalahan yang dihadapi Financial Inclussion?
    Masalah utama yang membuat financial inclusion di Indonesia tidak begitu baik ialah masalah tingkat pendapatan perkapita yang rendah disertai kurangnya tingkat pendidikan . sehingga membuat tingkat Financial Literacy di Indonesia dapat dikatakan buruk Karena hanya 48% dari rumah tangga yang memiliki rekening bank .

  19. adriansyah dan mahendra on said:

    (Selasa jam ke 4-6)
    • Adriansyah Ramadan (110432406745)
    • Mahendra Eka Putra (110432426509)
    Offering K / EKP 2011
    1. Menurut kami financial inclusion sudah berjalan sebagaimana dengan semestinya. Cuma disini para penyalur ataupun para orang-orang yang terlibat tidak terlalu memikirkan supaya bisa berjalan dengan lancar, memang ini sudah dilakukannya pembangunan seperti UMKM ataupun koperasi didesa-desa tapi masih belum merata. Dan itu juga yang membuat pelaku utama (masyarakat) masih geram dengan ulah para kreator tersebut. Menyangkut masalah lain jangan lupakan BPR yang sudah berperan utama juga untuk memajukan ekonomi dimasyarakat desa. Karena seperti yang sudah dibicarakan bahwa BPR berberan penting dalam menggerakkan financial inclusion.
    2. Peran lembaga keuangan yaitu mampu menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan dana, mampu menjadi penggerak perekonomian didaerah tersebut. Para pelaku ekonomi juga bisa semakin lancar ataupun dekat dengan perkotaan jika ada sebuah pembangunan infrastruktur yang memadai. Sebagai stabilisasi kebijakan moneter yang dibuat pemerintah untuk kemajuan Indonesia.
    3. Permasalahan yang dihadapi adalah sulitnya untuk mengembangkan inflasi inclusion didaerah pedesaan karena masyarakat disana masih minimnya pengetahuan tentang inflasi inclusion. Sulitnya pembinaan dari sisi administrasi permodalan maupun teknik pemasaran. Dan diharapkan para pelaku utama inflasi inclusion (masyarakat) bisa melakukan transaksi dengan lancar, dan kebutuhan mereka bisa terpenuhi tanpa kendala yang dihadapi tanpa menunggu panen tiba.

  20. 1) Bank umum masih kesulitan menyediakan akses layanan keuangan untuk masyarakat kelas bawah. Sedangkan bank perkreditan rakyat (BPR), justru tengah agresif memberikan kredit pada masyarakat kelas menengah dan kecil. Sehingga, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPR makin tinggi.
    2) BPR: Memberikan kredit terhadap masyarakat kelas menengah dan kecil.
    1) Sebagai suply side. Untuk membangun struktur nasional perbankan yg kuat, juga sebagai penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat yang belum terjangkau bank umum.

    3) Bank umum belum dapat menjangkau masyarakat di daerah pedesaan umumnya mengakibatkan mengakibatkan masyarakat kesulitan dalam akses perbankan. Seperti pembiayaan umkm contohnya.
    ADITYA SUTRISNA PUTRA 100413401197

  21. Wahyu Putra on said:

    Ferry firmansyah 110432426564
    Wahyu putra 110432426570
    Offering MM /Ekonomi dan Studi pembangunan
    Pertemuan ke 3, Rabu 19 September 2012

    1. Pokok-pokok pikiran dalam financial inclusion
    a. Financial inclusion memberikan akses pada masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk mendapatkan jasa keuangan atau pembiayaan dengan biaya yang terjangkau.
    b. Akses yang diberikan adalah seperti tabungan, pembayaran asuransi, kredit, dan perlindungan konsumen .
    c. Inklusi keuangan yang lebih besar akan meningkatkan stabilitas keuangan.
    2. Permasalahan dalam financial inclusion
    a. Banyaknya lembaga perbankan telah berusaha “melonggarkan” dan menjangkau keluarga miskin ikut dalam arus pengembangan nasabah. Sayangnya, banyak lembaga keuangan bank masih berkutik pada usaha bagaimana mempermudah akses secara sepihak, pengertian inclusion belum banyak diarahkan untuk memberdayakan keluarga miskin dalam tatanan peningkatan Index Pembangunan Manusia (IPM) secara terfokus.
    b. Sulitnya lembaga keuangan seperti bank dalam menyediakan layanan untuk masyarakat di daerah pelosok, yang mana kegiatan perekonomian hanya akan bersentral di perkotaan.
    c. Minimnya pengetahuan masyarakat terutama masyarakat desa atau pelosok tentang bank.

    3. Indikator –indikator dalam financial inclusion adalah Kebijakan penguatan stabilitas moneter, Kebijakan yang mendorong peran intermediasi perbankan, Kebijakan dalam meningkatkan ketahanan perbankan, Penguatan kebijakan makroprudential dan Penguatan fungsi pengawasan.

  22. Reza Setyobudi on said:

    Satyani Prameswara T (110432426504)
    Reza Setyobudi (110432406739)
    Offering K/ S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    pertemuan ke 3 Selasa, 11 September 2012

    1. Bagaimana Financial Inclussion di Indonesia?
    Perkembangan Financial Inclussion (inklusi keuangan) di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan lembaga keuangan yang ada di Indonesia kurang dappat dijangkau oleh masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah. Namun, hal ini dapat diantisipasi dengan adanya BPR yang meskipun sering kali menerapkan suku bunga yang terlalu tinggi dalam menyalurkan kreditnya, tetapi BPR dapat menjangkau lapisan masyarakat menengah ke bawah.

    2. Bagaimana peran lembaga keuangan di Indonesia?
    Di Indonesia, terutama dalam Financial Inclusion lembaga keuangan (bank) memiliki peran yang sangat penting yaitu menjadi jembbatan penghubung antara masyarakat yang memiliki dana lebih dengan masyarakat yang membutuhkan dana untuk modal. Namun demikian, bank pada umumnya hanya menjangkau masyarakat kalangan menengah ke atas. Sehingga masyarakat kalangan menengah ke bawah tidak dapat dijangkau. Disinilah dibutuhkan fungsi dan peranan dari lembaga keuangan yang dapat menjangkau lapisan masyarakat menengah ke bawah hingga pelosok. Di Indonesia, fungsi dan peran tersebut dijalankan oleh BPR.

    3. Bagaimana permasalahan yang dihadapi Financial Inclussion?
    Permasalahan yang dihadapi dalam Financial Inclussion adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi dan peranan lembaga keuangan yang disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari lembaga keuangan itu sendiri. Sedangkan permasalahan yang timbul dari lembaga keuangan itu sendiri ialah bank belum dapat menjangkau kalangan-kalangan bawah dan pelosok. Selain itu, untuk BPR, meskipun menjangkau kalangan masyarakat bawah dan pelosok, BPR masih sering kali menerapkan suku bunga yang tinggi dalam menyalurkan dana. Hal ini tentu memberatkan masyarakat kalangan bawah dan pelosok.

  23. Ika Putriani dan Septifany Achmalinda on said:

    Ika Putriani (110432426556)
    Septifany Achmalinda (110432426573)
    Offering MM / Ekonomi dan Studi Pembangunan

    Pokok – pokok pikiran:
    Financial inclusion merupakan layanan ataupun jasa yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat terutama kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah. Financial inclusion bukan hanya tanggung jawab bank umum, peran BPR juga sangat diharapkan dalam penggalakan financial inclusion.
    Keterlibatan BPR dalam financial inclusion lebih ditekankan pada kemmudahan akses layanan keuangan bagi masyarakat kelas menengah dan kecil karena keberadaannya dekat dan mudah dijangkau oleh masyarakat, baik masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan. Keberadaan BPR dapat membuat masyarakat menjadi bank minded atau financial liiteracy nya menjadi lebih baik.

    Masalah:
    Rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya pengetahuan masyarakat di daerah pedesaan yang menyebabkan kurangnya pemahaman tentang financil inclusion;
    Kurangnya ppemahaman masyarakat terhadap peran BPR dalam memberikan layanan atau jasa keuangan pada masyarakat;
    Kurangnya kepercayaan masyarakat pedesaan pada jasa BPR dalam penyimpanan tabungan masyarakat maupun peminjaman modal usaha.

    Indikator:
    Dengan adanya BPR, masyarakat menjadi lebih tau tentang manfaat financial inclusion;
    Jangkauan pelayanan BPR telah mampu menembus daerah pelosok sehingga mempermudah akses serta mempercepat ppelaksanaan financial inclusion;
    Dengan demikian keberadaan BPR dapat membantu perekonommian masyarakat termasuk masyarakat yang berpendapatan rendah.

  24. Dania Yantiko Abi (110432426562)
    Badrus Zaman Habibie (120422425861)

    Tugas pertemuan ke – 3 11 September 2012

    1) Menurut kelompok kami pokok – pokok pemikiran financial inclusion yaitu untuk membangun struktur perbankan nasioanal yang kuat, juga sebagai akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum terjangkau bank umum. Dan juga financial inclusion ini sudah berjalan dengan semestinya agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau keberadan lembaga keuangan pada daerahnya masing masing. Dengan memudahkan orang akan lembaga keuangan maka orang tersebut akan lebih bankable.

    2) Permasalahan yang dialami dalam menjalankan financial inclusion
    a) Lembaga keuangan menerapkan suku bunga mencekik dalam menyalurkan kreditnya
    b) Dalam perkreditan mikro harus ada pendampingan dalam pelaksanaanya. Disini pendampingan ini memerlukan suatu biaya operasional.
    c) Jika dalam proses perkreditan tidak ada pendampingan maka sulit untuk financial inclusion karena yang membimbing tidak ada, baik dari sisi admimistrasi permodalan.

    3) Indikator – indikator dalam financial inclusion yaiu jika keberhasilan dari suatu akses yang menggambarkan keterjangkauan dan kemampuan masyarakat dalam mengakses fasilitas yang diberikan oleh bank dan lembaga keuangan formal. Kedua, pemakaian yang menggambarkan tingkat penggunaan oleh masyarakat terhadap jasa dan produk pada lembaga keuangan. Dan juga bisa dilihat dari kualitas yang menggambarkan kesesuaian antara produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal dengan yang diinginkan oleh masyarakat selaku nasabah.

  25. Yassa Prawira (110432426580)
    Yudi Hermawan A. (110432426581)
    Off. MM / EKP
    pertemuan ke 3

    1. Pokok-pokok pikiran
    Financial inclusion sangat berguna bagi masyarakat terutama masyarakat kelas menengah dan bawah karena financial inclusion itu sendiri merupakan pelayanan yang diberikan oleh jasa lembaga keuangan kepada seluruh masyarakat. Sebagai bank yang dekat dengan masyarakat kelas menengah dan bawah, peran BPR sangat diharapkan dalam financial inclusion. Keberadaan BPR bertujuan sebagai penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum dijangkau oleh bank umum. Layanan BPR meliputi tabungan, peminjaman dana, maupun pembayaran kredit.

    2. Masalah
    a. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang financial inclusion, terutama pada masyarakat pedesaan
    b. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat BPR dalam pemberian layanan keuangan
    c. Terbatasnya akses transportasi bagi BPR untuk mempercepat pelaksanaan financial inclusion dan melaksanakan perannya di daerah yang terpelosok

    3. Indikator
    Keberadaan BPR dalam financial inclusion bisa mengangkat ekonomi rakyat karena daya jangkaunya hingga ke pelosok-pelosok daerah yang mempermudah akses serta mempercepat finansial inclusion dan bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap jasa lembaga keuangan.

  26. Vanda Mustika Ningrum dan Sevi Tistia Resti on said:

    VANDA MUSTIKA NINGRUM (110432426554)
    SEVI TISTIA RESTI (110432426574)
    OFF. MM – S1 EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
    RABU 1-3
    PERTEMUAN 3

    Pokok-pokok Pikiran:
    Financial Inclusion adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam keterlibatanya dengan lembaga-lembaga keuangan. Hal tersebut berkaitan dengan (1) Lembaga keuangan dalam Financial Inclusion dapat mengangkat tinggi ekonomi kerakyatan; (2) Menyediakan akses layanan keuangan untuk masyarakat kelas bawah; (3)Memberikan jangkauan layanan keuangan dibandingkan kualitas layanan keuangan; dan (4) Lembaga keuangan dapat membangun struktur perbankan nasional yang kuat

    Masalah:
    Dalam Financial Inclusion ada beberapa masalah yang dihadapi yaitu: (1) Lembaga keuangan mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi intermediasi, yang dapat menyendat implementasi Financial Inclusion; (2) Adanya kredit mikro yang mengakibatkan lembaga keuangan harus ada pendampingan dan mengeluarkan biaya operasional yang tinggi; dan (3) Tidak adanya pembinaan dari sisi administrasi permodalan, teknis pemasaran, dan sisi produktifitas produk yang akan dikembangkaan dari pihak-pihak perguruan tinggi yang sedang KKN.

    Indikator:
    Ada beberapa indikator dalam financial inclusion yaitu: (1) Keberadan lembaga keuangan berperan secara proaktif dan inovatif dalam menghilangkan hambatan-hambatan yang terjadi di masyarakat umum; (2) Lembaga keuangan dapat menjangkau masyarakat secara luas dalam pelaksanaan Financial Inclusion; dan (3) Lembaga keuangan menyediakan layanan jasa seperti tabungan harian, tabungan hari raya, tabungan arisan, dan produk-produk lainya yang dapat diakses oleh masyarakat kelas menengah dan kecil.

  27. Lauma Dwi S on said:

    LAUMA DWI SISTYAWAN (110432426512)
    GANDHES MUSTIKA RATNA (110432426517)
    OFF L / S1 Ekonomi dan Study Pembangunan

    Financial Inclusion
    1. Menurut kami financial inclusion di Indonesia masih sangat rendah, dapat dibuktikan dari global financial index 2012 yang dirilis bank dunia, tingkat akses keuangan indonesia hanya 20% dari populasi usia 15 thn ke atas. BI juga memiliki data yang menggambarkan masih rendahnya tingkat financial inclusion pada tahun 2011, hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank dan penyimpanan dana di bank pun hanya 26% dari total populasi indonesia. Faktor utama yang menghambat adalah kemiskinan dan edukasinya,tidak hanya itu masyarakat terpencil/ pelosok belum terjamah dan mengerti tentang perbankan.
    2. Indikator-indikator dalam financial inclusion adalah akses pinajam bank dan penyimpanan dalam bank. Menurut data BI tahun 2011 hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank dan penyimpanan dana di bank pun hanya 26% dari total populasi indonesia
    3. Faktor penyebab rendahnya finansial inclusian:
    a. Lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan
    b. Paradikma perbankan yang menganut prinsib follow the trade sehingga bank-bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan berekspansi jaringan distribusi, seperti kantor maupun saluran elektronik. Ex: ATM
    c. Kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas seperti di indikasikan dari besarnya angka kemiskinan yang menurut data BPS periode 2011 mencapai 30,02 juta orang ditambah dengan sekitar 30 juta orang yang masuk kategori hampir miskin
    d. Mahalnya biaya-biaya yang dikenakan di per bankan.
    e. Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat desa.Tidak hanya itu,bagi masyarakat menengah kebawah kebanyakan tidak dapat menikmati fasilitas dan manfaat dari perbankan, yang ada hanya biaya dan potongan-potongan dari pihak perbankan.
    4. Menurut kami kemiskinan adalah faktor utama yang menghambat financial inclusion jadi upaya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan lapangan pekerjaan untuk meminimalisir kemiskinan dan meningkatkan perekonomian suatu daerah sehingga lembaga keuangan seperti perbankan dapat berkembang dan membuka cabang didaerah-daerah terpencil. Lembaga perbankan juga harus meminimalisir administrasi dan biaya-biayanya.Tidak hanya itu, perlu adanya sosialisai tentang perbankan pada masyarakat agar mereka menaruh minat untuk turut serta dalam perbankan.tingkat pendidikan juga berperan penting dalam financial inclusion.

  28. Ardi Meidianto Siswanjaya on said:

    ADHYTIA MUSLIM SYAHPUTRA (110432426565)
    ARDI MEIDIANTO S (110432426582)
    Jam Kuliah 1-3. Offering MM
    Prodi Ekonomi dan Study Pembangunan
    Tugas Pertemuan ke-3, Rabu, 19 September 2012
    Menurut Permikiran kami financial inclusion pada lembga keuangan atau perbankan sejatinya memang penting bagi kedua pihak yang bersangkutan karena dalam segi masyarakat istilahnya dapat membantu bahkan terbantu jika lembaga keuangan memang proaktif dan inovatif dalam peranannya kepada masyarakat ,sehingga memudahkan pelayanan jasa keuangannya dalam hal kegiatan perbankan dan hal ini kedua belah pihak baik masyarakat maupun lembaga keuangan sendiri mulai timbul kepercayaan jikalau langkah yang kongkret dan menguntungkan tersebut salah satunya dari financial inclusion bisa menurunkan suku bunga perbankan. Soalnya, dengan terdidiknya masyarakat akan keuangan bisa membuat masyarakat lebih sadar kepada lembaga keuangan. Secara otomatis,suku bunga akan turun. Dalam hal akses atau jangkauan kepada masyarakat memang dibutuhkan teknik atau cara dimulai dari ruang lingkup daerah/region yang saat ini menjadi hambatan bagi masyarakatnya dalam mengatasi perihal keuangannya karena permasalahan kurangnya pengetahuan mengenai jasa keuangan sehingga financial literacy masyarakat tersebut sangatlah rendah. Sebagai Contoh yang baik dalam fiancial inclusion telah dilakukan oleh BPR atau Bank Perkreditan Rakyat,Keberadaan BPR sebagai supply side dalam financial inclusion, selain bertujuan untuk membangun struktur perbankan nasional yang kuat juga sebagai penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum terjangkau Bank Umum dikarenakan BPR pada umumnya berada pada daerah baik kecamatan,kelurahan maupun daerah yang strategis dalam hal pentingnya financial inclusion dalam masyarakat.oleh sebab itu untuk saat ini perbankan haruslah menjadi motor penggerak inklusi keuangan (keuangan untuk semua) untuk memberi kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan. Misalnya dengan cara, melalui program sosialisasi dan edukasi masyarakat terhadap layanan perbankan, seperti melayani pembukaan rekening simpanan Tabungan bagi masyarakat lapis bawah sehingga berorientasi pada pengembangan masyarakat Mewujkudkan financial Inclusion menuju kesejahteraan masyarakat ,”
    Permasalahan dalam Financial inclusion timbul karena :
    Pertama,Fungsi intermediasi yang dilakukan oleh perbankan belum optimal karena hambatan akses-akses yang ada dalam mempercepat financial inclusion.yang Kedua Tingkat Kepercayaan masyarakat terhadap Perbankan yang Rendah, yang Ketiga seringkali Bank dianggap menerapkan suku bunga yang mencekik dalam menyalurkan kreditnya dan yang Keempat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai jasa keuangan sehingga dana yang ada tidak dikelola dengan baik bahkan terkadang bingung terhadap dana yang ada,mau diapakan dana tersebut sehingga seringkali timbul perilaku yang konsumtif dan menghambur-hamburkan uang.dan yang terakhir Kelima Keterjangkauan Bank belum tersentuh ke pelosok daerah sehingga produk-produk layanan jasa perbankan kurang dimengerti dan diakses dengan baik oleh masyarakat.
    Untuk itu Sebagai indikatornya dalam Financial Inclusion.dalam hal keberhasilan menerapkan financial inclusion seharusya Perbankan diharapkan bisa mengembangkan sistem komunikasi dengan dukungan teknologi informasi yang tepat guna memberikan pelayanan jasa keuangan yang aman, cepat dan terpercaya.dan selanjutnya mengImplementasi strategi ‘financial inclusion’ tidak semata-mata menjadi tanggung jawab perbankan, namun juga menjadi tanggung jawab semua pemangku kepentingan yang lain seperti pemerintah, dunia usaha, para tokoh masyarakat,sehingga dapat menguntungkan semua pihak dan sebagai indikator utama keberhasilan akses, yang menggambarkan kemampuan dan keterjangkauan masyarakat dalam menggunakan lembaga keuangan.

    seperti halnya kemudahan yang dimengerti mengenai meningkatnya dayaguna masyarakat terhadap jasa dan produk keuangan,karena masyarakat mengetahui kualitas produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan yang diinginkan tersebut dapat membantu untuk kedepannya dalam mengurus keuangannya.Dan akhirnya kesejahteraan menjadi dampak langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.sehingga antara perbankan dan masyarakat sama-sama memberi kontribusi kepada bangsa dan negara.

  29. Teguh T M on said:

    Nama Kelompok : Teguh Tri Mahardian (110432426563)
    Mohammad Baihaki (110432426566)
    Off / Jurusan : MM / S1 Ekonomi Pembangunan
    Hari / Tanggal : Rabu / 12 September 2012(pertemuan ketiga)

    1. Pokok-pokok pikiran dalam Financial Inclusion.?
    • Keterlibatan BPR dalam menggalakkan financial inclusion yang dapat mengangkat tinggi ekonomi kerakyatan pada masyarakat kelas menengah dan kecil.
    • Peran BPR sebagai supply side dalam Financial Inclusion yang menitik beratkan pentingnya aspek outreach financial services (jangkauan layanan keuangan) ketimbang depth of financial services (kualitas layanan keuangan).

    2. Permasalahan-permasalahan dalam Financial Inclusion.?
    • Masih adanya Financial Literacy yaitu keadaan dimana pemahaman masyarakat tentang lembaga keuangan masih lemah khususnya pada daerah pedesaan.
    • Jangkauan akses pelayanan keuangan atau lembaga keuangan yang belum terjangakau bank umum, pada daerah-daerah kecamatan atau pedesaaan seluruhnya.
    • Pendidikan dan Sosial yang masih rendah

    3. Indikator-Indikator dalam Financial Inclusion.?
    • Akses, yang menggambarkan kemampuan dan keterjangkauan masyarakat dalam menggunakan lembaga keuangan.
    • Pemakaian, yang menggambarkan tingkat penggunaan masyarakat terhadap jasa-jasa dan produk-produk lembaga keuangan.
    • kualitas, yang menggambarkan kesesuaian antara produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal dengan yang diinginkan oleh masyarakat selaku nasabah.
    • kesejahteraan, yang menggambarkan dampak langsung dan tidak langsung dari penyediaan produk/jasa keuangan yang mudah diakses terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.

  30. dimas oktavinanda dan niko nugroho on said:

    DIMAS OKTAVINANDA (110432426576)
    NIKO NUGROHO (110432426586)
    OFF MM/ EKP
    Pertemuan ke 3

    1. Pokok – pokok pikiran dalan financial inclusion?
    Financial inclusion tentunya bukan hanya tanggung jawab milik bank – bank saja, tetapi juga tanggung jawab bank- bank rakyat lainnya, seperti BPR. Financial inclision sebetulnya lebih di tekankan pada pentingnya aspek jangkauan layanan keuangan dari pada kualitas layanan keuangan. untuk meningkatkan jangkauan lembaga keuangan terhadap masyarakat memang di perlukan sebuah teknik atau cara, keberadaan BPR sebagai supply side dalam financial inclusion, selain bertujuan untuk membangun struktur perbankan nasional yang kuat, juga sebagai penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum terjangkau bank umum, dan keberadaan BPR yag umumnya di daerah-daerah kecamatan juga merupakan bagian dari peran utama dalam financial inclusion.

    2. Permasalahan dalam financial inclusion!
    permasalahan yang sangat mendasar dalam financial inclusion salah satunya adalah jaminan berkelanjutan (sustainability) di banyak Negara program semacam ini penghambat utama untuk keuangan mikro, sebab mereka sangat tergantung pada bantuan asing, sumbangan, hibah, dan pendanaan anggaran Negara.

    3. Indikator – indikator dalam financial inclusion!
    • Kemampuan dan terjangkauan masyarakat dalam menggunakan lembaga keuangan formal.
    • Pemakaian yang menggambarkan tingkat penggunaan masyarakat terhadap jasa dan produk keuangan formal.
    • Kualitas yang menggambarkan kesesuaian antara produk yang di tawarkan oleh lembaga keuangan formal dengan yang diinginkan oleh masyarakat selaku nasabah.
    • Kesejahteraan yang menggambarkan implikasi atau dampak langsung dan tidak langsung dari penyediaan produk / jasa keuangan yang mudah di akses terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.

  31. dimas oktavinanda dan niko nugroho on said:

    DIMAS OKTAVINANDA (110432426576)
    NIKO NUGROHO (110432426586)
    MM
    Pertemuan ke 4

    1. Berikan analsis tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN!
    Kawasan ASEAN mencatat jumlah kunjungan wisatawan asing sebanyak 82 juta orang, tumbuh sekitar 9% dan 49% di antaranya adalah kunjungan atar Negara ASEAN. Pada pertemuan T-20 di Meksiko yang berlangsung baru-baru ini, Mari Pangestu menyatakan posisi Indonesia adalah mendukung tanpa mengabaikan aspek keamanan, dan mengingatkan bahwa kerjasama regional seperti ASEAN dan APEC yang sudah melakukan kerja sama dalam fasilitasi visa tahun lalu pada saat Indonesia menjadi ketua ASEAN, dan APEC Business Travel Card yang sudah mencangkup 18 negara. Indonesia juga menegaskan pentingnya kerja sama untuk peningkatan kapasitas menerapkan sistem visa elektronik bagi negara-negara berkembang, kegiatan perihal di atas sangatlah berpengaruh dalam upaya pembangunan Negara terutama terkait financial inclusion tersebut.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut!
    Menurut data resmi dari otorita, kredit macet melalui financial inclusion ini sebetulnya jauh lebih rendah dari kredit macet di bank-bank besar. Namun pemerintah dan bank Indonesia tetap menyusun guidelines dan monitoring seperlunya sambil melakukan pendidikan mendasar tentang perbankan, perluasan jasa, perlindungan konsumen, peningkatan kelayakan dan distribusi produk-produk keuangan melalui onofasi dan teknologi. Mengingat popularitas dan pesatnya perkembangan strategi financial inclusion yang sampai dibahas dalam konfresi ASEAN dan G20 di meksiko baru-baru ini, maka strategi ini jelas akan membawa angin perubahan bagi pengembangan perbankan nasional baik dalam struktur organisasi, manajemen, penetapan serta penempatan anggaran oprasional, pemasaran dan khususnya peningkatan mutu pelayanan.

    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. Berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya!

    Perkembangan financial inclusion di Indonesia membawa perubahan besar bagi kegiatan perbankan di Indonesia, financial inclusion sangatlah bermanfaat dan penting bagi kinerja perbankan itu sendiri, perbaikan kondisi social rakyat maupun pertumbuhan ekonomi nasional. System perbankan konfesional dengan mendirikan cabang-cabang di hampir setiap sudut kawasan komersial strategis dalam peluasan pelayanan perbankan dengan biaya operasi cukup besar, barang kali tak lama lagi akan masuk dalam catatan sejarah perbankan.

    Komentar : Menurut kami financial inclusion di Indonesia benar-benar sangat berpengaruh terhadap perkembangan Negara Indonesia, terutama dalam bidang perbankan tadi, karena lewat kegiatan bank inilah semua masyarakat dimudahkan dalam bertransaksi.

    BI Rate : 5,75%
    Penyerapan SBI : Rp. 38,0247 Tr
    Cadangan Devisa :$ 108.990
    Inflasi IHK (yoy) Agus 2012 :4,58%

  32. harya kusumayudha D.S on said:

    Nama Kelompok : Yudhistira Fajar P ( 110432426557 ) Harya Kusumayudha D.S ( 110432426569 ) Off / Jurusan : MM / S1 Ekonomi Pembangunan
    Hari / Tanggal : Rabu / 12 September 2012( pertemuan III )
    1. Pokok-pokok pikiran dalam Financial Inclusion.
    Financial inclusion atau inklusi keuangan (keuangan untuk semua), penting di miliki setiap lembaga perbankkan. salah satu cara untuk memberikan kemudahan masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan. Dengan iklusi keuangan akses ke dunia perbangkan akan lebih besar. Perbankan juga bisa melakukan sinergi antarbank dan antarlembaga keuangan mikro dengan lembaga nonkeuangan, termasuk asosiasi dan komunitas. Jadi intinya financial inclusion adalah cara mempermudah antara lembaga bank , lembaga keuangan non bank , dan masyarakat untuk saling bertransaksi dalam kegiatan ekonomi.
    2. Permasalahan-permasalahan dalam Financial Inclusion.

    • Minimnya pengetahuan masyarakat tentang apa itu dan bagaimana financial inclusion pada lembaga keuangan. Terutama pada masyarakat pedesaan, sebab di pedasaan rata-rata pendidikan masyarakat serta pemahaman masyarakat tentang perbangkan masih kurang atau rendah.
    • Adanya kesulitan jika dalam masalah perkreditan tidak ada pendampingan secara langsung sedangkan hal tersebut membutuhkan biaya dalam pelaksaannya.
    • Tidak meratanya lembaga perbankkan dalam melakukan ekspansi karena perbankkan biasanya cenderung memilih daerah yang sudah maju dan ekonominya sudah berkembang.
    3. Indikator-Indikator dalam Financial Inclusion.

    • Perbankkan menjadi motor melalui progam sosialisasi dan edukasi masyarakat terhadap layanan perbankkan yang akan menunjang pengembangan masyarakat dalam kegiatan ekonomi.
    • Akses yang lebih mudah dan praktis menciptakan dampak positif bagi kualitas hidup masyarakat.
    • kualitas layanan perbankkan yang menarik dan menguntungkan akan menarik masyarakat untuk menggunakan jasa perbankkan dalam kehidupan dan kegiatan ekonomi masyarakat sehari-hari.

  33. harya kusumayudha D.S on said:

    Nama Kelompok : Yudhistira Fajar P ( 110432426557 ) Harya Kusumayudha D.S ( 110432426569 ) Off / Jurusan : MM / S1 Ekonomi Pembangunan
    Hari / Tanggal : Rabu / 12 September 2012( pertemuan IV )

    1. Menurut kami perkembangan financial inclusion di Negara-negara ASEAN sudah cukup baik serta memiliki dampak yang cukup berpengaruh dalam pengembangan serta kemajuan ekonomi masyarakat. Perbankan terus mengupayakan agar financial inclusion dapat merata serta menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bila hal tersebut dapat terlaksana maka kemajuan ekonomi serta kualitas masyarakat dinegara-negara ASEAN akan lebih maju dan akan lebih berkembang, dan tidak menutup kemungkinan akan dapat bersaing dengan Negara-negara EROPA yang memiliki system financial inclusion yang lebih baik serta dapat menunjang kemajuaan negara-negara ASEAN yang sedang berkembang.
    2. Perkembangannya di kawasan ASEAN contohnya:
    • Indonesia : sekitar 19,58% rumah tangga memiliki akses terhadap pinjaman bank dan sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman ke bank. Sedangakn jika dari segi simpanan, data Lembaga Penjamin Simpanan(LPS) diketahui hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di bank, sehingga penetrasi penyimpanan di bank hanya sekitar 26% dari total populasi Indonesia.
    • Malaysia : Malaysia tingkat menabung lebih tinggi dibanding Indonesia. Jumlah rekening simpanan di Malaysia sebanyak 2.063,3 untuk setiap 1.000 orang atau satu orang bisa memiliki dua rekening. Rasio simpanan terhadap PDB sebesar 105,5 persen.

    Untuk jumlah rekening kredit sebanyak 963,6 per 1.000 orang. Rasio kredit terhadap PDB mencapai 113,2 persen dan kantor cabang tiap 1.000 penduduk sebanyak 11,44 buah.
    3. perkembangan financial inclussionnya dapat di tinjau dari data berikut.

    • INDIKATOR BANK PERKREDITAN RAKYAT
    Kinerja 2010 2011
    Jumlah BPR 1.706 1.669
    Kantor pusat 1.706 1.669
    Kantor cabang 1.088 1.223
    Kantor pos 1.116 128

  34. Razan Fahlevi on said:

    Rama Adhietya Wienatha (110432426584)
    Razan Fahlevi (110432426568)
    Off.MM, Rabu 1-3
    Pertemuan ke-4
    1. Dengan terpuruk nya perekonomian Negara-negara maju semakin mendorong bertumbuhnya Negara-negara berkembang seperti ASEAN.Hal ini disebabkan karena mendorong nya aliran modal ke Negara-negara berkembang,yang memperbanyak pendirian sektor-sektor keuangan.
    Karena itu kawasan ini justru mengalami peningkatan inklusi keuangan yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat.Namun hal ini tidak didukung dengan kemudahan akses layanan untuk memperluas inklusi keuangan di daerah-daerah pelosok.

    2. Menurut Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid mengatakan, di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan.Sementara Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.

    3. Dari sejumlah sampel responden, ditemukan fakta menarik sebagai berikut :
    – Pertama, hanya sebanyak 20% dari populasi masyarakat Indonesia telah memiliki rekening di lembaga keuangan formal.
    – Kedua, sebanyak 8% dari populasi masyarakat Indonesia yang telah memiliki rekening ternyata dipergunakan untuk menerima pembayaran gaji atau upah.
    – Ketiga, sebanyak 15% dari populasi masyarakat Indonesia menabung di lembaga keuangan formal dalam satu tahun terakhir.
    – Keempat, sebanyak 9% dari populasi masyarakat Indonesia meminjam/kredit pada lembaga keuangan formal dalam satu tahun terakhir. Dan,
    – Kelima, sebanyak 42% dari populasi masyarakat Indonesia meminjam atau berhutang dari keluarga atau teman dalam satu tahun terakhir.
    Data di atas menunjukkan masih rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat kepada lembaga keuangan formal, sekaligus menunjukkan besarnya potensi pasar yang bisa digarap oleh lembaga keuangan formal, khususnya perbankan, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit. Sementara itu, terkait dengan akses tabungan dan kredit, ditemukan hasil yang menarik, yaitu:
    – Pertama, sebanyak 32% dari masyarakat Indonesia tidak terlayani oleh perbankan atau dengan kata lain belum memiliki rekening tabungan.
    – Kedua, sebanyak 40% dari masyarakat Indonesia belum menggunakan jasa layanan pinjaman/kredit.

  35. Rama Adhietya W on said:

    Rama Adhietya W (110432426584)
    Putra Cahya Trinata (110432426583)
    Off.MM, Rabu 1-3
    Pertemuan 3

    1. Pokok – pokok pikiran dalan financial inclusion?
    Inklusi keuangan adalah kegiatan atau layanan lembaga keuangan secara menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun nonharga terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

    2. Permasalahan dalam Financial Inclusion.?
    Kendala utama yang dihadapi dalam menciptakan inklusi keuangan adalah bagaimana menciptakan komitmen dari pemangku kepentingan yang terlibat, baik pemerintah maupun sektor swasta, dalam pemberlakuan strategi tersebut.

    3. Indikator-Indikator dalam Financial Inclusion.?
    Saat ini terdapat lima indikator dalam kegiatan inklusi keuangan, indikator tersebut adalah edukasi keuangan, pemetaan informasi keuangan, fasilitasi intermediasi, saluran distribusi, dan regulasi yang mendukung.

  36. ines karina putri (110432426567)
    wiwin damayanti (110432426590)
    off. MM

    Tugas pertemuan-3
    1. Financial Inclusion adalah layanan yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat luas, terutama yang berpendapatan rendah. Tujuan Financial Inclusion adalah untuk memudahkan masyarakat berinteraksi dengan lembaga keuangan. Alasan diadakannya Financial Inclusion yaitu karena beberapa faktor dari lembaga keuangan yang menyulitkan masyarakat kecil untuk melakukan akses, faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
     bunga kredit tinggi
     biaya menabung tinggi
     biaya transaksi tinggi
     resiko tinggi
     dan produk yang tidak sesuai dengan jangkauan masyarakat
    Financial Inclusion diperuntukkan bagi masyarakat umum, terutama masyarakat yang berpendapatan rendah, misalnya buruh tani dan petani yang tidak mempunyai tanah,. Hambatan – hambatan yang dialami lembaga keuangan dalam menjalankan Financial Inclusion terletak pada masalah tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kurangnya sosialisasi dan lemahnya Financial Literacy. Untuk mengatasi masalah – masalah tersebut perlu dilakukan beberapa langkah, diantaranya dengan meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang lembaga keuangan dan meningkatkan jangkauan layanan hingga ke pelosok – pelosok daerah.

    2. Permasalahn Financial Inclusion
    Permasalahan – permasalahan yang muncul dan dapat menghambat berjalannya program Financial Inclusion diantaranya :
    1. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan lembaga keuangan
    2. Tingkat Pendidikan masyarakat yang rendah, sehingga sulit untuk melakukan penyuluhan tentang keuangan.
    3. Kurangnya sosialisasi ( penyuluhan )
    4. Rendahnya daya jangkau lembaga keuangan terhadap daerah pelosok , yang mana lembaga keuangan banyak yang belum bisa menjangkau hingga ke pelosok – pelosok daerah.

    3. Indikator-indikator
    Hal – hal yang ingin dicapai saat lembaga keuangan mengadakan program Financial Inclusion antara lain :
    1. Meningkatkan Financial Literacy
    2. Mengurangi hambatan – hambatan yang ada di masyarakat umum yang belum terjangkau keuangan
    3. Memudahkan masyarakat kecil untuk mendapatkan akses modal
    4. Meningkatkan minat kredit masyarakat

  37. Ringganing Shintia Novia on said:

    Ringganing Shintia Novia (110432426579)
    Alfinda Yana Afrista (110432426553)
    OFF MM, Rabu 1-3, pertemuan ke 3

    pokok pikiran dalam Financial Inclusion
    financial inclusion berperan sebagai penyedia layanan keuangan bagi masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan bank umum dengan penekanan terhadap kepentingan aspek jangkauan layanan keuangan daripada kualitas layanan keuangan. Financial Inclusion memberikan kemudahan terhadap masyarakat untuk mengakses lembaga keuangan sehingga membuat masyarakat tidak awam lagi dengan lembaga keuangan. Financial Inclusion berperan sangat detail karena jangkauannya luas hingga dapat menyentuh masyarakat kecil. hal ini sangat baik untuk program ekonomi kerakyatan.

    masalah Financial Inclusion
    salah satu lembaga keuangan yang banyak terlibat dalam Financial Inclusion adalah BPR. dalam prakteknya BPR sering menerapkan bunga tinggi walaupun jangkauan BPR sampai pada pelosok daerah. Hal lain yang menjadi masalah, Financial Inclusion membutuhkan lebih banyak pengawasan atau pendampingan sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar. Financial Inclusion juga membutuhkan teknik atau cara dalam melebarkan jangkauan lembaga keuangan terhadap masyarakat.

    indikator dalam Financial Inclusion
    1. untuk dapat mengenalkan lembaga keuangan pada masyarakat luas untuk pendidikan terhadap pengelolaan keuangan
    2. pengaksesan yang mudah dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat

  38. Afrieanto suprobo (110432426585)
    Razan Fahlevi (110432426568)
    OFF MM
    pertemuan ke-3

    1.
    Menurut kelompok kami pokok – pokok pemikiran financial inclusion yaitu untuk membangun struktur perbankan nasioanal yang kuat, juga sebagai akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum terjangkau bank umum dan Inklusi keuangan yang lebih besar akan meningkatkan stabilitas keuangan.Bpr juga membantu perekonomian masyarakat yang belum mengenal atau terjamah oleh hadirnya bank.

    2.
    Masalah utama yang membuat financial inclusion di Indonesia tidak begitu baik ialah masalah tingkat pendapatan perkapita yang rendah disertai kurangnya tingkat pendidikan . sehingga membuat tingkat Financial Literacy di Indonesia dapat dikatakan buruk Karena hanya 48% dari rumah tangga yang memiliki rekening bank
    Minimnya pengetahuan masyarakat terutama masyarakat desa atau pelosok tentang bank.

    3.
    -Keberadaan BPR dapat menjadikan peran bank semakin mudah.
    -dapat menganggat perekonomian rakyat Indonesia karena jangkauan BPR sampai ke pelosok pelosok desa,kampong kampong yang tidak terjangkau oleh bank.

  39. Puspita Yogatama RR on said:

    1. Puspita yogatama RR (110432426542)
    2. Savela Anggraeni (110432426515)
    OFF L / pertemuan k-4

    1. Secara garis besar financial inclusion adalah usaha untuk mengikutsertakan masyarakat miskin yang tidak tersentuh layanan jasa keuangan,memperoleh akses ke dalam layanan jasa keuangan demi memperbaiki standar kehidupannya. Implementasi ASEAN Framework on EED (AFEED) mencatat perkembangan yang cukup baik, ditandai dengan pelaksanaan Konferensi ASEAN Pertama mengenai Financial Inclusion yang telah diadakan pada 27-28 Juni 2012 di Jakarta, Indonesia. Konferensi financial inclusion akan membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui upaya pemberdayaan UKM. Para Menteri juga sepakat agar Senior Economic Officials Meeting (SEOM) dapat segera merampungkan program kerja pelaksanaan AFEED.

    2. Sampai saat ini, akses keuangan finansial ekonomi ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia. Di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.Oleh karena itu, Gerakan Pemuda Ansor menilai diperlukan sebuah upaya masif dan sistematis untuk membuka akses keuangan yang seluas-luasnya bagi seluruh lapisan warga masyarakat, khususnya kelompok miskin, sehingga memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.

    3. Pemulihan krisis ekonomi di Negara maju biasanya lebih cepat dibanding negara berkembang. Kondisi sosial ekonomi di Negara berkembang saat ini diwarnai oleh kesenjangan cukup dalam. Di Indonesia, perkembangan financial inclussionnya boleh dibilang sangat rendah. Sekitar 49% orang dewasa tidak memiliki akses perbankan. Penetrasi perbankan masih kecil. Dana pihak ketiga baru 36% dari PDB, sedangkan kredit baru 27% dari PDB.
    Sebagian besar UMKM berkembang tanpa dukungan dana bank. Dari Rp 2.830 triliun dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan, sekitar 41% berasal dari 49.500 rekening dengan simpanan di atas Rp 5 miliar dan jika dibedah lebih jauh, rekening itu hanya dimiliki oleh sekitar 15.000 orang kaya. Sekitar 97,4% rekening dengan simpanan Rp 100 juta ke bawah hanya memiliki dana 16,5% dari dana pihak ketiga.
    Sekitar 68% dana pihak ketiga berasal dari 0,64% rekening dengan simpanan Rp 500 juta ke atas. LPS tidak menyediakan data lebih perinci. Kemungkinan besar, 80% rekening hanya berisi dana kurang dari Rp 10 juta. Inilah kesenjangan riil simpanan di perbankan nasional.
    Untuk asuransi, akses masyarakat lebih rendah lagi. Lebih dari 70% penduduk Indonesia tidak memiliki polis asuransi jiwa. Mereka bahkan tidak memiliki jaminan hari tua dan kematian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja, mereka masih susah. Pengeluaran Rp 8.000 per hari yang menjadi batas garis kemiskinan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum.

  40. Irda Mega Savitri on said:

    SINTA MAULA WATI (110432426523)
    IRDA MEGA SAVITRI (110432426527)
    OFF L – S1 Ekonomi & Studi Pembangunan

    1) Perkembangan financial inclusion di Indonesia : Menurut Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pertemuan ke-7 di Loas Cabos, Mexico, medio Juni lalu menyampaikan keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan financial inclusion melalui pembiayaan mikro kepada masyarakat kelas bawah bahwa angka produk domestic bruto (PDB) yang mencapai US$ 845,70 miliar pada 2011 salah satunya disumbang oleh peran pembiayaan usaha mikro. Namun disisi lain, Indonesia perlu bercermin dari tingkat akses keuangan yang paling rendah diantara negara anggota G-20. Menurat global financial index 2012 yang dirilis bank dunia(world bank), tingkat akses keuangan di Indonesia hanya 20% dari populasi usia 15 tahun keatas. Berbeda dengan pendapat Bank Indonesia yang menggambarkan masih rendahnya tingkat financial inclusion di Indonesia. Berdasarkan survey yang dilakukan dengan responden 4.095 rumah tangga pada 2011, hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank. Artinya, sekitar 80% rumah tangga Indonesia belum mengakses pinjaman ke bank. Dari sisi akses simpanan juga demikian. Data lembaga penjamin pinjaman (LPS) yang menjelaskan jumlah rekening tabungan per April 2012 mencapai 95,80 juta belum menggambarkan secara riil penetrasi tabungan.

    2) Indikator-indikator dalam financial inclusion : Indikator financial inclusion tidak lain adalah akses keuangan yang paling rendah diantara negara anggota G-20. Selain itu, akses keuangan baik berupa akses pinjaman bank maupun akses simpanan masih bisa digolongkan rendah.

    3) Faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia :
    a) Lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan
    b) Paradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga bank-bank cenderung memiliki daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan berekspansi jaringan distribusi, seperti kantor maupun saluran elektronik semisal automatic teller machine (ATM).
    c) Kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas seperti diindikasikan dari besarnya angka kemiskinan yang menurut data resmi badan pusat statistika (BPS) per 2011 mencapai 30,02 juta orang ditambah dengan sekitar 30 juta orang yang masuk kategori hamper miskin.
    d) Mahalnya biaya-biaya yang dikenakan di perbankan, contohnya biaya transfer melalui kliring nasional (SKN) an riil time gross settlement (RTGS) yang dikenakan kepada nasabah dan diakui BI itu terlalu tinggi dibandingkan dengan biaya yang dibayar kepada BI.

    4) Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di Indonesia :
    a) Mempermudah akses keuangan maupun perbankan.
    b) Membantu mengurangi tingkat kemiskinan.
    c) Adanya pemerataan distribusi kesejahteraan.
    d) Inovasi teknologi akses keuangan yang murah, akan membuat masyarakat Indonesia mampu ke bank untuk memanfaatkan jasa-jasa keuangan.

    5) Analisis perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN : Beberapa negara maju di ASEAN, tingkat financial inclusion semakin meningkat. Sebaliknya negara berkembang di ASEAN, tingkat financial inclusion tidak mengalami peningkatan yang besar. Masyarakat di negara berkembang hanya memiliki akses yang rendah di lembaga keuangan. Rendahnya financial inclusion di negara berkembang bisa dilihat dari rendahnya pendapatan perkapita. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara financial inclusion dan perdapatan perkapita.

    6) Data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN : Perkembangan financial inclusion pada setiap negara dapat dilihat di data-data yang dimiliki oleh bank sentral di setiap negara. Seperti di Indonesia, data mengenai financial inclusion dapat diperoleh melalui Bank Indonesia (BI). Perkembangan financial inclusion dapat dipantau melalui lembaga keuangan seperti bank sentral dikarenakan kegiatan ekonomi dipantau sepenuhnya oleh lembaga tersebut.

    7) Perkembangan financial inclusion di Indonesia : Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia terus mengalami kemajuan yang signifikan. Berbagai akses pembayaran telah hadir demi menciptakan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat. Tidak hanya nasabah perbankan, masyarakat unbanked pun sudah dapat memanfaatkan layanan pembayaran melalui berbagai akses pembayaran. Kemudahan masyarakat baik perbankan maupun unbanked dalam mengakses dan memanfaatkan layanan jasa keuangan yang didukung oleh berbagai infrastruktur pendukung inilah yang sering disebut Financial Inclusion. Namun saat ini, sekitar 49% penduduk Indonesia atau sekitar 115 juta masyarakat belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Minimnya lembaga keuangan di suatu wilayah dan masih kurangnya kepercayaan masyarakat dalam menggunakan jasa lembaga keuangan bisa dikatakan menjadi alasan yang paling kuat. Padahal dengan mengakses ke lembaga keuangan, dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut dan pertumbuhan ekonomi pun bisa berjalan lebih baik. Bank Indonesia (BI) sebagai regulator keuangan di Indonesia menyampaikan lima produk utama keuangan yang diperlukan masyarakat dalam menghadapi Financial Inclusion, yaitu tabungan, kredit, sistem pembayaran, asuransi kredit, dan produk / jasa keuangan. Untuk mendukung program Financial Inclusion, unsur regulasi, intermediasi, aktivitas edukasi, pemetaan informasi keuangan dan penyediaan saluran distribusi perlu dibangun serta dikedepankan, sehingga masyarakat mampu memperoleh kemudahan akses ke fasilitas keuangan.

  41. Yuli Dahliana Kartika on said:

    Yuli Dahliana Kartika (110432426545)
    Aslia (110432426533)
    OFF L – S1 Ekonomi & Studi Pembangunan

    Indonesia bergabung dalam G-20, pada pertemuan ketujuh di Loas Cabos, Meksiko, Medio Juni Indonesia mengagendakan pembahasan financial inclusion Indonesia yang mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukan dengan pencapaian US$ 845,70 miliar pada tahun 2011 Produk Domestik Bruto (PDB), hebatnya pembiaayaan usaha mikro juga mengambil peran terbesar disini. Menurut global financial index 2012 yang dirilis bank dunia tingkat akses keungan diIndonesia hanya 20% dari usia 15 tahun, kemudian pada tahun 2011 berdasarkan suvei yang dilakukan dengan responden 4.095 rumah tangga hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank. Jadi bisa dikatakan sekitar 80% ibu rumah tangga tidak mempunyai akses pinjaman ke Bank, selain itu data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjelaskan jumlah rekening tabungan per april 2012 mencapai 95,80 juta sedangkan pada kenyataanya banyak orang yang memiliki lebih 1 rekening. Sehingga bisa dikatakan satu orang memilki 1,5 rekening dan hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening dibank. Jadi penetrasi penyimpanan dana dibank pun hanya 26% dari total populasi. Maka bisa dikatakan perkembangan financial inclusion di Indonesia seperti yang telah dijabarkan diatas.

    Indonesia mampu meningkatkan financial inclusion akan tetapi tingkat akses keuangan Indonesia merupakan akses keungan paling rendah diantara negara anggota G-20, akses keungan baik berupa akses pinjaman bank maupun akses simpanan masih bisa digolongkan rendah. Dengan Indikator tersebut sehingga Indonesia seharusnya melakukan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di Indonesia.

    Faktor pertama yang menjadi penyebap rendahnya akses finansial di Indonesia adalah rendahnya tingkat pendidikan dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan. Kemudian yang kedua pradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga bank-bank cenderung memilih daerah dengan perekonomian yang sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan berespansi jaringan distribusi seperti kantor maupun saluran elektronik. Ketiga kondisi perekonomian masyarakat yang masih tergolong terbatas atau rendah, dan yang ke empat mahalnya biaya yang dikenakan perbankan. Kemiskinan juga menjadi faktor penghambat utama dalam mengingkatkan financial inclusion.

    Adapun upaya yang dapat dilakukan dengan memperluas serta mempermudah akses keungan maupun perbankan, selain itu dengan mendukung program masyarakat menengah kebawah dengan memberikan perlindungan ansuransi dengan cara menabung melalui perbankan. Upaya lainnya juga dapat dilakukan dengan membantu usaha mikro atau pemberian modal kepada masyarakat menengah, bisa juga dengan memberikan kemudahan pinjaman sesuai dengan pendapatan hal ini ditujukan agar masyarakat menengah kebawah mampu mencukupi kebutuhannya.

  42. ahmad hario.s(110432426587) erwin yudi krestanto (110432426555) on said:

    of:MM pertemuan ke 3

    1. Pokok-pokok pikiran dalam Financial Inclusion.

    masarakat kota kota domminan melakukan transaksi perbankkan dengan lembaga-lembaga keuangan di banding kan dengan masarakat daerah hal ini menyebabkan terhambat nya perputaran uang dan terhambat nya pembangunan struktur perbankkan yang kuat. Di karenakan tidak meratanya pelayan perbank kan .dengan ada nya layanan Financial Inclusion di harap kan bisa seluruh masarakat secara global bisa mudah melakukan transaksi perbankkan dan semua masarakat global menjadi masarakat yang bankabel.
    2. Permasalahn Financial Inclusion
    Kendala utama yang dihadapi adalah sosialisasi terhadap masarakat global yang terutama masarakat daerah yang kurang megerti tentang perbankkan dan dalam menciptakan inklusi keuangan adalah bagaimana menciptakan komitmen dari pemangku kepentingan yang terlibat, baik pemerintah maupun sektor swasta, dalam pemberlakuan strategi tersebut.
    3. Indikator-Indikator dalam Financial Inclusion
    Diharapkan financial inclusion dapat menjadi Kebijakan dalam meningkatkan ketahanan perbankan, Penguatan kebijakan makroprudential dan Penguatan fungsi pengawasan.

  43. JANUAR PEBRIANTO (110432426572)
    FAHMI AZAM (110432426525)
    Pertemuan ke 4
    Jam 1-3
    D3 206

    1. Bagaimana perkembangan financial inclusion ?
    Answer : Perkembangan lembaga keuangan di indonesia masih di bilang rendah, karena terbukti bahwa dari 4.095 rumah tangga tahun 2011 hanya 19.58% yang memiliki akses pada pinjaman bank. dalam simpanan bank juga terbukti, meskipun jumlah rekening bank 95,80 juta tetapi dari faktanya banya 1 orang yang mempunyai 3-2 rekening.

    2.Indikator financial inclusion ?
    Answer : Dengan asumsi satu orang memiliki 1,5 rekening, hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di bank. dengan asumsi itu, penetrasi penyimpan dana di bank pun hanya 26% dari total populasi Indonesia

    3. Faktor penyebab rendahnya financial inclusion ?
    Answer : a. lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan, b. paradigma perbanka yang menganut prinsip follow the trade, c. kondisi masyarakat yanng terbatas atau miskin, d. mahalnya biaya yang di kenakan di perbankan

    4. Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion ?
    Answer : BI telah mendorong bank-bank untuk meluncurkan produk TabunganKu yang bebas biaya administrasi yang merupakan bagian dari edukasi dan menyasar masyarakat lapisan bawah dan Menerbitkan instrumen electronic money untuk mempermudah mengakses layanan keuangan.

    5. Berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN ?
    Answer : Dalam perkembangannya hingga kini, dengan terpuruknya perekonomian negara-negara maju (advance countries), telah mendorong aliran modal ke negara-negara sedang berkembang (emerging economies) karena kawasan ini justru mengalami pertumbuhan yang baik sehingga masuk kategori kawasan yang bertumbuh dengan kuat.

    Hal ini memberikan peluang yang besar bagi negara-negara sedang berkembang tersebut untuk terus memberdayakan masyarakatnya dalam berbagai kegiatan berbasis keuangan melalui penyediaan akses ke lembaga keuangan yang seluas-luasnya. Pendekatan yang dilakukan ini dikenal dengan istilah financial inclusion.

    Dalam keanggotaan negara-negara G20, tingkat literasi keuangan di negara-negara maju juga lebih menonjol dibandingkan negara-negara sedang berkembang. Sebagai salah satu negara anggota G20, akses jasa keuangan masyarakat di Indonesia masih berkisar 20%. Hal ini menunjukkan betapa masih besarnya warga masyarakat Indonesia (sekitar 80%) yang tidak atau belum memiliki akses ke lembaga keuangan.

    Kondisi tersebut memberikan makna penting, bahwa pemerintah dan regulator keuangan bersama dengan seluruh pelaku industri keuangan seyogyanya memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat yang tergolong ke dalam “unbanked society” melalui pendekatan financial inclusion.

    Dari kaca mata industri perbankan, kelompok masyarakat tersebut memiliki potensi dana yang cukup besar untuk dikelola dengan baik sebagai sumber daya keuangan bagi pembangunan ekonomi nasional.

    6. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut ?
    Answer : Masalah inklusi keuangan (financial inclusion) tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga di sejumlah negara lain. Tercatat kepemilikan rekening di negara-negara maju (yaitu Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD) yang saat ini berada rata-rata di atas 50% terhadap jumlah penduduknya berbanding terbalik dengan di negara-negara sedang berkembang (yaitu Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur) yang berkisar rata-rata 30%.

    Lebih jauh, besarnya persentase kepemilikan rekening di negara-negara maju (Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD) tersebut berbanding lurus dengan tingkat pendapatan per kapita (GDP per kapita) yang rata-rata di atas US$ 20 ribu. Semakin tinggi GDP per kapita, semakin tinggi pula persentase kepemilikan rekening di lembaga keuangan formal.

    Sebaliknya, semakin rendah GDP per kapita di negara-negara sedang berkembang (Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur), maka tingkat persentase kepemilikan rekening semakin rendah atau sedikit.

    Kondisi seperti itu menunjukkan tingkat literasi keuangan di negara-negara maju lebih tinggi dibandingkan di negara-negara sedang berkembang. Untuk itu kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, melainkan harus segera diseimbangkan secara proporsional dengan cara mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat di emerging countries melalui program financial inclusion.

    Dengan demikian, hal itu juga memberikan indikasi bahwa potensi pengembangan industri keuangan di negara-negara sedang berkembang akan terus terjadi di masa-masa yang akan datang.

    • Bahrudin Sofi. A 100413405286
      Naranobel Putra.B 100413405288
      Off L/S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
      Tugas pertemuan ke-3/ kamis, 13 September 2012

      1. Bagaimana perkembangan financial inclussion di indonesia?

      jawab:
      financial inclussion di ASEAN perkembangannya cukup bagus dan stabil, namun masih terjadi kesenjangan perkembangan diantara negara-negara ASEAN
      terutama di indonesia, masih terdapat cukup banyak kurang paham mengenai lembaga keuangan, dan berdampak pada ketidak efektifan program finalncial inclussion, hal ini disebabkan karena faktor alam indonesia yang cenderung beragam, jarak serta medan membuat sosialisasi kurang bisa menyebar sesuai dengan yang diharapkan. padahal program Financial Inclusion sangat dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan dan mendorong pembangunan nasional.

      2. Indikator-indikator dalam financial inclusion di Indonesia?

      jawab:
      masyarakat yang percaya pada bank, masyarakat yang membutuhkan lembaga keuangan ialah yang diharapkan, namun masih banyak masyarakat yang tidak menyimpan uang di bank, judga dalam masalah meminjam dana, masih banyak masyarakat yang meminjam uang ke rentenir yang pada akhirnya hanyalah menyengsarakan mereka sendiri.

      3. Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia?

      jawab:
      a. kurangnya kegiatan edukasi keuangan diluar lembaga pendidikan, dan minimnya perlindungan konsumen yang berdampak pada keraguan masyarakat awam terhadam financial inclussion
      b. masih minimnya fasilitas intermediasi untuk mepertemukan antara lembaga keuangan dengan masyarakat yang tidak tersentuh perbankan, bisa karena aspek geologis atau ketertinggalan pembangunan
      c. teknologi yang kurang canggih dalam saluran distribusi keuangan menyebabkan tersendatnya proses perluasan saluraan distribusi
      d. kurangnya kebijakan yang inovatif dan mendukung kebijakan financial iclussion

      4. Upaya apa yang dapat di lakukan untuk meningkatkan financial inclossion di indonesia?

      jawab:
      bisa dengan menggalakan program UMKM yang berbasis pada lembaga penyedia dan berbunga rendah. juga sosialisasi dan pembelajaran tentang ekonomi kepada msyarakat umum, bisa lewat media massa maupun media cetak

      berikut ialah program pemerintah dalam usaha meningkatkan perkembangan financial inclussion di indonesia:
      a. Perluasan kegiatan edukasi keuangan dan perlindungan konsumen
      b. Peningkatan kelayakan keuangan melalui capacity building
      c. Penyediaan fasilitasi intermediasi untuk menjembatani kelompok masyarakat yang tidak tersentuh perbankan dengan akses perbankan
      d. Perluasan saluran distribusi produk keuangan melalui inovasi dan teknologi
      e. Penerbitan kebijakan dan ketentuan untuk mendukung dan mempercepat financial inclusion.

  44. RATU TANIA RISCA F. (110432426532) OFF /L S1 EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN RATNA P RURING (100431401668)OFF/P S1 PENDIDIKAN EKONOMI on said:

    1. Bagaimanakah perkembangan financial inclusion di indonesia?
    Financial inclusion di indonesia masih sangat rendah karena masih banyak orang indonesia yang belum terjangkau oleh layanan lembaga keuangan formal yaitu bank karena bank lebih memilih daerah dengan perekonomian yang sudah berkembang di banding memperluas nasabah baru di daerah yang memiliki financial inclusion rendah seperti Maluku dan Papua. Selain itu tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat tidak mengerti mengenai jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank sehingga hanya sekitar 20% dari populasi atau 40% dari 160 juta usia produktif di indonesia yang mengakses perbankan.
    2. Indikator-indikator dalam financial inclusion:
    Adapun indikator dalam financial inclusion ada 2 yaitu finacial literacy dan education of financial rendahnya angka financial literacy membuat sebagian besar masyarakat buta akan fungsi dan peranan bank terlebih masyarakat golongan menengah kebawah, mereka lebih memilih menggunakan jasa rentenir dibanding menggunakan jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank. Rendahnya pendidikan juga menyebabkan rendahnya angka financial inclusion.
    3. Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di indonesia
    Perkembangan financial inclusion di indonesia masih sangat rendah karena:
    a. Rendahnya pendidikan dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan. Mayoritas 58,36% dari angkatan kerja berpendidikan sekolah dasar sehingga kurang mengerti tentang jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank.
    b. Bank- bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar. Bank lebih terpikat memperebutkan nasabah yang sudah ada daripada memperluas nasabah yang baru dan resikonya belum diketahui dan membutuhkan biaya-biaya banyak untuk memberi pengetahuan kepeda mereka.
    c. Kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas seperti masyarakat yang pendapatannya hanya cukup atau bahkan kurang untuk konsumsi. Seperti versi Bank Dunia jika orang yang pengeluarannya dibawah US$2 perhari maka dapat disebut orang miskin, jumlah kemiskinan di indonesia mencapai 98 juta orang atau sekitar 41% dari populasi 240 juta jiwa.
    d. Mahalnya biaya-biaya yang dikenakan di perbankan sehingga masyarakat papan bawah memiliki kekhawatiran untuk memanfaatkan jasa bank terutama untuk menabung.
    4. Upaya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di indonesia
    Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di indonesia yaitu adanya kerjasama antara lembaga perbankan, perusahaan telekomunikasi, perusahaan teknologi, penyelenggara sistem pembayaran serta pemerintah. Peran pemerintah disini meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menekan angka kemiskinan dengan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang luas bagi masyarakat.upaya yang dilakukan bank yaitu bank memperluas aksesnya dengan cara masuk ke daerah-daerah yang financial inclusionnya rendah seperti papua dan maluku. Bank tidak hanya berpihak kepada nasabah-nasabah yang kaya dengan pelayanan yang istimewa, tapi juga mempedulikan nasabah kecil dengan biaya ringan. Dengan adanya pemerataan distribusi kesejahteraan dan inovasi teknologi yang melahirkan akses keuangan yang murah akan makin banyak orang indonesia yang mampu ke bank untuk memanfaatkan jasa-jasa keuangan yang ditawarkan oleh bank sehingga mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi dan membantu mengurangi kemiskinan.

  45. yuli Dahliana kartika on said:

    Yuli Dahliana Kartika (110432426545)
    Aslia (110432426533)
    OFF L – S1 Ekonomi & Studi Pembangunan

    1. Analisis perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN :
    Masing-masing negara di ASEAN ada antara negara maju dan ada juga yang mash berkembang akan tetapi untuk ada kenaikan atau penurunan financial inclusion tergantung pada masing-masing tingkat kesejateraan serta pemerataan pendapatan. Permasalahan sering kali timbul pada negara berkembang hal ini dikarenakan negara berkembang memiliki akses yang rendah dibandingkan dengan negara maju, selain itu negara berkembang memiliki pradigma perbankan yang menganut prisnsip follow the trade seingga bank-bank cenderung memilih daerah dengan perekonomian yang sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar. Adapun minimnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan dinegara berkembang yang tidak sebanding dengan kemajuan dibidang teknologi terutama akses jaringan perbankan.
    2. Data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN :
    Setiap negara mempunyai masing-masing bank setral hal ini bertujuan agar perkembangan financial inclusion dapat dipantau. Misalnya untuk negara Indonesia data-data tentang perkembangan financial inclusion diIndonesia dapat dipantau melalui bank Indonesia.Selain itu bank dunia juga memiliki tentang data perkembangan financial inclusion dimasing-masing negara ASEAN.
    3. Perkembangan financial inclusion di Indonesia :
    Indonesia bergabung dalam G-20, pada pertemuan ketujuh di Loas Cabos, Meksiko, Medio Juni Indonesia mengagendakan pembahasan financial inclusion Indonesia yang mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukan dengan pencapaian US$ 845,70 miliar pada tahun 2011 Produk Domestik Bruto (PDB), hebatnya pembiaayaan usaha mikro juga mengambil peran terbesar disini. Menurut global financial index 2012 yang dirilis bank dunia tingkat akses keungan diIndonesia hanya 20% dari usia 15 tahun, kemudian pada tahun 2011 berdasarkan suvei yang dilakukan dengan responden 4.095 rumah tangga hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank. Jadi bisa dikatakan sekitar 80% ibu rumah tangga tidak mempunyai akses pinjaman ke Bank, selain itu data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjelaskan jumlah rekening tabungan per april 2012 mencapai 95,80 juta sedangkan pada kenyataanya banyak orang yang memiliki lebih 1 rekening. Sehingga bisa dikatakan satu orang memilki 1,5 rekening dan hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening dibank. Jadi penetrasi penyimpanan dana dibank pun hanya 26% dari total populasi. Maka bisa dikatakan perkembangan financial inclusion di Indonesia seperti yang telah dijabarkan diatas.

  46. Tarruno Binarso on said:

    Tarruno Binarso (110432426518) Iwan Kuswantoro (110432426519) Yogi Arif Darmawan (110432426537) Offering L , S1 Ekonomi Pembangunan. Pertemuan ke-3. hari Kamis 1-3.

    1. Bagaimanakah perkembangan financialinclusion di Indonesia?
    Perkembangan financial inclusion diIndonesia meningkat karena produk domestik bruto (PDB) yang mencapai $845,70 miliar pada 2011 . Salah satunya disumbang oleh pembiayaan usaha mikro kepada masyarakat kelas bawah. Namun tingkat akses keuangan di Indonesia masih rendah hanya 20% dari populasi usia 15 ke atas

    2. Indikator-indikator apa saja yang ada dalam financial inclusion?
    Financial inclusion yang diusung pemerintah akan sukses apabila debitor pelaku usaha mikro bisa bermigrasi ke akses pembiayaan komersial. Indikator penting lainnya adalah debitor mikro tidak selamanya mengakses kredit mikro. Dengan kata lain, pelaku usaha mikro harus bermigrasi atau berpindah ke kredit komersial

    3. Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia?
    Yang menjadi faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia adalah kemiskinan yang di alamai masyarakat Indonesia, literasi keuangan rendah yakni paham akan keuangan yang rendah,pendidikan yang minim juga membuat masyarakat Indonesia kesulitan untuk memahami financial inclusion, serta sosialisasi akan financial inclusion dari pihak-pihak atau institusi terkait terbilang masih minim.

    4. Upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di Indonesia?
    Upaya untuk meningkaatkan financial inclusion : menganut paradigma banks leading the development akan lebih baik dari pada mengusung prinsip banks follows the trade,berupaya untuk mengakses keuangan yang murah bagi masyarakat luas harus diperjuangkan untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi dan membantu mengurangi tingkat kemiskinan ,insfrastruktur yang memadai dan menciptakan sumber perekonomian. Tanpa peran pemerintah mustahil bank bersedia menjamah lahan kosong. Penyelenggara negara baik eksekutif maupun legislatif bisa mengkatkan kesejahteraan rakyat, menekan angka kemisknan dengan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang luas bagi masyarakat.

  47. pertemuan ke-3. financial inclision
    Endro Pebi (110432426516)
    Hanif Almachfudah (110432426534)
    Novi Mega B (110432426535)
    OFF: L / Ekonomi dan Studi Pembangunan

    Perkembangan financial inclusion di Indonesia masih tergolong rendah. Terbukti dari jumlah masyarakat yang mengakses perbankan baru 20% dari populasi di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena bank melum menjangkau daerah pedesaan, selain itu rendahnya pendapatan sebagian besar masyarakat juga meperlambat perkembangan financial inclusion di Indonesia.

    Meneurut global financial index 2012 yang dirilis world bank, tingkat akses keuangan Indonesia hanya 20% dari populasi usia 15 th ke atas. Data dari BI yang menunjukkan sekitar 80% rumah tangga belum mengakses pinjaman ke Bank.

    Rendahnya financial inclusion di Indonesia diakibatkan rendahnya edukasi sebagian besar masyarakat tentang perbankan dan akses jaringan perbankan. Kemudian dari bank sendiri pun memilih daerah-daerah yang tingkat ekonomi tinggi untuk melakukan penetrasi pasar. Kemiskinan juga menjadi kendala bagi pertumbuhan financial inclision. Mahalnya biaya yang dikenakan bank untuk administrasi juga menjadi kendala, bila nasabah menabubgkan uangnya di bank dengan nilai yang rendah maka uang nasabah tersebut lam-lama akan menyusut karena tingginya biaya administrasi.

    Ada beberapa upaya di dapat dilakukan yaitu dengan memperluas cabang-cabang bank ke pelosok seluruh Indonesia. Tetapi, dalam hal ini pemerintah juga harus menyediakan infrastruktur yang memadi pula. Bank juga harus mengistimewakan seluruh nasabah tidak hanya nasabah kaya saja yang fasilitas mewah.

  48. firly sobriya nur utomo on said:

    Firly Sobriya Nur Utomo (110432426521) Stifani Sang PP (110432426538) offering L/ S1 ekonomi dan studi pembangunan

    tugas pertemuan ke 3

    1. Bagaimanakah perkembangan financial inclusion di indonesia?
    Menurut kami financial inclusion di indonesia masih tergolong rendah, karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang lembaga keuangan. Dan juga lembaga keuangan kesulitan dalam menyediakan akses transaksi keuangan dan juga tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah terhadap lembaga keuangan.

    2. Indikator-indikator dalam financial inclusion?
    masyarakat yang percaya atau menggunakan jasa bank. diharapkan masyarakat untuk melakukan akses pinjaman ke bank. tapi kenyataannya malah sktar 80% rumah tangga di indonesia belum mengakses pinjaman ke bank.

    3. Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di
    a. lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan. dan minimnya perlindungan nasabah yang tegolong menengah ke bawah.
    b. paradigmaperbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga bank-bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang. pihak bank juga terpikat memperebutkan nasabah yang sudah ada daripada memperluas jumlah nasabah yang baru yang resikonya belum diketahui dan membutuhkan biaya untuk bisa mengedukasi mereka.
    c. kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas/ miskin. jika orang yang pengeluarannya di bawah US$2 per hari disebut orang miskin versi Bank Dunia, maka jumlah kemiskinan di indonesia mencapai 98 juta orang atau 41% dari populasi 240juta jiwa.
    d. mahalnya biaya-biaya yang dikenakan di perbankan. karena baiayanya mahal, masyarakat papan bawah memiliki kekhawatiran untuk memanfaatkan jasa bank, termasuk untuk menabung.

    4. Upaya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di indonesia
    upayanya adalah bagi penyelenggara negara seperti eksekutif maupun legislatif untuk bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menekan angka kemiskinan dengan meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha yang luas bagi masyarakat. dan pemerintah juga harus menyediakan infrastruktur yang memadai dan menciptakan sumber perekonomian di daerah terpencil agar bank-bank bersedia masuk di daerah tersebut. perbankan juga jangan hanya berpihak pada nasabah-nasabah yang kaya dengan pelayanan istimewa, tapi juga memedulikan nasabah kecil dengan biaya yang ringan.

  49. Tugas Pertemuan Ke-3

    Kelas Offering L
    Jenjang S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    EKP FE Angkatan 2011

    Anggota Kelompok:
    -Fajar Try L. (110432426531)
    -Wildan Mudhoffar (110432426549)

    Soal :
    1) Bagaimana perkembangan financial inclussion di Indonesia?
    2) Indikator-indikator apakah dalam financial inclusion?
    3) Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia?
    4) Upaya apa yang bias dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di Indonesia?

    Jawaban :
    1) Pertumbuhan financial inclusion di Indonesia mengalami peningakatan
    2) a. Dalam forum G-20 menyampaikan kisah keberhasilan Indonesia dalam mencapai peningkatan financial inclusion melalui pembiayaan mikro kepada masyarakat kelas bawah.
    b. PDB Indonesia mencapai US$ 845,70 Milyard pada tahun 2011 dan salah satunya disumbang oleh peran pembiayaan usaha mikro.
    3) a. lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan
    b. paradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga bank-bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar, lebih terpikat merebut nasabah yang sudah ada daripada memperluas nasabah.
    c. kondisi ekonomi masyarakat yang sebagian besar masih dalam angka kemiskinan.
    d. mahalnya biaya yang dikenakan perbankan
    4) a. gencar mensosialisasikan perihal perbankan ke public
    b. memasukkan kurikulum perbankan sejak dini
    c. bank bersedia untuk masuk daerah terpencil
    d. menyediakan infrastruktur yang memadai, seperti : sarana transportasi (perluasan akses jaringan perbankan), mempublikasikan jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank ke masyarakat dengan bahasa yang mudah diterima.
    e. mengubah paradigm bank dari prinsip bank follow the trade ke bank leading the development, sehingga bank mau memperluas jaringan ke segala macam lapisan masyarakat, tidak membeda-bedakan pendapatan masyarakat di daerah tersebut.
    f. pengentasan kemiskinan oleh pemerintah
    g. memberi biaya yang ringan terhadap nasabah
    h. memberi penawaran hadiah yang menarik terhadap nasabah.
    i. meningkatkan penyediaan tenaga kerja dan kesempatan berwirausaha yang luas bagi masyarakat.
    j. mendirikan pelayanan bank di daerah yang mudah dijangkau dan strategis
    k. membuat banyak jalur akses pelayanan dari dan ke bank dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, seperti: melalui internet dan telepon.
    l. percepatan pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi kesejahteraan, terciptanya stabilisasi nasional dan terjaganya kepercayaan.

  50. Angga Nur Firdaus on said:

    Angga Nur Firdaus 110432426526
    Dian Bayu P. 110432426528

    OFF L / S1 EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

    1. Bagaimana perkembangkan financial inclusion di indonesia ?
    Perkembangkan financial inklusion di indonesia meningkat melalui pembiayaan mikro kepada masyrakat kelas bawah yang di sampaikan oleh Presiden kita Susilo Bamabang Yudhoyono dalam forum G-20 di Laos Cabos, Meksiko. Isi pidato tersebut adalah bahwa angka produk domestik bruto(PDB) yang mencapai US$845,70 miliar pada 2011 salah satunya di sumbang oleh peran pembiayaan usaha mikro. Tapi Indonesia dari tingkat akses keuangannya yang paling rendah di antara anggota G-20. Dan menurut Global Financial Index 2012 yang dirlis Bank Dunia (Worl Bank), tingkat akses keuangan di indonesia hanya 20% dari populasi usia 15 tahun ke atas. Dan juga Bank Indonesia memeliki data yang menggambarkan bahwa masih rendahnya financial inklusion di Indonesia karena berdasrkan survei yang dilakukan Bank Indonesia dari 4.905 responden rumah tangga pada tahun 2011, hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank. Dan dapat di simpulkan bahwa tingkat financial ink lusion di indonesia masih rendah karena hanya 19,58% yang hanya memiliki akses di bank dan 80,42% tidak memiliki akses di bank.

    2. Indikator-indikator dalam financial inclusion ?
    Financial inclusion dapat diihat dari penghimpunan dan pengalokasian dana oleh bank, lebih jelasnya kita bisa melihat financial inclusion suatu negara melalui persentase akses keuangan masyarakat, Bank Indonesia memiliki data tersebut. Berdasarkan survey yang dilakukan dengan responden 4.095 rumah tangga pada 2011, hanya 19,58% yang memiliki akses terhada pinjaman bank. Artinya sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman ke bank.

    3. Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia ?
    Faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial Inclusion yaitu, pertama lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan, kedua paradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga bank-bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan bereksepensi jaringan distribusi, seperti kantor maupun saluran elektronik semisal automatic teller machine (ATM), tiga kondisi ekonomi masyrakat yang terbatas seperti diindikasikan dari besarnya angka kemiskinan yang menurut data resmi Badan Pusat Statistik(BPS) per 2011 mencapai 30,20 juta orang ditambah dengan sekitar 30 juta orang yang masuk kategori hampir miskin, keempat mahalnya biaya,biaya yang di kenakan di perbankan seperti biaya transfer melalui sistem kliring nasional(SKN) dan real time gross settlement (RTGS) yang di kenakan kepada nasabah dan di akui BI itu terlalu mahal.

    4. Upaya apa yang dapat di lakukan untuk meningkatkan financial inclusion ?
    Untuk meningkatkan financial inclusion kita harus mengutamakan soal pemberantasan kemiskinan, dengan cara menyediakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan dan membantu UMKM lebih berkembang. Kita juga harus memberikan sosialisasi penetahuan tentang perbankkan pada masyarakat luas, menurunkan biaya administrasi bank, dan membangun infrastruktur yang bisa membantu lembaga keuangan di daerah.

  51. A. M. RIZAL on said:

    Abdullah mukhammad Rizal (100413406521)
    Septian Rochmatulloh (100413405301)

    1) Perkembangan financial inclussion di Indonesia ?
    answer : tingkat akses keuangan masyarakat Indonesia masih rendah, data yang di rilis World Bank di tahun 2012 menunjukkan tingkat akses keuangan masyarakat Indonesia hanya 20% dari populasi usia tahun 15 tahun ke atas. Dari data (BI) Bank Indonesia tingkat financial inclusion masyarakat Indonesia dengan responden 4.905 rumah tangga pada 2011 hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank, artinya sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman bank.selain itu banyak orang yang memiliki lebih dari satu rekening, bahkan lebih kendati tak semuanya digunakan. dengan asumsi satu orang memiliki 1,5 rekening, hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di Bank. Dengan asumsi tersebut penetrasi penyimpan dana di bank hanya sekitar 26% dari total populasi Indonesia.

    2) Indikator dalam financial inclusion
    answer : (1) akses, yang menggambarkan kemampuan dan keterjangkauan masyarakat dalam menggunakan lembaga keuangan formal. (2) pemakaian, yang menggambarkan tingkat penggunaan masyarakat terhadap jasa dan produk keuangan formal. (3) kualitas, yang menggambarkan kesesuaian antara produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal dengan yang diinginkan oleh masyarakat selaku nasabah. (4) kesejahteraan, yang menggambarkan implikasi atau dampak langsung dan tidak langsung dari penyediaan produk/jasa keuangan yang mudah diakses terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.

    3) Faktor rendahnya financial inclusion
    answer : (1) lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan. sekitar 58,36% masyarakat indonesia berpendidikan sekolah dasar sehingga tak mudah memahami jasa – jasa yang ditawarkan perbankan, selain itu belum meratanya akses perbankan bagi 240 juta penduduk indonesia. Sedangkan e-banking hanya hanya menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan. (2) Bank – bank di Indonesia cenderung menganut sistem follow the trade sehingga bank – bank memilih daerah yang ekonominya sudah berkembang ketimbang masuk ke daerah yang belum/masih berkembang. (3) kondisi ekonomi masyarakat indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan masih cukup besar, dari data BPS tahun 2011 sekitar 30,02 juta orang di tambah dengan sekitar 30 juta orang hampir miskin. (4) Mahalnya biaya-biaya yang dikenakan perbakan sehingga masyarakat papan bawah memiliki kekhawatiran untuk memanfaatkan jasa bank, termasuk untuk menabung

    4) Upaya untuk meningkatkan financial inclusion
    answer : (1) Bank memberikan sosialisasi atau pendidikan kepada masyarakat menengah kebawah mengenai prosedur-prosedur dalam simpan/pinjam dan semua prosedur akses keuangan ke bank. (2) Bank-bank di Indonesia harusnya mempunyai keberanian untuk “menggarap” daerah-daerah yang masih/belum berkembang, sehingga terjadi pemerataan dalam akses keuangan. (3) Pengentasan kemiskinan oleh pemerintah dan semua pihak agar masyarakat Indonesia memiliki cukukp uang untuk ditabung (4) Bank menekan biaya-biaya administrasi dan bunga pinjaman agar masyarakat mau menabung ke bank (5) Yang terakhir adalah strategi dari pihak Bank agar masyarakat mau menggunakan jasa bank (akses keuangan) secara intensif dengan berbagai kemudahan dan fleksibel.

    5) Analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN
    answer : Terpuruknya perekonomian negara-negara maju mendorong aliran modal ke negara-negara sedang berkembang karena kawasan ini justru mengalami pertumbuhan yang baik sehingga masuk kategori kawasan yang bertumbuh dengan kuat. Hal ini memberikan peluang yang besar bagi negara-negara sedang berkembang tersebut untuk terus memberdayakan masyarakatnya dalam berbagai kegiatan berbasis keuangan melalui penyediaan akses ke lembaga keuangan yang seluas-luasnya. Pendekatan yang dilakukan ini dikenal dengan istilah financial inclusion. Dalam keanggotaan negara-negara G20, tingkat literasi keuangan di negara-negara maju juga lebih menonjol dibandingkan negara-negara sedang berkembang. Sebagai salah satu negara anggota G20, akses jasa keuangan masyarakat di Indonesia masih berkisar 20%. Hal ini menunjukkan betapa masih besarnya warga masyarakat Indonesia (sekitar 80%) yang tidak atau belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Kondisi tersebut harus di manfaatkan pemerintah, perbankan dan semua pihak untuk membuka akses keuangan dengan dengan skala besar bagi semua lapisan masyarakat dengan segala kemudahan.

    6) Data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut
    answer : Akses penduduk Indonesia kepada jasa industri perbankan (deposito dan pinjaman) termasuk sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Brazil, India, Thailand, dan Malaysia. Jumlah rekening pinjaman penduduk Indonesia hanya lebih tinggi dari India, yaitu sebesar 196,9 rekening per 1.000 orang dewasa. Jumlah cabang bank juga paling rendah, yaitu hanya sebanyak 7,7 unit per 100 ribu orang dewasa. Nilai ini lebih rendah dari India, padahal jumlah penduduk India sekitar lima kali lipat jumlah penduduk Indonesia. Data tersebut mengimplikasikan bahwa akses masyarakat miskin Indonesia kepada sumber-sumber pembiayaan selain perbankan menjadi sangat penting. Menurut Bank Pembangunan Asia, lembaga keuangan mikro (LKM) adalah lembaga yang bergerak dalam bidang keuangan mikro yang memberikan berbagai jasa keuangan bagi nasabah yang umumnya merupakan masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro. Jasa keuangan yang disediakan, diantaranya kredit mikro, tabungan mikro dan asuransi mikro dalam nominal transaksi yang sangat kecil. Jumlah LKM yang berkembang di Indonesia mencapai sekitar 73 ribu unit dengan berbagai ragam dan jenis yang dikelola baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun swasta serta melayani lebih dari 66 juta nasabah, termasuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) (sumber: GTZ (2005), Promotion of Small Financial Institutions). Karakteristik LKM yang umumnya berbasis lokal dan menargetkan konsumen dari kalangan masyarakat menengah-bawah merupakan alternatif solusi yang baik untuk memperluas jangkauan layanan keuangan pada masyarakat yang tidak terakses oleh jasa keuangan formal. Rasio biaya operasonal terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank nasional masih diatas 80%, cukup jauh diatas sebagian besar negara-negara ASEAN lainnya yang rata-rata sebesar 40-50%. Padahal nilai BOPO yang baik menurut Bank Indonesia (BI) adalah sebesar 60-70%. Untuk mendukung peningkatan efisiensi industri perbankan, BI akan mendorong penerapan sistem pembayaran berbasis elektronik, seperti e-banking, e-money atau e-commerce. Sistem ini berguna untuk keamanan sistem pembayaran ritel, menjangkau masyarakat di daerah pedesaan dan memudahkan pembentukan basis data ritel.

    7) Perkembangan financial inclusion di Indonesia dengan angka-angka penunjangnya
    answer : tingkat akses keuangan masyarakat Indonesia masih rendah, data yang di rilis World Bank di tahun 2012 menunjukkan tingkat akses keuangan masyarakat Indonesia hanya 20% dari populasi usia tahun 15 tahun ke atas. Dari data (BI) Bank Indonesia tingkat financial inclusion masyarakat Indonesia dengan responden 4.905 rumah tangga pada 2011 hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank, artinya sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman bank.selain itu banyak orang yang memiliki lebih dari satu rekening, bahkan lebih kendati tak semuanya digunakan. dengan asumsi satu orang memiliki 1,5 rekening, hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di Bank. Dengan asumsi tersebut penetrasi penyimpan dana di bank hanya sekitar 26% dari total populasi Indonesia.
    Jumlah Rekening per 1.000 Orang Dewasa 504.7
    Nilai (% terhadap PDB) 37.0
    Nilai Rata-Rata (% terhadap Pendapatan per kapita) 100.8
    Jumlah Rekening per 1.000 Orang Dewasa 196.9
    Nilai (% terhadap PDB) 26.9
    Nilai Rata-Rata (% terhadap Pendapatan per kapita) 188.3
    Akses Jumlah cabang Per 100.000 orang di dewasa totoal 7.7

  52. yusuf bachtiar on said:

    Fikri Akmaludin 100413406522
    Yusuf Bachtiar 100413406525
    Off L/S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Tugas pertemuan ke-3/ kamis, 13 September 2012

    1.Bagaimana perkembangan financial inclussion di indonesia?

    Jawab : Berdasarkan data dari BI menggambarkan masih rendahnya tingkat financial inclusion.

    2.Indikator-indikator apa saja yang ada dalam financial inclusion?

    Jawab : Berdasarkan survey yang dilakukan responden 4.095 rumah tangga pada tahun 2011, hanya 19,85% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank. Sedangkan dari akses simpanan jumlah rekening per April 2012 mencapai 95,80 juta belum menggambarkan secara rill penetrasi tabungan. Disebabkan karena populasi yang tumbuh di Indonesia memang tak mudah dijangkau oleh semua layanan perbankan hingga kini.

    3.Jelaskan faktor-faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di Indonesia?

    Jawab : Lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar pebankan. Paradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga bank-bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan berekspresi jaringan distribusi, seperti kantor maupun saluran elektronik semisal ATM dan juga Faktor kemiskinan.

    4.Upaya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di indonesia?

    Jawab : Memberikan edukasi, pembelajaran dan akses-akses yang mudah kepada masyarakat sehingga mudah memahami jasa-jasa yang ditawarkan perbankan dan mau membuka rekening di bank dan juga Pemerintah harus berperan aktif dalam menyediakan infrastruktur yang memadai dan menciptakan sumber perekonomian bagi masyarakat di daerah terpencil.

    5.Berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN?

    Jawab : Beberapa negara maju di ASEAN, tingkat financial inclusion semakin meningkat. Sebaliknya negara berkembang di ASEAN, tingkat financial inclusion tidak mengalami peningkatan yang besar. Masyarakat di negara berkembang hanya memiliki akses yang rendah di lembaga keuangan. Rendahnya financial inclusion di negara berkembang bisa dilihat dari rendahnya pendapatan perkapita. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara financial inclusion dan perdapatan perkapita.

    6.Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut?

    Jawab : Perkembangan financial inclusion pada setiap negara dapat dilihat di data-data yang dimiliki oleh bank sentral di setiap negara. Seperti di Indonesia, data mengenai financial inclusion dapat diperoleh melalui Bank Indonesia (BI). Perkembangan financial inclusion dapat dipantau melalui lembaga keuangan seperti bank sentral dikarenakan kegiatan ekonomi dipantau sepenuhnya oleh lembaga tersebut.

    7.Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya ?berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangannya!

    Jawab : Perkembangan financial inclusion di Indonesia : Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia terus mengalami kemajuan yang signifikan. Berbagai akses pembayaran telah hadir demi menciptakan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat. Tidak hanya nasabah perbankan, masyarakat unbanked pun sudah dapat memanfaatkan layanan pembayaran melalui berbagai akses pembayaran. Kemudahan masyarakat baik perbankan maupun unbanked dalam mengakses dan memanfaatkan layanan jasa keuangan yang didukung oleh berbagai infrastruktur pendukung inilah yang sering disebut Financial Inclusion. Namun saat ini, sekitar 49% penduduk Indonesia atau sekitar 115 juta masyarakat belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Minimnya lembaga keuangan di suatu wilayah dan masih kurangnya kepercayaan masyarakat dalam menggunakan jasa lembaga keuangan bisa dikatakan menjadi alasan yang paling kuat. Padahal dengan mengakses ke lembaga keuangan, dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut dan pertumbuhan ekonomi pun bisa berjalan lebih baik. Bank Indonesia (BI) sebagai regulator keuangan di Indonesia menyampaikan lima produk utama keuangan yang diperlukan masyarakat dalam menghadapi Financial Inclusion, yaitu tabungan, kredit, sistem pembayaran, asuransi kredit, dan produk / jasa keuangan. Untuk mendukung program Financial Inclusion, unsur regulasi, intermediasi, aktivitas edukasi, pemetaan informasi keuangan dan penyediaan saluran distribusi perlu dibangun serta dikedepankan, sehingga masyarakat mampu memperoleh kemudahan akses ke fasilitas keuangan.

    • Septi Dwi W on said:

      Gayatri Dyah Kartika (110432426544)
      Septi Dwi W (110432426546)
      Off L / S1 ekonomo dan study pembangunan
      tugas pertemuan ke-4

      1. Perkembangan Financial Inclussion di negara-negara maju ASEAN sudah mengalami peningkatan,tetapi negara ASEAN yang berkembang masih cukup rendah, hal ini bisa dilihat dari pendapatan perkapita masing-masing negara,dan terbukti dengan diadakannya konferensi tingkat ASEAN untuk membahas peningkatan kesempatan bagi masyarakat luas untk mendapatkan akses keuangan yang diadakan tanggal 27-28 Juni 2012. Sementara menurut Deputi Sekretaris Jendral ASEAN Economic Community (AEC), Lim Hong Hin masih banyak masyarakat yang belum memiliki kesempatan untuk memperoleh akses keuangan, untuk itu kerjasama secara regional tingkat ASEAN sangat dibutuhkan. Menkeu Indonesia Agus Martowardjojo pun menyatakan bahwa acara konferensi itu menjadi langkah nyata untuk mewujudkannya.

      2. 54% orang RI yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia, mungkin karena luasnya wilayah Indonesia. Di negara lain khususnya ASEAN sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. Indonesia menempati peringkat ke-5 dari negara yang belum tersentuh layanan akses financial di Asia. Sebanyak 49% populasi Indonesia belum tersentuh akses keuangan, kalah dengan Malaysia yang hanya 35% (menurut data World Bank Financia 2011).

      3. Financial Indonesia sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, tetapi walaupun demikian masih tergolong rendah. Terbukti menurut data World Bank Financial 2011 49% belum tersentuh berarti 51% sudah tersentuh dan tahun 2012 54% sudah akses terhadap lembaga keuangan. Data-data ini rendah dibandingkan negara Malaysia, tetapi bukan berarti negara paling rendah karena masih ada Kamboja yang ada dibawah Indonesia.

  53. kasa dwinata (100413405314)
    Off L/S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Tugas pertemuan ke-3/ kamis, 13 September 2012

    1. Perkembangan Financial Inclussion di Indonesia masih rendah. Hal ini dikarenakan lembaga keuangan yang ada di Indonesia kurang dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah dan tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi Perkembangan Financial Inclussion di pedesaan . Namun, hal ini dapat diantisipasi dengan adanya BPR yang meskipun sering kali menerapkan suku bunga yang terlalu tinggi dalam menyalurkan kreditnya, tetapi BPR dapat menjangkau lapisan masyarakat menengah ke bawah.

    2. Indikator-indikator dalam financial inclusion adalah akses pinajam bank dan penyimpanan dalam bank. Menurut data BI tahun 2011 hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank dan penyimpanan dana di bank pun hanya 26% dari total populasi indonesia

    3. Faktor penyebab rendahnya finansial inclusian:
    a. Lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasi pasar perbankan
    b. Paradikma perbankan yang menganut prinsib follow the trade sehingga bank-bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan berekspansi jaringan distribusi, seperti kantor maupun saluran elektronik. Ex: ATM
    c. Kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas seperti di indikasikan dari besarnya angka kemiskinan yang menurut data BPS periode 2011 mencapai 30,02 juta orang ditambah dengan sekitar 30 juta orang yang masuk kategori hampir miskin
    d. Mahalnya biaya-biaya yang dikenakan di per bankan.
    e. Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat desa.Tidak hanya itu,bagi masyarakat menengah kebawah kebanyakan tidak dapat menikmati fasilitas dan manfaat dari perbankan, yang ada hanya biaya dan potongan-potongan dari pihak perbankan.

    4. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di Indonesia adalah, meningkatkan perekonomian suatu daerah sehingga lembaga keuangan seperti perbankan dapat berkembang dan membuka cabang didaerah-daerah terpencil. Membantu mengurangi tingkat kemiskinan, Inovasi teknologi akses keuangan yang murah, akan membuat masyarakat Indonesia mampu ke bank untuk memanfaatkan jasa-jasa keuangan dan tingkat pendidikan juga berperan penting dalam financial inclusion.

    • 5. perkembangan financial inclusion di Negara-negara ASEAN sudah cukup baik serta memiliki dampak yang berpengaruh dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Tetapi belum sempurna, karena masih banyak masyarakat yang belum memiliki kesempatan untuk memperoleh akses keuangan, untuk itu kerjasama secara regional tingkat ASEAN sangat dibutuhkan. Perbankan terus mengupayakan agar financial inclusion dapat merata serta menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bila hal tersebut dapat terlaksana maka kemajuan ekonomi serta kualitas masyarakat dinegara-negara ASEAN akan lebih maju dan akan lebih berkembang, dan tidak menutup kemungkinan akan dapat bersaing dengan Negara-negara maju lainya.

      6. perkembangan finansial inclussion di negara ASEAN, sampai saat ini akses keuangan finansial ekonomi ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Malaysia tingkat menabung lebih tinggi dibanding Indonesia. Jumlah rekening simpanan di Malaysia sebanyak 2.063,3 untuk setiap 1.000 orang atau satu orang bisa memiliki dua rekening. Rasio simpanan terhadap PDB sebesar 105,5 persen. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia. Di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.

      7. Perkembangan financial inclussion di Indonesia boleh dibilang sangat rendah. Sekitar 49% orang dewasa tidak memiliki akses perbankan. Penetrasi perbankan masih kecil. Dana pihak ketiga baru 36% dari PDB, sedangkan kredit baru 27% dari PDB.
      Sebagian besar UMKM berkembang tanpa dukungan dana bank. Dari Rp 2.830 triliun dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan, sekitar 41% berasal dari 49.500 rekening dengan simpanan di atas Rp 5 miliar dan jika dibedah lebih jauh, rekening itu hanya dimiliki oleh sekitar 15.000 orang kaya. Sekitar 97,4% rekening dengan simpanan Rp 100 juta ke bawah hanya memiliki dana 16,5% dari dana pihak ketiga.
      Sekitar 68% dana pihak ketiga berasal dari 0,64% rekening dengan simpanan Rp 500 juta ke atas. LPS tidak menyediakan data lebih perinci. Kemungkinan besar, 80% rekening hanya berisi dana kurang dari Rp 10 juta. Inilah kesenjangan riil simpanan di perbankan nasional.
      Untuk asuransi, akses masyarakat lebih rendah lagi. Lebih dari 70% penduduk Indonesia tidak memiliki polis asuransi jiwa. Mereka bahkan tidak memiliki jaminan hari tua dan kematian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja, mereka masih susah. Pengeluaran Rp 8.000 per hari yang menjadi batas garis kemiskinan hanya cukup untuk makan saja.

  54. eko setyo wahyudi on said:

    Eko setyo wahyudi (110432406741) ,
    Nicho pramana putra (110432401848)
    OFF/Jurusan : K / Ekonomi Pembangunan
    Tugas Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
    Hari/tanggal : Selasa, 11 September 2012 (Pertemuan ke 3)

    Menurut kami financial inclusion di indonesia pada saat ini masih jauh dari harapan, hal ini terlihat dari masih sedikitnya lembaga keuangan yang terdapat didaerah-daerah kecuali di perkotaan. Berdasarkan data dari artikel “ BPR Lirik Peran Financial Inclusion” terdapat ungkapan dari JOKO SUYANTO pada “seminar implikasi financial inclusion “ di yogyakarta,pada juli 2012 yang selaku Ketua Umum DPP Perbarindo yang mengatakan bahwa UMKM yang telah dibiayai oleh bank baru sekitar 16,92% dan yang belum dibiayai masih sebesar 83,08% dari total UMKM 52.764.603 unit di indonesia dari data ini sangat terlihat bahwa financial inclion di indonesia masih cukup jauh agar dapat mendukung pertumbuhan perekonomian secara penuh.
    Sedangkan peran dari lembaga keuangan adalah menurut kami harusnya meningkatkan lagi jangkauan lembaga keuangan terhadap masyarakat, menyediakan akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum terjangkau oleh bank. Berdasar dari artikel kemaren tenteng BPR peran lembaga keuangan sebagai berikut BPR juga telah menjadikan masyarakat menjadi bank minded atau financial litercynya menjadi baik. Dalam hal ini BPR juga berperan secara proaktif dan inovatif dalam menghilangkan hambatan-hambatan yang terjadi di masyarakat umum.Diperlukan variasi produk BPR, misalnya bagaimana BPR menyediakan layanan jasa tabuangan harian, tabungan hari raya, tabungan arisan ,dan produk-produk lainya yang dapat dimengerti dan diakases masyarakat yang belum disentuh bank umum.
    Permaslahan yang dihadapi menurut kami masih kurang berminatnya masyarakat, belum terlalu mengenalnya masyarakt terhadap lembaga keuangan, masih kurang optimalnya pengenalan tentang lembaga keuangan di mayarakat.

    Eko setyo wahyudi (110432406741) ,
    Nicho pramana putra (110432401848)
    OFF/Jurusan : K / Ekonomi Pembangunan
    Tugas Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
    Hari/tanggal : Selasa, 11 September 2012 (Pertemuan ke 3)

    Menurut kami financial inclusion di indonesia pada saat ini masih jauh dari harapan, hal ini terlihat dari masih sedikitnya lembaga keuangan yang terdapat didaerah-daerah kecuali di perkotaan. Berdasarkan data dari artikel “ BPR Lirik Peran Financial Inclusion” terdapat ungkapan dari JOKO SUYANTO pada “seminar implikasi financial inclusion “ di yogyakarta,pada juli 2012 yang selaku Ketua Umum DPP Perbarindo yang mengatakan bahwa UMKM yang telah dibiayai oleh bank baru sekitar 16,92% dan yang belum dibiayai masih sebesar 83,08% dari total UMKM 52.764.603 unit di indonesia dari data ini sangat terlihat bahwa financial inclion di indonesia masih cukup jauh agar dapat mendukung pertumbuhan perekonomian secara penuh.
    Sedangkan peran dari lembaga keuangan adalah menurut kami harusnya meningkatkan lagi jangkauan lembaga keuangan terhadap masyarakat, menyediakan akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum terjangkau oleh bank. Berdasar dari artikel kemaren tenteng BPR peran lembaga keuangan sebagai berikut BPR juga telah menjadikan masyarakat menjadi bank minded atau financial litercynya menjadi baik. Dalam hal ini BPR juga berperan secara proaktif dan inovatif dalam menghilangkan hambatan-hambatan yang terjadi di masyarakat umum.Diperlukan variasi produk BPR, misalnya bagaimana BPR menyediakan layanan jasa tabuangan harian, tabungan hari raya, tabungan arisan ,dan produk-produk lainya yang dapat dimengerti dan diakases masyarakat yang belum disentuh bank umum.
    Permaslahan yang dihadapi menurut kami masih kurang berminatnya masyarakat, belum terlalu mengenalnya masyarakt terhadap lembaga keuangan, masih kurang optimalnya pengenalan tentang lembaga keuangan di mayarakat.

    Eko setyo wahyudi (110432406741) ,
    Nicho pramana putra (110432401848)
    OFF/Jurusan : K / Ekonomi Pembangunan
    Tugas Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
    Hari/tanggal : Selasa, 11 September 2012 (Pertemuan ke 3)

    Menurut kami financial inclusion di indonesia pada saat ini masih jauh dari harapan, hal ini terlihat dari masih sedikitnya lembaga keuangan yang terdapat didaerah-daerah kecuali di perkotaan. Berdasarkan data dari artikel “ BPR Lirik Peran Financial Inclusion” terdapat ungkapan dari JOKO SUYANTO pada “seminar implikasi financial inclusion “ di yogyakarta,pada juli 2012 yang selaku Ketua Umum DPP Perbarindo yang mengatakan bahwa UMKM yang telah dibiayai oleh bank baru sekitar 16,92% dan yang belum dibiayai masih sebesar 83,08% dari total UMKM 52.764.603 unit di indonesia dari data ini sangat terlihat bahwa financial inclion di indonesia masih cukup jauh agar dapat mendukung pertumbuhan perekonomian secara penuh.
    Sedangkan peran dari lembaga keuangan adalah menurut kami harusnya meningkatkan lagi jangkauan lembaga keuangan terhadap masyarakat, menyediakan akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum terjangkau oleh bank. Berdasar dari artikel kemaren tenteng BPR peran lembaga keuangan sebagai berikut BPR juga telah menjadikan masyarakat menjadi bank minded atau financial litercynya menjadi baik. Dalam hal ini BPR juga berperan secara proaktif dan inovatif dalam menghilangkan hambatan-hambatan yang terjadi di masyarakat umum.Diperlukan variasi produk BPR, misalnya bagaimana BPR menyediakan layanan jasa tabuangan harian, tabungan hari raya, tabungan arisan ,dan produk-produk lainya yang dapat dimengerti dan diakases masyarakat yang belum disentuh bank umum.
    Permaslahan yang dihadapi menurut kami masih kurang berminatnya masyarakat, belum terlalu mengenalnya masyarakt terhadap lembaga keuangan, masih kurang optimalnya pengenalan tentang lembaga keuangan di mayarakat.

  55. Dwy Nata Pramana on said:

    Dwy Nata Pramana > 110432426541
    Miftahul Jainul Huda > 110432426548
    Off : L /S1 ekonomi dan studi pembangunan

    1) Dalam hal ini BPR juga sebagai wadah penyuplai atau pensupport masyrakat khususnya dengan berupa dana atau modal.Menurut saya perkembangan Financial Inclusion di Indonesia masih tergolong rendah.Seharusnya pemerintah meningkatkan jangkauan lembaga keuangan untuk masyarakat menengah kebawah agar masyarakat dapat ikut dalam kegiatan ekonomi.BPR dapat lebih menjangkau masyarakat daerah yang belum tentu dapat dijangkau oleh bank umum ,hal ini yang merupakan salah satu peranan financial inclusion pada BPR bagi perkembangan perekonomian bangsa. Selain itu BPR menyediakan layanan-layanan jasa yang belum tentu di miliki oleh bank lain, BPR juga dapat menambah wawasan masyarakat tentang dunia perbankan (financial literacy). Bila lembaga keuangan BPR berkembang di indonesia maka perkembangan ekonomi akan lebih maju dengan pesat.
    2) Kendalanya salah satunya yaitu kemampuan sumber daya manusia untuk mengelola BPR. Peran lembaga keuangan di Indonesia sangat penting. Lembaga keuangan merupakan penyedia layanan keuangan bagi masyarakat yang membutuhkan. Namun untuk menggelar kegiatan tersebut juga membutuhkan dana operasi yang tinggi. Tapi bukan hanya dana saja yang dibutuhkan, tetapi juga dukungan dari BPR untuk meningkatkan financial inclusion menjadi lebih berkembang agar lebih mudah untuk diterima oleh masyarakat.
    3) A) keuangan lembaga-lembaga keuangan dan minimnya perdapatan per kapita.
    b) kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan yang ada.
    c) Biaya – biaya dalam administrasi di BPR lebih murah.
    d) BPR lebih mudah dijangkau untuk masyarakat daerah dibandingkan denganbank umum.
    e) Sistem administrasi yang tidak rumit sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.
    f) kurangnya kesadaran masyarakat dalam keterlibatan penggunaan layanan lembaga.

    • Gandhes Mustika Ratna on said:

      Nama : 1. Lauma Dwi Sistyawan (110432426512)
      2. Gandhes Mustika Ratna (110432426517)
      Off L/Ekonomi Pembangunan
      Soal Pertemuan ke 4 : 1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
      2Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
      3. Untuk Indonesia bagaImana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya.

      Jawaban :
      1. Menurut kelompok kami perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN masih bisa dikatakan rendah ketimbangkan dengan negara-negara di Asia lainnya, maupun di Eropa, Astralia dan Amerika. Tak lain juga ini dikarenakan pendapatan per kapita di negara-negara ASEAN masih rendah pula, hanya segelintir negara di ASEAN yang bisa dikatakan telah benar-benar maju. Meskipun perkembangan financial inclussion di ASEAN masih rendah, tetapi hal itu sudah mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnnya. Pengetahuan masyarakat akan perbankan jelas semakin meningkat dan sadar bahwa perbankan memiliki peran penting terhadap perekonomian suatu negara. Ini dibuktikkan juga dari adannya pernyataan Menkeu RI, financial inclusion ini penting, karena semua orang dari berbagai segmen harus memiliki kesempatan mendapatkan akses pada jasa keuangan.” Hal ini nantinya bisa meningkatkan ekonomi nasional,” paparnya.

      Sementara menurut Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN Economic Community (AEC), Lim Hong Hin, masih banyak masyarakat yang belum memiliki kesempatan untuk memperoleh akses keuangan. “Untuk itu, kerja sama secara regional di tingkat ASEAN sangat dibutuhkan,” katanya.

      2. Menurut data World Bank Financial Inclusion 2011, sekitar 59 persen populasi di Asia Tenggara dan Asia Timur belum terjangkau layanan finansial.
      Sampai saat ini, ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia.

      Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid mengatakan, di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan.

      “Harus memperbanyak lembaga keuangan mikro, apakah koperasi atau BMT, atau KSM, yang sudah dikelola secara moderen dan linkage dengan dunia keuangan secara formal,apakah perbankan maupun non perbankan, sampai ke desa-desa”.
      Akses terhadap lembaga keuangan bagi seluruh lapisan warga adalah kunci dalam upaya pengentasan masyarakat miskin. Namun, Hasil Gallup World Poll Survey tentang financial inclusion index yang terbaru menunjukan Indonesia masih sangat jauh tertinggal dari negeri jiran dalam hal aksesabilitas penduduknya terhadap layanan keuangan formal.

      Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.

      3. Indonesia menempati peringkat ke-5 dari negara yang belum tersentuh layanan akses finansial di Asia. Sebanyak 49 persen populasi Indonesia belum tersentuh akses keuangan, kalah dibanding Malaysia yang hanya 35 persen.

      “Hal yang sama terjadi di Indonesia, di mana akses finansialnya masih rendah,”
      Indonesia kalah dibanding Thailand dan Malaysia, karena populasi yang belum mengakses layanan finansial masing-masing sebesar 40 persen dan 35 persen.
      Terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab utama penduduk Indonesia belum memiliki akses layanan finansial ke industri perbankan. Dari sisi rekening tabungan, hampir 79 persen tidak memiliki uang, sembilan persen tidak memiliki pekerjaan, dan empat persen tidak merasakan manfaat memiliki rekening.

      Dari sisi kredit, hampir 60 persen tidak layak mendapatkan pinjaman, 20 persen tidak mau meminjam, dan empat persen tidak memiliki jaminan. Sementara itu, dari sisi asuransi, hampir 45 persen tidak memiliki uang, 29 persen tidak mengetahui layanan asuransi dan 17 persen tidak membutuhkan asuransi.

    • k and you must answer the next queastion…give me the brilliant idea about financial inclussion on asean countries

    • have you story about financial inclussion in asean coutries (mam)

    • how we can analysize the financial inclussion on asean countries

      • Lauma Dwi on said:

        menurut analisis saya di negara-negara asean memang masih rendah,hal ini didasari fator-faktor yang hampir sama tiap negaranya Pak, seperti tingkat pendapatan yang relatif rendah dan kurang meratanya pembangunan.
        tidak hanya itu ,pendidikan dan kemiskinan menjadi fator utama yang menghambat financial inclusion di negara asean.

    • area you sure your answer? whay (mam)

  56. Ni’matul Mawaddah 110432406727
    Siti Aisyah

    Offering K/ S1 Ekonomi Studi Pembangunan

    Tugas pertemuan ke 3 tanggal 11 September 2012 Offering K

    1. Bagaimana Financial Inclussion di Indonesia ?
    Menurut kami, Financial Inclussion di Indonesia masih balum bisa di katakan berjalan dengan baik sesuai peran yang seharusnya. Terbukti dengan prosentase masyarakat yang aktif melakukan kegiatan perekonomian di lembaga-lembaga keuangan masih tergolong rendah, yakni dari 100% penduduk Indonesia, hanya sekitar 44% yang mempunyai rekening di Bank. Hal ini menunjukkan indikator bahwa masih sangat rendahnya Financial Inclussion di Indonesia.
    2. Bagaimana Peran Lembaga Keuangan (BPR) di Indonesia ?
    Financial Inclussion sangat berperan di Indonesia dalam pertumbuhan dan pembangunan pada sektor perekonomian. Indonesia yang masih tergolong negara berkembang, melalui BPR yang dipercaya untuk menerapkan Financial Inclussion kepada masyarakat kelas menengah, terbukti mampu meluaskan out reach services hingga ke daerah-daerah kecamatan yang belum terjangkau oleh bank umum.
    Keterlibatan BPR yang menerapkan Financial Inclussion mampu meningkatkan Financial Literacy masyarakat sehingga masyarakat semakin banyak yang ikut andil dalam kegiatan perekonomian, khususnya kegiatan keuangan baik di bank maupun non-bank. Terbukti ekspansi kredit BPR di wilayah Jawa Timur mencapai Rp.1 trilliun, bank UMKM mengeluarkan tabungan Rp.10.000,00 secara cuma-cuma, (Soeroso, Direktur Utama UMKM Jawa Timur).
    3. Permasalahan apakah yang dihadapi dalam Financial Inclussion di Indonesia ?
    Sebagai negara yang masih berstatus negara berkembang, Indonesia masih memiliki banyak kekurangan termasuk ketertinggalan dalam sektor ekonomi, salah satunya adalah rendahnya inklusi keuangan (Financial Inclussion).
    Rendahnya inklusi keuangan (Financial Inclussion) disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya :
    a. Pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang masih rendah;
    b. Ketersediaan Lembaga Keuangan yang masih minim;
    c. Pemahaman masyarakat tentang Bank atau LKBB yang rendah (Financial Literacy).

    • hello

      ok, it’s time to you to think about financial inclussion in indonesia dan asean counteries..what the problem?(mam)

    • Permasalahan yang di hadapi di Indonesia adalah masalah akses jaringan penyaluran. Kurangnya sosialisasi dari lembaga keuangan menyebabkan aksesnya belum sampai pada daerah pelosok,terutama di pedesaan. seperti Bank-bank umum, mayoritas aksesnya beroperasi di daerah perkotaan, sedangkan di daerah pelosok masih sangat minim. Hal ini juga menyebabkan sulitnya warga masyarakat yang akan melakukan kegiatan perekonomian melalui lembaga keuangan. disamping itu pengetahuan masyarakat tentang bank juga masih sangat minim.

  57. badrus zaman habibie on said:

    Badrus Zaman Habibie (120422425861)
    Dania Yantiko Abi (110432426562)
    OFF:MM/ekp

    1. menurut Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN Economic Community (AEC), Lim Hong Hin, masih banyak masyarakat yang belum memiliki kesempatan untuk memperoleh akses keuangan. “Untuk itu, kerja sama secara regional di tingkat ASEAN sangat dibutuhkan. Dari pendapat deputi sekertaris jendral AEC diatas dapat disimpulkan bahwasanya financial inclussion di Negara-negara ASEAN masih tergolong kurang atau masih rendah dan mungkin jika dibandingkan Negara-negara Asia lainnya misalnya Jepang mungkin masih harus meniru ataupun belajar dari Negara tersebut karena di jepang masyarakatnya sudah banyak sadar dengan adanya lembaga-lembaga keuangan dinegaranya sehingga akses untuk mendapatkan financial berjalan. Walaupun seperti itu ASEAN sudah mengalami perkembang untuk lebih meningkatkan masyarakatnya perlu disadarkan akan pentingnya financial inclusion dan diberikan suatu pembelajaran misalnya pembelajaran tersebut dapat dituangkan melalui pemerintah masing Negara dengan mengadakan seminar, sosialisai ataupun kegiatan pendukung lainnya sehingga masyarakatnya bisa sadar akan pentingnya sebuah lembaga-lembaga keuangan untuk menjalankan sebuah alur atau akses keuangan yang lebih baik.
    2. Jakarta (KOMPAS) – Bank Indonesia menyarankan sejumlah bank sentral di wilayah ASEAN untuk mendorong inklusi keuangan dengan memberi keleluasaan kepada perbankan untuk mengembangkan model bisnis mereka. “Untuk mendukung inklusi keuangan, regulasi perbankan harus mengizinkan sejumlah bank komersial untuk menyampaikan model bisnis mereka yang bertanggung jawab,” kata Direktur Senior BI Zaeni Aboe Amin saat pidato dalam Konferensi Inklusi Keuangan ASEAN di Jakarta, “Konferensi Inklusi Keuangan ASEAN pertama menjadi inisiatif yang mengikutsertakan inklusi keuangan ke dalam agenda ASEAN menuju terciptanya MEA 2015,” kata Perwakilan dari Sekretariat ASEAN Somsak Pipoppinyo, dalam Konferensi Inklusi Keuangan ASEAN di Jakarta. Dari Berita diatas dapat disimpulkan bahwa memang di ASEAN sudah mulai memperhatikan dan ingin mengembangkan inklusi keuangan dimasyarakatnya walaupun saat ini masih terpatok pada Lembaga Perbankan saja.
    3. Perkembangan finansial inklusi di Indonesia sendiri masih belum begitu sempurna dikarenakan masih banyak orang yang belum mendapatkan pelayanan dari suatu bank. Hasil survei yang dilakukan Bank Dunia dengan judul “Where Does Indonesia Stand In Financial Inclusion” juga terungkap fakta bahwa 49% masyarakat Indonesia belum tersentuh pelayanan perbankan. Hal ini dikarenakan masih rendahnya financial literacy atau kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Dan juga hasil survei Bank Indonesia yaitu terdapat 49% masyarakat Indonesia belum tersentuh pada pelayanan perbankan kalah jauh dari Malaysia. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2012. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. sekitar 79 persen masyarakat miskin Indonesia tidak memiliki akses pada layanan keuangan formal. Hanya 21 persen yang berhubungan dengan layanan keuangan formal, yakni 19 persen berhubungan dengan bank dan 2 persen dengan layanan keuangan formal lain.

    • hai..
      according to you what the special role of financial inclussion to the asean countries economies ?(mam)

      • Dengan terciptanya finansial inklusi maka lembaga keuangan tersebut dapat menjalankan fungsi intermediasi yang menjembatani antara orang yang kelebihan dana dengan orang yang kekurangan dana. Kemudahan yang diberikan oleh lembaga keuangan dalam menghimpun dana dari orang yang kelebihan dana akan membuat orang yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya (saving) pada lembaga keuangan. Dengan adanya itu maka bank akan menyalurkan dana (loan/credit) tersebut pada orang yang kekurangan dana. Melalui finansial inklusi dapat tercipta Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Pada negara negara ASEAN Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam pelakasanaanya sangat membantu terciptanya pertumbuhan ekonomi.

  58. Gayatri D.K on said:

    Gayatri dyah kartika (110432426544)
    Septi Dwi Wahyuningrum (110432426546)
    OFF L/ Ekonomi pembangunan

    Tugas pertemuan 3 (pembaruan)

    1. Perkembangan Financial Inclusion di Indonesia saat ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Keberhasilan peningkatan Financial Inclusion didapat melalui pembiayaan mikro kepada masyarakat kelas bawah. Akan tetapi akses keuangan Indonesia masih dibilang paling rendah di antara negara anggota G-20. Salah faktornya terbukti masih banyak kemiskinan di Indonesia sehingga mereka menggunakan pendapatannya cukup untuk konsumsi, apalagi daerah terpencil yang tidak dapat sentuhan lembaga keuangan (bank).

    2. Indikator Financial Inclusion di Indonesia yaitu berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2011 pada 4095 rumah tangga , hanya terdapat 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank. Sekitar 80% rumah tangga belum melakukan akses terhadap pinjaman ke bank. Dari data LPS, bulan April 2012 jumlah rekening tabungan mencapai 95,80 juta. Hal ini terjadi karena banyak orang memiliki lebih dari satu rekening namun rekeningnya tak semuanya aktif. Jadi hanya ada 64 juta orang punya rening di bank dan hanya berkisar 26% dari total populasi Indonesia sebagai penetrasi penyimpanan dana.

    3. Faktor yang menyebabkan Financial Inclusion rendah di Indonesia adalah
    • lemahnya edukasi dan askes jaringan perbankan yang terhambat
    • paradigma perbankan menganut prinsip follow the trade sehingga bank lebih cenderung memilih daerah yang ekonominya lebih berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan berekspansi jaringan distribusi
    • kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas;
    • mahalnya biaya yang dikenakan untuk akses kepada perbankan;
    • selain itu, juga disebabkan dengan kondisi ekonomi masyarakat kelas bawah sangat terbatas dan tidak mendapatkan benefit ekonomi jika menyimpan uangnya di bank.

    4. Upaya untuk meningkatkan Financial Inclusion di Indonesia adalah dengan mengkhususkan daerah terpencil dalam penyaluran dana; meningkatkan pembiayaan mikro; infrastruktur ke daerah terpencil lebih diutamakan untuk sarana lembaga keuangan; pemberian pengetahuan tentang financial inclusion; biaya administrasi lebih diminimalisir.

  59. M.JIHADDUDIN on said:

    M.JIHADDUDIN (110432426539)
    HANDI PRAKOSO (110432426524)
    OFF L/S1 EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
    TUGAS PERTEMUAN KE-3/ KAMIS,13 SEPT 2012

    1. Bagaimana Perkembangan financial inclusion di indonesia ?
    Menurut kami financial Inclusion di indonesia sudah mulai menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Karena sudah banyak masyarakat pedesaan yang mau berhubungan dan bekerja sama dengan lembaga keuangan, yang dimaksud yaitu koperasi. meskipun masih banyak pula msayarakat yang enggan berurusan dengan lembaga keuangan dikarenakan belum mengetahui betul tentang fungsidari lembaga keuangan.

    2. indikator – indikator dalam financial inclusion ?
    Semakin banyaknya masyarakat yang meminjam uang ke bank untuk modal usaha yang menjadikan masyakat dekat dan terbiasa dengan lembaga keuangan.

    3. Jelaskan faktor – faktor penyebab masih rendahnya financial inclusion di indonesia ?
    a. rendahnya tingkat pendidikan yang menyebabkan kurang pemahamanya dengan lembaga keuangan.
    b. kurangnya sosialisasi kepada masyarat awam tentang fungsi lembaga keuangan.
    c. tingkat kemiskinan yang masih tinggi mengakibatkan masyarakat enggan berurusan dengan lembaga keuangan.

    4. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan financial inclusion di Indonesia ?
    – membuka lapangan kerja yang banyak agar pendapatan masyarakat meningkat.
    – mempermudah sistem peminjaman uang terutama bagi masyarakat yang memerlukan modal untuk usaha.
    – Melakukan sosialisasi yang lebih efisien terutama bagi masyarakat kelas bawah agar tertarik dan tidak takut berhubungan dengan lembaga keuangan. sosialisasi bisa dilakukan oleh pemerintah atau lembaga keuangan melalui media cetak, elektonik dsb.

  60. M.JIHADDUDIN on said:

    M.JIHADDUDIN (110432426539)
    HANDI PRAKOSO (110432426524)
    OFF L/S1 EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
    TUGAS PERTEMUAN KE-4/ KAMIS,13 SEPT 2012

    1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclusion di negara – negara ASEAN ?
    Negara-negara di ASEAN ada yang termasuk negara maju dan ada pula negara yang masih berkembang. Fluktuatif financial inclusion di negara-negara ASEAN tergantung pada tingkat masing-masing kesejahteraan serta pemerataan pendapatan. Permasalahan sering timbul pada negara yang masih berkembang karena memiliki paradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga perbankan cenderung memilih daerah yang sudah berkembang untuk menjadi lahan pasarnya.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN tersebut ?
    Perkembangan financial inclusion pada setiap negara dapat dilihat dari data-data yang dimiliki oleh bank sentral di setiap negara atau di situs bank dunia. seperti di indonesia data mengenai financial inclusion dapat diperoleh melalui banj indonesia (BI). Dari data tersebut bisa diketahui financial inclusion negara tersebut mengalami peningkatan atau penurunan.

    3. Untuk indonesia bagaimana perkembangan financialinclusionnya. Berikan komentar disertai dengan angka-angka penunjangnya ?
    Indonesia bergabung dalam G-20, pada pertemuan ketujuh di Loas Cabos,Meksiko. Indonesia mengagendakan pembahasan financial inclusion Indonesia yang mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian US$ 845,70 milliar pada tahun 2011 PDB, hebatnya pembiayaan usaha mikro juga mengambil peran besar disini.

  61. Pandu Alit Sukma Permana (110432426522)
    Randy Kelana (110432426551)
    Off L/S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Tugas pertemuan ke-3/ kamis, 13 September 2012
    FINANCIAL INCLUSION
    Soal No.1

    Perkembangan financial inclusion di Indonesia sendiri masih sangat rendah, karena Negara Indonesia memiliki tingkat keuangan yang paling rendah di antara negara anggota G-20. Dapat dilihat dari data yang dirilis oleh Bank Dunia (World Bank), tingkat akses keuangan di Indonesia hanya 20% dari populasi usia 15 tahun ke atas. Dari data Bank Indonesia sendiri juga menggambarkan rendahnya tingkat financial inclusion di Indonesia.
    Soal No.2
    Indikator-indikator financial inclusion di Indonesia dapat di lihat dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah rekening tabungan per April 2012 mencapai 95,80 juta belum menggambarkan secara riil penetrasi tabungan. Sebab, pada kenyataannya, banyak msyarakat yang memiliki lebih dari satu rekening, dan hanya sebagian yang masih aktif untuk digunakan. Dengan asumsi satu orang memiliki 1,5 rekening, hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di bank. Dengan asumsi tersebut, penetrasi penyimpanan dana di bank pun hanya 26% dari total populasi di Indonesia.
    Soal No.3
    1.Lemahnya edukasi dan akses jaringan perbankan yang menghambat penetrasipasar perbankan .Dari angkatan kerja yang mencampai 111,50 juta orang, mayoritas atau 58,36% berpendidikan sekolah dasar sehinnga tak mjuah memahami jasa-jasa yang di tawarkan perbankan
    2.Paradigma perbankan yang menganut prinsip follow the trade sehingga bank-bank cenderung memilih daerah-daerah yang ekonominya sudah berkembang untuk melakukan penetrasi pasar dengan berekspansi jaringan distribusi,seperti kantor maupun (ATM). Bank-bank lebih terpikat memperebutkan nasabah yang sudah ada daripada memperluas nasabah yang baru yang resikonyabelum diketahui dan membutuhkan biaya untuk bias mengedukasi mereka.
    3.Kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas seperti diindikasikan dari besarnya angka kemiskinan yang menurutdata resmi badan pusat statistic (BPS) per 2011 mencapai 30,02 juta orang di tambah dengan sekitar 30juta orang yang masuk kategori hampir miskin.Itu versi pemerintah yang mengkriteria orang miskin adalah orang dengan pengeluaran kurang dari Rp.7.780 per hari dan pengeluaran Rp9.350 per hari untuk kategori orang hampir miskin.
    4.Mahalnya biaya-biaya yang dikenakan di perbankan.Sebagai contoh,biaya transfer melalui system kliring nasional (SKN) dan real time gross settlement (RTGS) yang dikenakan kepada nasabah dan diakui BI itu terlalu tinggi dibandingkan dengan biaya yang dibayar perbankan kepada BI.Rata-rata bank mematok tarif SKN Rp5.000 hingga Rp7.000 serta tarif RTGS Rp.20.000 hingga Rp30.000 per transaksi.Padahal ,tarif SKN ke BI hanya Rp.1.000 dan Rp.7.000 hingga Rp.15.000 untuk RTGS.

    Soal No.4
    Yaitu dengan memasukkan atau membangun bank-bank ke daerah yang terpencil atau sangat terpencil,serta pemerintah juga harus menyediakan infratruktur yang memadai dan menciptakan sumber perekonomiannya.tanpa peran pemerintah, mustahil bank bersedia menjamah lahan kosong,sebagai lembaga yang sangat prudent,perbankan tidak boleh gegaba mengelola dana masyrakat,apalagi rasio-rasio keuangannya selalu diawasi secara ketat.Namun,sebagai agen pembangunan,perbankan juga jangan hanya berpihak pada nasabah-nasabah kaya dengan pelayanan yang istimewa,tapi juga memedulikan nasabah kecil dengan biaya yang ringan

  62. Perhatian ….
    Ok ….untuk semua mahasiswa yang meempuh mata kuliah BLKBB…lihat kasus yang saya upload tanggal 13 september2012 pada blog ini…kemudian berikan respon dan jawaba atas ke 3 kasus tersebut.. untuk yan sudah mengrimkan..bisa kirimkan jabwannya lagi yang lebih rinci sesuai dengan masalah yang ada. (mam)

  63. MUFTIRATUL JANNAH 110432426530 LAILATUL MAGHFIROH 110432426550 OFFERING L/BLKBB on said:

    1. Perkembangan Financial Inclusion di negara ASEAN bisa dikatakan mengalami perkembangan karena sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Mereka sudah bisa melakukan transaksi-transaksi dengan menggunakan lembaga keuagan bank ataupun lembaga keuangan bukan bank. Disana mereka bisa mandiri dalam penggunaanya. Harus memperbanyak lembaga keuangan mikro, apakah koperasi atau BMT, atau KSM, yang sudah dikelola secara modern dan linkage dengan dunia keuangan secara formal, apakah perbankan maupun non perbankan, sampai ke desa-desa agar Financial Inclusion masyarakat menjadi terus berkembang.

    2. Sejak diluncurkan Februari 2010 sudah mencapai 2.554.600 rekening dengan nilai nominal Rp2,7 triliun. Ini suatu pencapaian yang baik namun mengingat survey Bank Dunia bahwa 32 persen penduduk Indonesia belum memiliki tabungan, pencapaian dua tahun itu harus terus ditingkatkan.

    3. Perkembangan Financial Inclusion di Indonesia masih rendah. Bank Indonesia (BI) juga memiliki data yang menggambarkan masih rendahnya tingkat financial inclusion di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan dengan responden 4.095 rumah tangga pada 2011, hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank. Artinya. sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum megakses pinjaman ke bank.

  64. jawabnya sudah kami posting 3 x pak Imam
    -Fajar Try L. (110432426531)
    -Wildan Mudhoffar (110432426549)
    offering L
    mohon dikonfirmasi

  65. dian lestari on said:

    Dian Lestari (110432402844)
    Firdha Choirun NIsa (110432401849)
    Off K / S1 Ekonomi Studi Pembangunan

    1. Berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    Menurut dari data-data yang kami baca ternyata pertumbuhan financial inclussion di negara-negara ASEAN masih sangat rendah dibandingkan dengan negara maju, tercatat kepemilikan rekening di negara-negara maju (yaitu Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD) yang saat ini berada rata-rata di atas 50% terhadap jumlah penduduknya berbanding terbalik dengan di negara-negara sedang berkembang (yaitu Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur) yang berkisar rata-rata 30%, namun dalam beberapa tahun belakangan ini program financial inclusion di negara yang sedang berkembang secara besar-besaran digalakkan untuk menyeimbangkan jasa layanan perbangkan dengan negara maju. Dalam perkembangannya hingga kini, dengan terpuruknya perekonomian negara-negara maju (advance countries), telah mendorong aliran modal ke negara-negara sedang berkembang (emerging economies) karena kawasan ini justru mengalami pertumbuhan yang baik sehingga masuk kategori kawasan yang bertumbuh dengan kuat. Hal ini memberikan peluang yang besar bagi negara-negara sedang berkembang tersebut untuk terus memberdayakan masyarakatnya dalam berbagai kegiatan berbasis keuangan melalui penyediaan akses ke lembaga keuangan yang seluas-luasnya.
    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    a) Di antara perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), posisi Indonesia boleh dikatakan yang terendah ditinjau dari dua aspek.
    • Pertama, aspek rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sebesar 36,41%.
    • Kedua, aspek rasio kredit diberikan terhadap PDB yang sebesar 27,49%.
    b) Rasio biaya operasonal terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank nasional masih diatas 80%, cukup jauh diatas sebagian besar negara-negara ASEAN lainnya yang rata-rata sebesar 40-50%.
    c) Akses penduduk Indonesia kepada jasa industri perbankan (deposito dan pinjaman) termasuk sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Brazil, India, Thailand, dan Malaysia. Jumlah rekening pinjaman penduduk Indonesia hanya lebih tinggi dari India, yaitu sebesar 196,9 rekening per 1.000 orang dewasa. Jumlah cabang bank juga paling rendah, yaitu hanya sebanyak 7,7 unit per 100 ribu orang dewasa. Nilai ini lebih rendah dari India, padahal jumlah penduduk India sekitar lima kali lipat jumlah penduduk Indonesia.
    3. Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial inclussionnya, berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya.
    a) Tingkat akses keuangan masyarakat Indonesia masih rendah, data yang dirilis World Bank di tahun 2012 menunjukkan tingkat akses keuangan masyarakat Indonesia hanya 20% dari populasi usia tahun 15 tahun ke atas.
    b) Dari data (BI) Bank Indonesia tingkat financial inclusion masyarakat Indonesia dengan responden 4.905 rumah tangga pada 2011 hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank, artinya sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman bank. Survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%. Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.
    c) Selain itu banyak orang yang memiliki lebih dari satu rekening, bahkan lebih kendati tak semuanya digunakan. dengan asumsi satu orang memiliki 1,5 rekening, hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di Bank. Dengan asumsi tersebut penetrasi penyimpan dana di bank hanya sekitar 26% dari total populasi Indonesia.
    d) Jumlah Rekening per 1.000 Orang Dewasa 504.7
    Nilai (% terhadap PDB) 37.0
    Nilai Rata-Rata (% terhadap Pendapatan per kapita) 100.8
    Jumlah Rekening per 1.000 Orang Dewasa 196.9
    Nilai (% terhadap PDB) 26.9
    Nilai Rata-Rata (% terhadap Pendapatan per kapita) 188.3
    Akses Jumlah cabang Per 100.000 orang di dewasa totoal 7.7

  66. murni dan agrifina on said:

    24 September 2012
    Nama Kelompok : Agrifina Widya S (110432406734)
    Murni (110432406726)
    OFF/Jurusan : K / Ekonomi Pembagunan
    Analisis Pertemuan ke-4 (18 September 2012)
    1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN?
    Perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN untuk saat ini tinggi . Terbukti pada berita di Kompas pada tanggal 29 November 2011 telah kami temukan data bahwa berdasarkan kajian Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang dipresentasikan dalam seminar regional di Jakarta, Selasa (29/11), Produk Domestik Bruto enam negara-negara ASEAN selama 2012-2016 rata-rata sebesar 5,6 persen. Negara tersebut meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Rata-rata pertumbuhan Indonesia selama periode tersebut sebesar 6,6 persen atau yang tertinggi di antara capaian lima negara lainnya. Indonesia juga diperkirakan akan menjadi satu-satunya negara ASEAN yang pertumbuhannya selama 2012-2016 di atas rata-rata pertumbuhan selama 2003-2007. Sementara rata-rata pertumbuhan ekonomi negara lainnya di bawah capaiannya dalam periode 2003-2007. Hal ini dapat diprediksi jika pertumbuhan ekonomi suatu negara baik, maka dapat disimpulkan financial inclusion dari negara tersebut juga cenderung membaik karena jika negara pertumbuhan ekonominya meningkat, maka keterlibatan masyarakat pada sektor perbankan juga akan meningkat. Itu analisis dari kelompok kami, sedangkan untuk data konkritnya akan dijawab pada no. 2
    2. Tunjukkan data –data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN tersebut ?
    Di tingkat ASEAN, efisiensi perbankan nasional kita (BOPO 83 %) masih berada di bawah Filipina (69 %), Thailand (54 %), Singapura (51 %), dan Malaysia (50 %). Namun, pasar Indonesia masih sangat potensial, tecermin dari rasio kredit per PDB yang relatif rendah dibandingkan negara ASEAN lain. Disimak dari kekuatan modal dan aset, posisi perbankan Indonesia di ASEAN tampaknya satu kelompok dengan bank-bank di Thailand, tetapi relatif tertinggal dibandingkan Malaysia dan Singapura. Keinginan masyarakat Indonesia menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia 39%.

    3. Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial inclusion nya? Berikan komentar beserta dengan angka-angka penunjangnya!
    Rasio simpanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Artinya, jumlah penduduk Indonesia yang menempatkan dananya di produk keuangan masih sedikit. Jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, jumlah rekening simpanan di Indonesia per 1000 penduduk dewasa baru mencapai 504,7 rekening. Sementara di Malaysia dan Singapura masing-masing mencapai 2.063 rekening dan 2.263 rekening. Sementara itu, dari segi kantor cabang bank per 1.000 orang dewasa, Indonesia mencatatkan angka 7,7 unit, Malaysia 11,44 unit dan Singapura 10,5 unit. Sedangkan jumlah rekening kredit per 1.000 orang dewasa di Indonesia mencapai 196,9 rekening, Malaysia 963,6 rekening dan Singapura 914,5 rekening.
    Keinginan masyarakat Indonesia menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia 39%. Berdasarkan Survei Bank Indonesia (BI) bahwa persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%. Ini data survei pada 8 September 2012 kemarin pada Kabar Indonesia. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa keadaan financial inclusion di negara Indonesia ini masih sangat rendah karena masih kurang dari 50% jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

  67. Nanda Puspita Amalia on said:

    Feri Febriandi (110432406737)
    Nanda Puspita Amalia (110432406729)
    OFF K / S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    TUGAS PERTEMUAN KE 4

    1. Menurut kelompok kami, perkembangan secara umum financial inclusion di negara ASEAN sudah lebih baik. Terbukti dengan maksimalnya angka financial inclusion di Singapura. Hal tersebut dikarenakan perekonomian Singapura yang sudah maju, juga pendapatan perkapita nya yang tinggi. Dengan tinggi nya tingkat pendapatan perkapita maka tinggi pula financial inclusion nya. Sedangkan negara ASEAN lainnya yang financial inclusion nya juga tinggi yaitu Brunei Darussalam dan Malaysia. Malaysia financial inclusion nya sebesar 85%, karena masih berkembang perekonomiannya.

    2. Menurut data terbaru yang kami temukan, Financial inclusion Indonesia masih rendah, hanya 54% dan jika dibandingkan Singapura sebesar 100% dan Malaysia 85%.
    Berdasarkan laporan Lembaga Penjamin Simpanan hingga Desember 2011 total simpanan masyarakat di 120 perbankan nasional sebesar Rp 2.787 triliun, dengan komposisi kepemilikan dana sebesar 56,4 persen di rekening perorangan atau sektor rumah tangga.
    Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.
    Di antara perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), posisi Indonesia boleh dikatakan yang terendah ditinjau dari dua aspek. Pertama, aspek rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebesar 36,41%. Kedua, aspek rasio kredit diberikan terhadap PDB yang sebesar 27,49%

    3. Perkembangan financial inclusion di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya bank dan lembaga keuangan bukan bank yang beroperasi di Indonesia. Jumlah lembaga keuangan tsb dari tahun ke tahun juga meningkat. Dengan banyaknya lembaga keuangan di Indonesia menyebabkan penduduk Indonesia semakin mudah mengakses lembaga tersebutdalam kegiatan perekonomian. Namun lembaga keuangan di Indonesia harus tetap meningkatkan program program yang meringankan / mudah bagi masyarakat agar financial inclusion semakin meningkat dan berkembang. Financial inclusion Indonesia masih rendah, hanya 54% dan jika dibandingkan Singapura sebesar 100% dan Malaysia 85%.

  68. Nina Aprilliya R. on said:

    NINA APRILLIYA R. 110432406728
    NOVI WULANDARI 110432401851
    OFF : K/EKP
    Tugas Pertemuan ke 4
    1. Analisis tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
    Perkembangan Financial Inclussion di negara-negara ASEAN menurut kami sudah cukup baik, ditandai dengan pelaksanaan Konferensi ASEAN pertama mengenai Financial Inclussion yang telah diadakan pada tanggal 27-28 Juni 2012 di Jakarta. Konferensi Financial inclusion ini diharapakan akan dapat membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui pemberdayaan UKM. Namun di Indonesia sendiri masih terdapat cukup banyak kesenjangan mengenai pemahaman akan lembaga keuangan yang akhirnya berdampak pada terhambatnya perkembangan Financial Inclussion di Indonesia.
    2. Data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
    Data Bank Dunia akhir tahun 2010 memperlihatkan rasio simpanan terhadap PDB Indonesia hanya sebesar 36,9%. Sementara rasio Malaysia dan Singapura masing-masing sudah mencapai 105,5% dan 280,9%. Masih membandingkan dengan Singapura dan Malaysia, jumlah rekening simpanan di Indonesia per 1000 penduduk dewasa baru mencapai 504,7 rekening. Sementara di Malaysia dan Singapura masing-masing mencapai 2.063 rekening dan 2.263 rekening. Sementara itu, dari segi kantor cabang bank per 1.000 orang dewasa, Indonesia mencatatkan angka 7,7 unit, Malaysia 11,44 unit dan Singapura 10,5 unit. Sedangkan jumlah rekening kredit per 1.000 orang dewasa di Indonesia mencapai 196,9 rekening, Malaysia 963,6 rekening dan Singapura 914,5 rekening.
    3. Perkembangan financial inclusion di Indonesia beserta angka-angka penunjangnya:
    Keadaan finalcial inclusion di Indonesia saat ini masih sangat rendah. Hal ini dikerenakan masih rendahnya financial literacy di kalangan masyarakat. Keinginan masyarakat Indonesia menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia 39%. Selain itu masih sedikitnya jumlah lembaga keuangan di daerah pedesaan juga mempengaruhi minat masyarakat untuk mengakses lembaga keuangan. Masih jarang ditemui kantor-kantor lembaga keuangan di kota-kota kecil apalagi di daerah plosok. Kebanyakan lembaga-lembaga keuangan masih terkonsentrasi di daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Padahal dengan mengakses ke lembaga keuangan, dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut dan pertumbuhan ekonomi pun bisa berjalan lebih baik. Seharusnya pihak lembaga keuangan lebih bisa agresif dalam mensosialisasikan tentang kelebihan dan keuntungan yang akan diperoleh jika mereka mengakses lembaga keuangan. Perluasan kantor cabang lembaga keuangan juga perlu dilakukan guna memberi kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan.
    Saat ini akses jasa keuangan masyarakat di Indonesia masih berkisar 20%. Hal ini menunjukkan betapa masih besarnya warga masyarakat Indonesia (sekitar 80%) yang tidak atau belum memiliki akses ke lembaga keuangan yang salah satunya dikarenakan oleh tingkat literasi tentang lembaga keuangan masih sangat rendah. Terdapat data obyektif yang menarik terkait tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia. Pertama, sebanyak 86,67% dari total populasi penduduk Indonesia tergolong ke dalam masyarakat di bawah garis kemiskinan. Kedua, sebanyak 64,25% dari total populasi penduduk Indonesia bertempat tinggal dan hidup di wilayah pedesaan. Ketiga, sebanyak 60% dari total populasi penduduk Indonesia tidak memiliki akses ke lembaga keuangan/perbankan. Keempat, sebanyak 60-70% dari 51,3 juta pelaku UMKM di Indonesia belum terhubung dengan layanan perbankan. Kelima, sebanyak 99,9% dari seluruh pelaku usaha di Indonesia adalah tergolong ke dalam pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
    Berdasarkan penelitian Bank Dunia diketahui akses ke lembaga keuangan di Indonesia untuk semua strata masyarakat diketahui telah mencapai 52% dengan menggunakan jasa formal, terdiri dari sebanyak 49% menggunakan jasa formal (perbankan) dan 3% menggunakan jasa formal yang lain; sebanyak 31% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 17% tidak atau belum menggunakan jasa keuangan baik keuangan maupun non keuangan. Penelitian untuk kategori/kelompok keluarga miskin juga ditemukan fenomena yang menarik, yaitu: sebanyak 21% telah menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 19% jasa perbankan dan 2% jasa formal yang lain; sebanyak 40% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 39% tidak atau belum menggunakan jasa lembaga keuangan.
    Masih dari penelitian Bank Dunia, dari sejumlah sampel responden, ditemukan fakta menarik mengenai tingkat aksesbilitas masyarakat Indonesia terhadap lembaga keuangan, sebagai berikut. Pertama, hanya sebanyak 20% dari populasi masyarakat Indonesia telah memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Kedua, sebanyak 8% dari populasi masyarakat Indonesia yang telah memiliki rekening ternyata dipergunakan untuk menerima pembayaran gaji atau upah. Ketiga, sebanyak 15% dari populasi masyarakat Indonesia menabung di lembaga keuangan formal dalam satu tahun terakhir. Keempat, sebanyak 9% dari populasi masyarakat Indonesia meminjam/kredit pada lembaga keuangan formal dalam satu tahun terakhir. Dan kelima, sebanyak 42% dari populasi masyarakat Indonesia meminjam atau berhutang dari keluarga atau teman dalam satu tahun terakhir.
    Sementara itu, terkait dengan akses tabungan dan kredit, ditemukan hasil yang menarik, yaitu: pertama, sebanyak 32% dari masyarakat Indonesia tidak terlayani oleh perbankan atau dengan kata lain belum memiliki rekening tabungan. Kedua, sebanyak 40% dari masyarakat Indonesia belum menggunakan jasa layanan pinjaman/kredit. Data akses ke tabungan dan kredit di atas sejalan dengan data rasio simpanan terhadap PDB yang berkisar 37,50% dan data rasio kredit terhadap PDB yang berkisar 29,62%. Data-data di atas menunjukkan masih rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat kepada lembaga keuangan.

  69. shofiul,mualimin dan Dendi,off.k on said:

    Shofiul Umam (110432406732)
    Mualimin (110432426508)
    Dendi Agung N. (110432406738)
    Offering K / S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Tugas Pertemuan ke – 4 tanggal 18 September 2012

    1.Berikan analisis tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    Perkembangan financial inclusion negara-negara di wilayah regional ASEAN menurut kelompok kami secara umum sudah mengalami beberapa kemajuan. Perkembangan tersebut dapat dilihat pada beberapa negara yang dianggap sudah mewakili negara- negara diwilayah regional ASEAN. Seperti Thailand, Malaysia dan Singapura sebagian besar masyarakatnya sudah memilki akses keuangan di sektor keuangan formal atau dapat disimpulkan bahwa di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Menurut data yang kami ambil dari World Bank tentang Financial Inclusion tahun 2011, sekitar 59 % populasi di Asia Tenggara dan Asia Timur belum terjangkau layanan finansial.
    Sementara itu, beberapa negara kawasan lain seperti Timur Tengah, sekitar 67 % atau 136 juta orang belum terjangkau layanan keuangan.
    Di Amerika Latin, sebanyak 65 % atau 250 juta orang belum tersentuh akses keuangan. Di Afrika lebih banyak lagi, karena 80 % atau 326 juta orang belum tersentuh layanan keuangan. Secara tidak langsung data-data tersebut sudah memberikan kesimpulan bahwa Negara-negara ASEAN mengalami perkembangan financial inclusion yang cukup pesat jika dibandingkan kawasan regional lain di Asia, Afrika dan Amerika Latin.
    2.Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    Menurut sumber data yang telah kelompok kami kumpulkan. Malaysia telah memiliki salah satu dari penetrasi tertinggi rekening deposito dan pinjaman di dunia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2008, lebih dari 80% dari penduduk Malaysia memiliki akses ke setidaknya rekening deposito. Pada tahun 2009, penetrasi rekening deposito dan rekening pinjaman di Malaysia adalah rekening deposito 3.300 per 1.000 orang dewasa dan 1.100 rekening pinjaman per 1.000 orang dewasa, masing-masing. Bank Dunia juga telah memperingkat nomor satu Malaysia selama tiga tahun (2008 – 2010) dalam hal mendapatkan kredit. Sebagian dari keberhasilan dalam mencapai tingkat tinggi inklusi keuangan adalah karena strategi dan inisiatif kebijakan yang dilakukan oleh Bank Malaysia selama bertahun-tahun.
    Adapun Singapura yang memiliki akses keuangan yang lebih baik dari negara lain sudah hampir 100 %, yang mana hanya tinggal memfokuskan pada perlindungan nasabah. Sedangkan Indonesia sampai saat ini, ada sekitar 54 % orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan dan sebanyak 49 % populasi Indonesia belum tersentuh akses keuangan.Hal ini diperjelas dari data world bank bahwa kurang dari 20% penduduk Indonesia mendapatkan pinjaman dari bank, dan sekitar sepertiganya dari sektor informal, sekitar 40% penduduk tidak memiliki akses untuk mendapatkan kredit.
    Menurut sumber data yang lain, kami simpulkan bahwa yang tercatat di tingkat ASEAN, efisiensi perbankan nasional kita (BOPO 83 persen) masih berada di bawah Filipina (69 persen), Thailand (54 persen), Singapura (51 persen), dan Malaysia (50 persen). Namun, pasar Indonesia masih sangat potensial, tecermin dari rasio kredit per PDB yang relatif rendah dibandingkan negara ASEAN lain. Disimak dari kekuatan modal dan aset, posisi perbankan Indonesia di ASEAN tampaknya satu kelompok dengan bank-bank di Thailand, tetapi relatif tertinggal dibandingkan Malaysia dan Singapura.
    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar disertai dengan angka-angka penunjangnya
    Menurut kelompok kami setelah menyimpulkan dari berbagai informasi, sampai saat ini ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja serta perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Jika kita melihat negara Thailand dan Malaysia serta negara berkembang lainnya, seperti Meksiko, Kenya, Indonesia sudah jauh ketinggalan. Indonesia juga menempati peringkat ke-5 dari negara yang belum tersentuh layanan akses finansial di Asia. Peringkat pertama negara di Asia yang belum banyak tersentuh akses finansial ditempati Pakistan. Sekitar 85 % penduduk negara itu belum memiliki akses keuangan, Filipina 75 %, China 60 %,
    dan India 55 %. Strategi financial inclusion banking Indonesia hanya menyumbang kurang 30% dari PDB, sedangkan negara jiran lebih dari 100%. Terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab utama penduduk Indonesia belum memiliki akses layanan keuangan ke industri perbankan. Dari sisi rekening tabungan, hampir 79 % tidak memiliki uang, 9 % tidak memiliki pekerjaan, dan 4 % tidak merasakan manfaat memiliki rekening.
    Dari sisi kredit, hampir 60 % tidak layak mendapatkan pinjaman, 20 % tidak mau meminjam, dan 4 % tidak memiliki jaminan. Sementara itu, dari sisi asuransi, hampir 45 % tidak memiliki uang, 29 % tidak mengetahui layanan asuransi dan 17 % tidak membutuhkan asuransi.
    Sehingga dapat dipastikan dalam waktu relatif singkat perbankan nasional mau-tak mau akan turut dengan arus negara-negara berkembang lainnya yang tengah giat menerapkan “financial inclusion” yang banyak bermanfaat dan penting bagi kinerja perbankan sendiri, perbaikan kondisi sosial rakyat maupun pertumbuhan ekonomi nasional.
    Oleh karena itu pemerintah mengawali realisasinya berupa proyek Inisiatif Tabunganku dan baru – baru ini kampanye RABU (rajin menabung setiap Rabu dengan pengiriman mobil servis ke tempat) proyek dini ini dimaksudkan pemerintah mendorong semua lapisan rakyat, termasuk murid, petani, buruh memiliki akses jasa perbankan. Pada kenyataanya proyek tersebut sudah memberi hasil yang menggembirakan dengan pembukaan 2,5 juta akun dan tabungan mencapai Rp.2,7 triliun sejauh ini dan terus meningkat.

  70. didin dan ratna on said:

    Didin Elok Paraastiti (110432406735)
    Ratna Ayu Kusumawati (110432426510)
    Off K
    S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan

    1. Berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya,..
    JAWABAN :
    Perkembangan financial inclusion di negara Asean: perkembangan financial inclusion di negara ASEAN sudah mengalami peningkatan. Akan tetapi, pada negara Indonesia sendiri masih kurang dalam kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa lembaga keuangan, dibandingakan dengn negara tetangga. Meskipun demikian, posisi lembaga keuangan di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar,ditinjau dari dua aspek. Kedua aspek itu yakni rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap produk domestik bruto (PDB) yang hanya 36,41%. Lainnya, aspek rasio kredit yang diberikan terhadap PDB hanya sebesar 27,49%. Hanya sekitar 39% dari total penduduk di Indonesia yang berkeinginan untuk menabung di bank,dibanding dengan negara Singapura sudah 100 % dan Malaysia 85% . Sejak dilaksanakannya program inklusi keuangan pada tahun 2010, akses masyarakat terhadap perbankan masih minim. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. Perbankan harus menjadi motor penggerak inklusi keuangan ini. Negara-negara ASEAN juga sepakat menjalankan inklusi keuangan, nantinya mereka bisa melakukan pertukaran informasi dan masukan implementasi pengelolaan keuangan terbaik. Indonesia sendiri menempati peringkat ke-5 dari negara yang belum tersentuh layanan akses finansial di Asia. Menurut data World Bank Financial Inclusion 2011, sekitar 59 persen populasi di Asia Tenggara dan Asia Timur belum terjangkau layanan finansial. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011.. Sementara itu, dari segi kantor cabang bank per 1.000 orang dewasa, Indonesia mencatatkan angka 7,7 unit, Malaysia 11,44 unit dan Singapura 10,5 unit. Sedangkan jumlah rekening kredit per 1.000 orang dewasa di Indonesia mencapai 196,9 rekening, Malaysia 963,6 rekening dan Singapura 914,5 rekening.

  71. devinta, chusnul, yossy on said:

    Chusnul Chotimah 110432406730
    Devinta Nur A 110432401842
    Yossy F. Valentina 309432418420

    Offering K / S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Tugas Pertemuan ke – 4 tanggal 18 September 2012

    1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    Perkembangan Inklusi keuangan di negara-negara ASEAN masih tergolong rendah, dibandingkan dengan negara-negara di Eropa, Astralia dan Amerika. Hal ini disebabkan pendapatan per kapita di negara-negara ASEAN masih rendah, hanya beberapa negara di ASEAN yang bisa dikatakan telah benar-benar maju. Karena semakin rendah GDP per kapita di negara-negara sedang berkembang (Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur), maka tingkat persentase kepemilikan rekening semakin rendah atau sedikit.
    Dari masalah tersebut maka, ASEAN semakin menguatkan dukungan dalam rangka pendirian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015, Konferensi Inklusi Keuangan ASEAN pertama menjadi inisiatif untuk mengikutsertakan inklusi keuangan ke dalam agenda ASEAN menuju terciptanya MEA 2015. Dengan inklusi keuangan ASEAN, sejumlah negara kawasan regional bisa melakukan pertukaran informasi dan masukan tentang pengelolaan keuangan terbaik. Selain itu inklusi juga bisa berguna untuk merumuskan kebijakan dan rekomendasi di antara negara ASEAN seperti pendidikan terkait keuangan dan perlindungan nasabah.
    Inklusi keuangan juga bisa mendorong pertumbuhan keuangan terutama bagi wirausahawan ASEAN tingkat kecil dan menengah (UKM). Dengan demikian inklusi keuangan akan menjadi inisiatif antar sektor yang memasukan proses keuangan dan perkembangan UKM yang akan dilaporkan kepada para pemimpin ASEAN melalui Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN dan Menteri Ekonomi ASEAN. Pendirian MEA kemungkinan akan terdapat kerja sama dari inklusi keuangan ke depan antara lain, terdiri dari pertukaran dan pembaharuan tahapan penciptaan strategi ekonomi nasional berdasarkan kebutuhan masing-masing negara.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    Di tingkat ASEAN, efisiensi perbankan nasional kita (BOPO 83 persen) masih berada di bawah Filipina (69 persen), Thailand (54 persen), Singapura (51 persen), dan Malaysia (50 persen). Namun, pasar Indonesia masih sangat potensial, terlihat dari rasio kredit per PDB yang relatif rendah dibandingkan negara ASEAN lain. Dilihat dari kekuatan modal dan aset, posisi perbankan Indonesia di ASEAN tampaknya satu kelompok dengan bank-bank di Thailand, tetapi relatif tertinggal dibandingkan Malaysia dan Singapura.

    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya? berikan komentar disertai dengan angka-angka penunjangnya!!
    Keuangan Inklusi di Indonesia saat ini belum berkembang secara maksimal, hal ini terlihat dari survei rumah tangga yang dilakukan Bank Indonesia pada 2010, terdapat fakta bahwa 62% rumah tangga tidak memiliki tabungan sama sekali. Fakta ini sama dengan hasil study WorldBank tahun 2010 yang menyatakan bahwa hanya separuh penduduk Indonesia yang memiliki akses ke sistem keuangan formal. Artinya ada lebih dari setengah penduduk yang tidak punya akses ke lembaga keuangan formal sehingga membatasi kemampuan masyarakat tersebut untuk terhubung dengan kegiatan produktif lainnya. Selain itu jumlah outlet atau kantor cabang yang terbatas sehingga belum mampu dijangkau oleh masyarakat. Lokasi-lokasi kantor cabang juga cenderung terkonsentrasi hanya di area-area yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan bisnis di kota-kota besar saja. Sementara di kota-kota kecil dan daerah-daerah pelosok, keberadaan kantor cabang masih terbatas. Masalah biaya investasi yang besar seringkali menjadi kendala utamanya.
    Masalah tersebut memberikan makna penting, bahwa pemerintah dan regulator keuangan bersama dengan seluruh pelaku industri keuangan seharusnya memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat melalui pendekatan financial inclusion. Salah satu caranya yaitu pelaku perbankan perlu menambah dan memperluas jumlah kantor cabang baik dalam bentuk fisik gedung dan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) maupun dalam bentuk non fisik berupa electronic channels.
    Survei Bank Indonesia (BI) mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%. Ada tiga provinsi dengan lebih dari separuh sampel di wilayah tersebut yang memiliki simpanan di LKB, yakni Sulawesi Selatan 57,14%, Sumatera Barat 57,01%, dan DKI 54,33%. Meskipun sebagian besar rumahtangga memiliki simpanan di LKB, namun peran LKNV dan NLK di beberapa daerah juga signifikan.
    Secara khusus, jumlah rumah tangga di Provinsi Jawa tengah yang memiliki LKNB cukup tinggi, yaitu 16,17%. Sementara jumlah simpanan di NLK paling tinggi di wilayah Jawa Tengah. Hasil survei juga mengatakan, sebanyak 54,90% rumah tangga Indonesia belum memiliki utang dan lembaga keuangan. Hanya 45,10% rumah tangga yang memiliki akses terhadap pinjaman dan dari jumlah tersebut hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman di bank. Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.
    Preferensi sumber pinjaman juga berbeda, di mana masyarakat berpenghasilan rendah lebih banyak meminjam pada NLK, dan masyarakat berpenghasilan sedang dan tinggi lebih banyak meminjam ke bank. Survei BI ini ingin menggambaran bahwa masih banyak orang Indonesia yang belum terjangkau oleh layanan lembaga keuangan formal, utamanya bank.

  72. Nizwatul Azizah 110432401845
    Silviana Noerita 110432406743
    Offering K/ S1 ESP

    Tugas pertemuan ke 4, jam ke 4-6.

    1. Menurut kami, inklusi keuangan di negara- negara ASEAN sudah lebih baik dibanding tahun lalu. Inklusi keuangan dalam suatu negara dapat dikatakan baik, apabila masyarakat dalam negara tersebut sudah mampu berinteraksi dengan lembaga keuangan yang ada. Ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah kepemilikan rekening penduduk masing- masing negara, didukung dengan data yang akan kami jabarkan di no. 2. Apabila perkembangan inklusi keuangan dalam suatu negara tinggi, maka akan mendukung pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

    2. Data inklusi keuangan di negara- negara ASEAN berdasarkan kepemilikan rekening penduduk masing- masing negara. Dari jumlah penduduk di atas 15 tahun yang sekitar 239,9 juta, kepemilikan rekening di Indonesia hanya 19,6 persen di mana untuk rekening simpanan sebesar 15,3 persen dan kredit 8,5 persen. Jumlah tersebut masih di bawah negara ASEAN lain seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura. Malaysia memiliki total kepemilikan rekening sebesar 66,2 persen dari jumlah penduduk di atas 15 tahun atau sebanyak 28,4 juta jiwa. Sementara Thailand 72,7 persen, Filipina, bahkan Singapura sebesar 98,2 persen penduduk di atas 15 tahun telah memiliki rekening.
    *Sumber : http://finance.detik.com/read/2012/05/14/174753/1916933/5/soal-jumlah-rekening-bank-ri-paling-ketinggalan-di-asean

    3. Perkembangan inklusi keuangan di Indonesia menurut kami sudah lebih baik, namun masih tertinggal oleh negara- negara di ASEAN. Sesuai data yang ada, Indonesia 19,6%; Malaysia 66,2%; Thailand 72,7%, Filipina dan Singapura sebesar 98,2%. Hal ini disebabkan oleh pelayanan yang masih kurang menjangkau masyarakat di daerah. Menurut kami, Bank di Indonesia kurang efisien, karena memiliki banyak bank, namun hanya memiliki sedikit cabang yang ada di daerah. Berbeda dengan bank di luar negeri yang memiliki jumlah sedikit tetapi memiliki cabang yang banyak. Selain itu, bank di lima negara ASEAN lebih mementingkan pelayanan, sedangkan bank di Indonesia lebih banyak menarik nasabah dengan cara memberikan iming- iming hadiah dibanding pelayanan yang maksimal.

  73. Diah Rosita 110432401850
    Soimatul Lailiah 110432406725
    Offering K / S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Tugas Pertemuan ke-4 / 18 September 2012

    1. Asean terdiri dari kumpulan negara di asia tenggara yang berjumlah 10 negara. Tiap-tiap negaranya memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang berbeda. Disini kami mengambil 3 contoh negara. Indonesia memiliki tingkat GDP yang sangat tinggi, tetapi diimbangi dengan jumlah penduduknya yang besar. Sehingga bila dibagi jumlah penduduknya, pendapatan perkapita masyarakatnya rendah. Selain itu tingginya tingkat inflasi juga menyebabkan masyarakat menghemat pengeluarannya untuk konsumsi yang harganya naik sekitar 8%. Suku bunga yang tinggi juga menyebabkan dana nasabah di bank mendapat bunga yang tinggi pula, maka masyarakat akan memprioritaskan uangnya untuk di tabungkan di bank untuk mendapat balas jasa berupa bunga bank. Kemudian kita beralih pada Negara Malaysia. Malaysia memiliki tingkat GDP yg lebih rendah dari indonesia dan jumlah penduduk yang sedikit. Sehingga bila GDP dibagi dengan jumlah penduduknya maka pendapatan perkapitanya menjadi sangat rendah. Disisi lain, tingkat inflasi di Negara tersebut juga lebih rendah dari Indonesia dan vietnam, hal tersebut dapat menyebabkan masyarakat lebih memprioritaskan membelanjakan uangnya untuk konsumsi yang harganya naik sebesar 5%. Suku bunga pada Negara tersebut juga rendah, sehingga masyarakat tidak lagi antusias untuk menabungkan uangnya di bank karena bunga yang di dapatkan sangatlah rendah. Kemudian pada Negara Vietnam. Vietnam memiliki tingkat GDP yang lebih tinggi dari malaysia dan jumlah penduduk yang besar. Sehingga, bila GDP dibagi dengan jumlah penduduknya maka pendapatan perkapitanya rendah. Selain itu, tingkat inflasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan Indonesia dan malaysia akan menyebabkan masyarakat lebih menghemat pengeluarannya untuk konsumsi yang harganya naik sekitar 11%.suku bunga yang rendah akan menyebabkan dana nasabah di bank mendapat bunga yang rendah, maka masyarakat tidak lagi antusias untuk menabungkan uangnya di bank, melainkan mereka akan lebih memilih untuk meminjam uang pada bank karena bunga pengembaliannya sangatlah rendah.

    2. *berdasarkan data Worldbank
    Tahun 2010*
    Indonesia : Inflasi 8.1 , GDP 708,026,840,495.0 , Suku Bunga 6,5% , Jumlah penduduk 234,2 juta
    Malaysia : Inflasi 5.1 , GDP 237,796,914.2 , suku bunga 3,8% , jumlah penduduk 28,3 juta
    Vietnam : Inflasi 11.9 , GDP 106,426,845,156.8 , suku bunga 7% , Jumlah penduduk 90,549,390

    3. Sama seperti pendapat kami sebelumnya bahwa di indonesia akses keuangan untuk masyarakat kelas bawah masih rendah. Hal ini berdasarkan indikator jumlah banyaknya kantor-kantor perbankan maupun non perbankan yang tersedia di daerah-daerah. Tetapi perkembangan financial inclusion di Indonesia akan terus berkembang. Signifikannya perkembangan sistem pembayaran di indonesia membuat perbankan semakin aktif dan kreatif dalam menciptakan cara mudah bertransaksi. Banyaknya kemudahan yang ditawarkan perbankan dalam melayani masyarakat tidak hanya dimanfaatkan oleh nasabah saja, tapi juga non nasabah yang membutuhkan jasa keuangan perbankan. Perbankan pun berupaya memperbaiki sarana dan infrastruktur pendukung yang mempermudah akses layanan perbankan. Hal ini juga didorong oleh BI sebagai regulator keuangan di Indonesia dalam program pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. BI mengeluarkan kebijakan tersebut serta kebijakan-kebijakan yang lain seperti kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan fungsi pengawasan, serta kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan. Data yang kami temukan yaitu sekitar 49%* penduduk indonesia atau sekitar 115 juta masyarakat belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Minimnya akses tersebut dikarenakan sedikitnya lembaga keuangan di suatu wilayah dan masih kurangnya kepercayaan masyarakat dalam menggunakan jasa lembaga keuangan. Maka kedepannya, sosialisasi perbankan perlu digerakkan untuk mendorong masyarakat menggunakan jasa perbankan dalam peningkatan perkembangan financial inclusion di Indonesia. (*www.artajasa.co.id)

    sekitar 49% penduduk Indonesia atau sekitar 115 juta masyarakat belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Minimnya lembaga keuangan di suatu wilayah dan masih kurangnya kepercayaan masyarakat dalam menggunakan jasa lembaga keuangan
    Menurut Darmin, guna mendukung program pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, BI meluncurkan program perluasan akses kepada lembaga keuangan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meniadakan hambatan akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan, baik yang bersifat harga maupun nonharga.

    Mengacu survei Bank Dunia pada 2009, kata Darmin, sekitar 32% dari masyarakat Indonesia atau 76 juta penduduk masih dalam kondisi financially excluded, yaitu belum tersentuh jasa yang paling dasar dari sektor keuangan seperti bank, pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lembagalembaga lain.

  74. Rifki Jamaluddin (110432426513)

    Mengingat popularitas dan pesatnya perkembangan strategi financial inclusion yang sampai dibahas dalam Konperensi ASEAN dan G20 di Meksiko baru-baru ini, maka strategi ini jelas bakal membawa angin perubahan bagi pengembangan perbankan nasional baik dalam struktur organisasi, menajemen, penetapan serta penempatan anggaran operasional, pemasaran dan khususnya peningkatan mutu pelayanan.

    Perbankan nasional dituntut mulai dari sekarang melakukan litbang dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi untuk meluncurkan produk-produk perbankan kreatif, cost-saving dan accessible oleh hampir semua lapisan masyarakat demi survival dan keunggulan daya saing.

    Konservatifisme pada akhirnya akan memberi jalan kepada inovasi, efisiensi dan kreatifitas. Introduksi strategi financial inclusion masa kini barangkali hanya titik awal bagi transformasi dari pembangunan industri perbankan fisik ke perbankan virtual kelak, siapa tahu!

    Akses keuangan finansial ekonomi ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia. Di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.Oleh karena itu, Gerakan Pemuda Ansor menilai diperlukan sebuah upaya masif dan sistematis untuk membuka akses keuangan yang seluas-luasnya bagi seluruh lapisan warga masyarakat, khususnya kelompok miskin, sehingga memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.

    Menurut catatan BI, Indonesia sebenarnya sudah lama melalui program yang dapat dikategorikan sebagai financial inclusion, yaitu sejak 1965 dimana pemerintah melaksanakan program perkreditan untuk mendorong peningkatan pangan sekaligus menanggulangi kemiskinan. BI dan perbankan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan penyebaran atau pengenalan akses keuangan secara luas.

  75. MARENDRA MAHARDI KENGRAT
    ADIT
    OFF.K / PERTEMUAN KE 4 / S1 EKP

    1 .inklusi keuangan di Negara ASEAN sudah mengalami perkembangan . Dengan inklusi keuangan ASEAN, sejumlah negara kawasan regional bisa melakukan pertukaran informasi dan masukan implementasi pengelolaan keuangan terbaik. Dapat disampaikan pula, di antara perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), posisi Indonesia boleh dikatakan yang terendah ditinjau dari dua aspek. Pertama, aspek rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sebesar 36,41%. Kedua, aspek rasio kredit diberikan terhadap PDB yang sebesar 27,49%. Dengan demikian, sebenarnya ruang untuk meningkatkan rasio DPK dan kredit terhadap PDB sangat terbuka dengan menggunakan pendekatan financial inclusion yang secara langsung menyentuh kepada target sasaran. Jadi dengan berkembangnya inklusi keuangan di Negara ASEAN di harapkan banyak nya masarakat yang bisa mengakses lembaga keuangan bank maupun non bank , sehingga kemakmuran serta kemiskinan pun bisa berkurang.
    2. Sampai saat ini, ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia.
    Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid mengatakan, di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan.
    Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.
    3 . Survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%.
    Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.
    Preferensi sumber pinjaman juga berbeda, di mana masyarakat berpenghasilan rendah lebih banyak meminjam pada NLK, dan masyarakat berpenghasilan sedang dan tinggi lebih banyak meminjam ke bank. survei BI ini ingin menggambaran bahwa masih banyak orang Indonesia yang belum terjangkau oleh layanan lembaga keuangan formal, utamanya bank. Faktor penyebab utamanya karena jumlah outlet atau kantor cabang yang terbatas sehingga belum mampu diakses oleh masyarakat.

  76. Rosa wahyu buana dewi & Ardhini Erdyan Nita on said:

    Ardhini Erdyan Nita (11043206742)
    Rosa Wahyu Buana Dewi (110432401843)
    S1 / EKP / OFF K
    Tugas pertemuan ke-4

    1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN?
    Perkembangan Financial Inclussion di negara-negara ASEAN cukup berkembang dengan pesat, ini dikarenakan masyarakat sudah banyak yang mengenal lembaga keuangan, terutama negara-negara ASEAN yang sudah maju. Tetapi perkembangan yang pesat tersebut tidak diimbangi dengan negara berkembang, dikarenakan adanya perbedaan pendapatan perkapita. Karena semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, maka bisa merangsang pertumbuhan ekonomi dan menunjang perkembangan financial inclussion dengan begitu tingkat literasi keuangan masyarakat juga meningkat.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN!
    di tingkat ASEAN, Indonesia masih dibawah Filipina (69 persen), Thailand (54 persen), Singapura (51 persen), dan Malaysia (50 persen). Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. hal ini disebabkan karena wilayah Indonesia yang luas dan tingkat kepadatan penduduknya juga tinggi, sehingga pendapatan per kapita masyarakat di Indonesia rendah.

    3. Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial inclusionnya? Berikan komentar disertai dengan angka-angka penunjangnya!

    Menurut kami, financial inclusion di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini :
    1. Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia masih tergolong rendah
    2. Jumlah lembaga keuangan masih sedikit
    3. Kurangnya masyarakat yang memiliki tabungan
    4. Tingkat financial literacy masih minim
    5. Rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat kepada lembaga keuangan formal
    Selain itu tingkat literasi keuangan di negara-negara maju juga lebih menonjol dibandingkan negara-negara sedang berkembang. Akses jasa keuangan masyarakat di Indonesia masih berkisar 20%. Hal ini menunjukkan betapa masih besarnya warga masyarakat Indonesia (sekitar 80%) yang tidak atau belum memiliki akses ke lembaga keuangan.
    Penelitian Bank Dunia diketahui akses ke lembaga keuangan di Indonesia untuk semua strata masyarakat diketahui telah mencapai 52% dengan menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 49% menggunakan jasa formal (perbankan) dan 3% menggunakan jasa formal yang lain; sebanyak 31% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 17% tidak atau belum menggunakan jasa keuangan baik keuangan maupun non keuangan (underserved).
    Kemudian, untuk kategori/kelompok keluarga miskin juga menemukan fenomena yang menarik, yaitu: sebanyak 21% telah menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 19% jasa perbankan dan 2% jasa formal yang lain; sebanyak 40% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 39% tidak atau belum menggunakan jasa lembaga keuangan (underserved).
    Menurut kami, berdasarkan data di atas financial inclusion di Indonesia masih tergolong rendah. Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan tadi ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat financial inclusion di suatu negara yaitu penggunaan teknologi. Menurut kami sampai saat ini penggunaan teknologi di Indonesia masih sangat sulit dijangkau oleh masyarakat di daerah pelosok sehingga akses masyarakat di daerah pelosok ke lembaga keuangan juga mengalami kendala. Padahal akses terhadap lembaga keuangan bagi seluruh lapisan warga adalah kunci dalam upaya pengentasan masyarakat miskin.

  77. Rosa wahyu buana dewi & Ardhini Erdyan Nita on said:

    Ardhini Erdyan Nita (110432406742)
    Rosa Wahyu Buana Dewi (110432401843)
    S1 / EKP / OFF K
    Tugas pertemuan ke-4

    1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN?
    Perkembangan Financial Inclussion di negara-negara ASEAN cukup berkembang dengan pesat, ini dikarenakan masyarakat sudah banyak yang mengenal lembaga keuangan, terutama negara-negara ASEAN yang sudah maju. Tetapi perkembangan yang pesat tersebut tidak diimbangi dengan negara berkembang, dikarenakan adanya perbedaan pendapatan perkapita. Karena semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, maka bisa merangsang pertumbuhan ekonomi dan menunjang perkembangan financial inclussion dengan begitu tingkat literasi keuangan masyarakat juga meningkat.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN!
    di tingkat ASEAN, Indonesia masih dibawah Filipina (69 persen), Thailand (54 persen), Singapura (51 persen), dan Malaysia (50 persen). Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. hal ini disebabkan karena wilayah Indonesia yang luas dan tingkat kepadatan penduduknya juga tinggi, sehingga pendapatan per kapita masyarakat di Indonesia rendah.

    3. Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial inclusionnya? Berikan komentar disertai dengan angka-angka penunjangnya!

    Menurut kami, financial inclusion di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini :
    1. Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia masih tergolong rendah
    2. Jumlah lembaga keuangan masih sedikit
    3. Kurangnya masyarakat yang memiliki tabungan
    4. Tingkat financial literacy masih minim
    5. Rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat kepada lembaga keuangan formal
    Selain itu tingkat literasi keuangan di negara-negara maju juga lebih menonjol dibandingkan negara-negara sedang berkembang. Akses jasa keuangan masyarakat di Indonesia masih berkisar 20%. Hal ini menunjukkan betapa masih besarnya warga masyarakat Indonesia (sekitar 80%) yang tidak atau belum memiliki akses ke lembaga keuangan.
    Penelitian Bank Dunia diketahui akses ke lembaga keuangan di Indonesia untuk semua strata masyarakat diketahui telah mencapai 52% dengan menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 49% menggunakan jasa formal (perbankan) dan 3% menggunakan jasa formal yang lain; sebanyak 31% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 17% tidak atau belum menggunakan jasa keuangan baik keuangan maupun non keuangan (underserved).
    Kemudian, untuk kategori/kelompok keluarga miskin juga menemukan fenomena yang menarik, yaitu: sebanyak 21% telah menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 19% jasa perbankan dan 2% jasa formal yang lain; sebanyak 40% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 39% tidak atau belum menggunakan jasa lembaga keuangan (underserved).
    Menurut kami, berdasarkan data di atas financial inclusion di Indonesia masih tergolong rendah. Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan tadi ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat financial inclusion di suatu negara yaitu penggunaan teknologi. Menurut kami sampai saat ini penggunaan teknologi di Indonesia masih sangat sulit dijangkau oleh masyarakat di daerah pelosok sehingga akses masyarakat di daerah pelosok ke lembaga keuangan juga mengalami kendala. Padahal akses terhadap lembaga keuangan bagi seluruh lapisan warga adalah kunci dalam upaya pengentasan masyarakat miskin.

  78. juan carlo on said:

    Nama : Juan carlo (110432406746)
    Hendrik Dwi Yogga A (110432426505)
    Mata kuliah : BLKBB & BLKB
    Dosen : Imam Mukhlis
    Tugas Tatap Muka Ke- 4
    1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclusion di Negara-negara ASEAN !
    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan Financial Inclussion di Negara ASEAN tersebut !
    3. Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial ? Berikan komentar disertai dengan angka-angka penunjangnya ?
    Jawaban :
    1. Perkembangan Financial Inclussion di ASEAN dapat dikatakan baru berkembang , jadi belum dapat dikatakan baik . Karena kebanyakan diantara Negara-negara ASEAN merupakan bekas negara jajahan , sehingga untuk urusan perekonomiannya kebanyakan masih dibantu oleh pihak luar . Contohnya Singapura yang memiliki tingkat Financial Inclussions yang baik karena Singapura sendiri mendapat banyak bantuan dari Pemerintahan Inggris .
    Tetapi yang sebaliknya pun juga ada seperti Indonesia yang sudah biasa mandiri tanpa membutuhkan bantuan dari luar tetapi tingkat Financial Inclussionsnya masih belum berkembang .
    2. Data inklusi keuangan di negara- negara ASEAN berdasarkan kepemilikan rekening penduduk masing- masing negara. Dari jumlah penduduk di atas 15 tahun yang sekitar 239,9 juta, kepemilikan rekening di Indonesia hanya 19,6 persen di mana untuk rekening simpanan sebesar 15,3 persen dan kredit 8,5 persen. Jumlah tersebut masih di bawah negara ASEAN lain seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura. Malaysia memiliki total kepemilikan rekening sebesar 66,2 persen dari jumlah penduduk di atas 15 tahun atau sebanyak 28,4 juta jiwa. Sementara Thailand 72,7 persen, Filipina, bahkan Singapura sebesar 98,2 persen penduduk di atas 15 tahun telah memiliki rekening. Menurut data yang kami temukan Malaysia telah memiliki salah satu dari penetrasi tertinggi rekening deposito dan pinjaman di dunia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2008, lebih dari 80% dari penduduk Malaysia memiliki akses ke setidaknya rekening deposito. Pada tahun 2009, penetrasi rekening deposito dan rekening pinjaman di Malaysia adalah rekening deposito 3.300 per 1.000 orang dewasa dan 1.100 rekening pinjaman per 1.000 orang dewasa, masing-masing. Bank Dunia juga telah memperingkat nomor satu Malaysia selama tiga tahun (2008 – 2010) dalam hal mendapatkan kredit
    3. Survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%.
    Ada tiga provinsi dengan lebih dari separuh sampel di wilayah tersebut yang memiliki simpanan di LKB, yakni Sulawesi Selatan 57,14%, Sumatera Barat 57,01%, dan DKI 54,33%. Meskipun sebagian besar rumahtangga memiliki simpanan di LKB, namun peran LKNV dan NLK di beberapa daerah juga signifikan.Secara khusus, jumlah rumah tangga di Provinsi Jawa tengah yang memiliki LKNB cukup tinggi, yaitu 16,17%. Sementara jumlah simpanan di NLK paling tinggi di wilayah Jawa Tengah. Hasil survei juga mengatakan, sebanyak 54,90% rumah tangga Indonesia belum memiliki utang dan lembaga keuangan. Hanya 45,10% rumah tangga yang memiliki akses terhadap pinjaman dan dari jumlah tersebut hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman di bank.
    Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.Preferensi sumber pinjaman juga berbeda, di mana masyarakat berpenghasilan rendah lebih banyak meminjam pada NLK, dan masyarakat berpenghasilan sedang dan tinggi lebih banyak meminjam ke bank. Survei BI ini ingin menggambaran bahwa masih banyak orang Indonesia yang belum terjangkau oleh layanan lembaga keuangan formal, utamanya bank.

    Sebagaimana hasil survei BI di atas, maka dari penelitian Bank Dunia diketahui akses ke lembaga keuangan di Indonesia untuk semua strata masyarakat diketahui telah mencapai 52% dengan menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 49% menggunakan jasa formal (perbankan) dan 3% menggunakan jasa formal yang lain; sebanyak 31% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 17% tidak atau belum menggunakan jasa keuangan baik keuangan maupun non keuangan (underserved).
    Masih dari penelitian yang sama, untuk kategori/kelompok keluarga miskin juga menemukan fenomena yang menarik, yaitu: sebanyak 21% telah menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 19% jasa perbankan dan 2% jasa formal yang lain; sebanyak 40% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 39% tidak atau belum menggunakan jasa lembaga keuangan (underserved).
    Sekali lagi, semua data yang disebutkan tadi menunjukkan bahwa peluang bagi perbankan Indonesia untuk menggarap potensi pasar perbankan nasional yang besar masih sangat terbuka. Untuk itu penyediaan akses yang seluas-luasnya disertai keamanan dan kenyamanan yang baik akan mendorong minat masyarakat berhubungan dengan perbankan.
    Masih dari penelitian Bank Dunia, dari sejumlah sampel responden, ditemukan fakta menarik sebagai berikut. Pertama, hanya sebanyak 20% dari populasi masyarakat Indonesia telah memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Kedua, sebanyak 8% dari populasi masyarakat Indonesia yang telah memiliki rekening ternyata dipergunakan untuk menerima pembayaran gaji atau upah.
    Ketiga, sebanyak 15% dari populasi masyarakat Indonesia menabung di lembaga keuangan formal dalam satu tahun terakhir. Keempat, sebanyak 9% dari populasi masyarakat Indonesia meminjam/kredit pada lembaga keuangan formal dalam satu tahun terakhir. Dan kelima, sebanyak 42% dari populasi masyarakat Indonesia meminjam atau berhutang dari keluarga atau teman dalam satu tahun terakhir.
    Data di atas menunjukkan masih rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat kepada lembaga keuangan formal, sekaligus menunjukkan besarnya potensi pasar yang bisa digarap oleh lembaga keuangan formal, khususnya perbankan, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit.
    Sementara itu, terkait dengan akses tabungan dan kredit, ditemukan hasil yang menarik, yaitu: pertama, sebanyak 32% dari masyarakat Indonesia tidak terlayani oleh perbankan atau dengan kata lain belum memiliki rekening tabungan. Kedua, sebanyak 40% dari masyarakat Indonesia belum menggunakan jasa layanan pinjaman/kredit.

  79. adriansyah dan mahendra on said:

    Adriansyah Ramadhan (110432406745)
    Mahendra Eka Putra (110432426509)
    OFF K / 2011
    1. Menurut kelompok kami financial inclusion di ASEAN sudah sangat baik. Karena negara-negara di ASEAN saling meningkatkan sektor perekonomiannya dengan berbagai cara. Misalnya, pertukaran informasi dan masukan implementasi pengelolaan keuangan terbaik. Selain itu inklusi juga bisa berguna untuk merumuskan kebijakan dan rekomendasi di antara negara ASEAN seperti pendidikan terkait keuangan dan perlindungan nasabah. Dengan adanya cara-cara diatas financial inclusion di ASEAN semakin kuat.
    2. Hingga saat ini, berdasarkan survei yang dilakukan Bank Indonesia, baru ada 32 persen penduduk dari lebih dari 230 ribu orang di Indonesia yang memiliki rekening tabungan di bank. Malahan dilihat dari sisi akses pinjaman angkanya lebih kecil lagi. Baru sebanyak 19,58 persen penduduk yang sudah pernah meminjam uang di bank.
    Sementara, berdasarkan data World Bank, 60 persen atau sekitar sekitar 161,3 juta orang dewasa di Indonesia saat ini belum menggunakan jasa perbankan dan layanan keuangan resmi. Jika dirasiokan, hanya ada sekitar 8 bank dan institusi keuangan per 100.000 orang dewasa di Indonesia.
    Akses keungan, finansial ekonomi, kebijakan moneter. Sampai saat ini, ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia.
    Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid mengatakan, di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan.
    “Harus memperbanyak lembaga keuangan mikro, apakah koperasi atau BMT, atau KSM, yang sudah dikelola secara moderen dan linkage dengan dunia keuangan secara formal,apakah perbankan maupun non perbankan, sampai ke desa-desa,” jelas Nusron kepada detikFinance, Kamis (5/7/2012).
    Akses terhadap lembaga keuangan bagi seluruh lapisan warga adalah kunci dalam upaya pengentasan masyarakat miskin. Namun, Hasil Gallup World Poll Survey tentang financial inclusion index yang terbaru menunjukan Indonesia masih sangat jauh tertinggal dari negeri jiran dalam hal aksesabilitas penduduknya terhadap layanan keuangan formal.
    Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.
    Oleh karena itu, Gerakan Pemuda Ansor menilai diperlukan sebuah upaya masif dan sistematis untuk membuka akses keuangan yang seluas-luasnya bagi seluruh lapisan warga masyarakat, khususnya kelompok miskin, sehingga memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
    Pemuda Ansor menyelenggarakan The 1st International Islamic Financial Inclusion Summit yang merupakan sebuah inisiatif Gerakan Pemuda Ansor untuk mempercepat terwujudnya inklusi keuangan (financial inclusion).
    “Kegiatan ini melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), mulai dari pelaku industri keuangan mikro, perbankan, lembaga keuangan nonbank, lembaga pemerintah dan regulator, perbankan, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kepemudaan, hingga mahasiswa,” kata Nusron.
    Sasaran The 1st International Islamic Financial Inclusion Summit adalah terbangunnya kerangka regulasi inklusi keuangan, menciptakan sinergi sektor keuangan dan sektor riil, serta menjadi medium bertukar pengetahuan, informasi, konsolidasi dan silaturahmi di antara semua stakeholder.
    Dengan mengusung tema Mendorong Pembangunan Berkelanjutan melalui Pembukaan Akses Keuangan bagi Semua Lapisan Masyarakat, The 1st International Islamic Financial Inclusion Summit akan dilaksanakan dengan sejumlah kegiatan berangkai, mulai dari Expo, Studium General, Workshop Keuangan Mikro, International Conference, Anugerah Wirasantri Mandiri, Festival Budaya, hingga ajang edukasi yang menghibur melalui Pagelaran Wayang Kulit.
    Pembukaan The 1st International IFIS, yang akan dilakukan secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Stadion Manahan, Solo, pada 16 Juli 2012, akan dihadiri oleh lebih dari 30.000 orang tamu undangan dari kalangan pejabat pemerintah, pemilik lembaga keuangan mikro syariah, eksekutif perbankan dan lembaga nonbank, pakar, akademisi, pengasuh pondok pesantren, santri, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi pemuda dan kemahasiswaan, serta delegasi dari negara-negara ASEAN dan D-8.
    Rangkaian kegiatan The 1st International IFIS 2012 akan dipusatkan di dua tempat, yakni Stadion Manahan dan Diamond Convention Center. Kegiatan di komplek Stadion Manahan yang terdiri dari Ekspo, dan Festival akan dimulai pada 14 Juli. Sedangkan International Conference dan Workhop akan diselenggarakan di Diamond Convention Center mulai Selasa, 17 Juli. Sebuah informasi baik bagi perkembangan perekonomian bangsa, perkembangan moneter indonesia, pola kebijakan moneter indonesia.

    3. Menurut Survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%.

    Ada tiga provinsi dengan lebih dari separuh sampel di wilayah tersebut yang memiliki simpanan di LKB, yakni Sulawesi Selatan 57,14%, Sumatera Barat 57,01%, dan DKI 54,33%. Meskipun sebagian besar rumahtangga memiliki simpanan di LKB, namun peran LKNV dan NLK di beberapa daerah juga signifikan.

    Secara khusus, jumlah rumah tangga di Provinsi Jawa tengah yang memiliki LKNB cukup tinggi, yaitu 16,17%. Sementara jumlah simpanan di NLK paling tinggi di wilayah Jawa Tengah. Hasil survei juga mengatakan, sebanyak 54,90% rumah tangga Indonesia belum memiliki utang dan lembaga keuangan. Hanya 45,10% rumah tangga yang memiliki akses terhadap pinjaman dan dari jumlah tersebut hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman di bank.

    Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.

    Preferensi sumber pinjaman juga berbeda, di mana masyarakat berpenghasilan rendah lebih banyak meminjam pada NLK, dan masyarakat berpenghasilan sedang dan tinggi lebih banyak meminjam ke bank. Survei BI ini ingin menggambaran bahwa masih banyak orang Indonesia yang belum terjangkau oleh layanan lembaga keuangan formal, utamanya bank.

  80. danang bagus prabowo on said:

    Danang Bagus Prabowo 110432426506
    Anita Karlina 110432406736
    OFF : K
    1. Analisis tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
    Perkembangan Financial Inclussion di negara-negara ASEAN menurut kami sudah cukup baik, ditandai dengan pelaksanaan Konferensi ASEAN pertama mengenai Financial Inclussion yang telah diadakan pada tanggal 27-28 Juni 2012 di Jakarta. Namun di setiap negara ASEAN mempunyai tingkat financial inclusion yang berbeda. Seperti halnya Indonesia, tingkat financial inclussion sangat dipengaruhi oleh peran lembga keuangan oleh masing-masing negara. Indonesia memiliki lembaga keuangan yang beragam namun belum mampu mencangkup semua kalangan masyarakat. Pada mumnya negara-negara di ASEAN adalah negara berkembang. Salah satu cirri negara berkembang ialah bentuk masyarakatnya yang cenderung konsumtif sehingga tingkat investasi masyarakat kecil. Perlu adanya peningkatan pengetahuan untuk meningkatkan financial inclusion di masyarakat.

    2. Data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
    Data Bank Dunia akhir tahun 2010 memperlihatkan rasio simpanan terhadap PDB Indonesia hanya sebesar 36,9%. Sementara rasio Malaysia dan Singapura masing-masing sudah mencapai 105,5% dan 280,9%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat financial inclusi di masyarakat tergantung pada pendapatan,pengetahuan masyarakat terhadap lembaga keuangan, jumlah lembaga keuangan,kesadaran masyarakat untuk berperan aktif terhadap peran lembaga keuangan.

    3. Perkembangan financial inclusion di Indonesia beserta angka-angka penunjangnya:
    Keadaan finalcial inclusion di Indonesia saat ini masih sangat rendah. Hal ini dikerenakan masih rendahnya financial literacy di kalangan masyarakat. Keinginan masyarakat Indonesia menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia 39%. Selain itu masih sedikitnya jumlah lembaga keuangan di daerah pedesaan juga mempengaruhi minat masyarakat untuk mengakses lembaga keuangan. Masih jarang ditemui kantor-kantor lembaga keuangan di kota-kota kecil apalagi di daerah plosok. Kebanyakan lembaga-lembaga keuangan masih terkonsentrasi di daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Padahal dengan mengakses ke lembaga keuangan, dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut dan pertumbuhan ekonomi pun bisa berjalan lebih baik. Di Indonesia sekitar 49% orang dewasa tidak memiliki akses perbankan. Penetrasi perbankan masih kecil. Dana pihak ketiga baru 36% dari PDB, sedangkan kredit baru 27% dari PDB.

    Sebagian besar UMKM berkembang tanpa dukungan dana bank. Dari Rp 2.830 triliun dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan, sekitar 41% berasal dari 49.500 rekening dengan simpanan di atas Rp 5 miliar dan jika dibedah lebih jauh, rekening itu hanya dimiliki oleh sekitar 15.000 orang kaya. Sekitar 97,4% rekening dengan simpanan Rp 100 juta ke bawah hanya memiliki dana 16,5% dari dana pihak ketiga.

    Sekitar 68% dana pihak ketiga berasal dari 0,64% rekening dengan simpanan Rp 500 juta ke atas. LPS tidak menyediakan data lebih perinci. Kemungkinan besar, 80% rekening hanya berisi dana kurang dari Rp 10 juta. Inilah kesenjangan riil simpanan di perbankan nasional.

    Untuk asuransi, akses masyarakat lebih rendah lagi. Lebih dari 70% penduduk Indonesia tidak memiliki polis asuransi jiwa. Mereka bahkan tidak memiliki jaminan hari tua dan kematian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja, mereka masih susah. Pengeluaran Rp 8.000 per hari yang menjadi batas garis kemiskinan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum.

    Sebuah survei menunjukkan, sekitar 80 responden mengaku tidak punya tabungan karena tidak memiliki duit. Sedangkan 60% calon debitor dinyatakan tidak layak mendapatkan kredit bank. Jika untuk menabung saja mereka tidak punya uang, bagaimana mungkin mereka bisa membeli polis asuransi? Bagaimana bisa mereka memiliki dana pensiun dan asuransi kesehatan? Itulah salah satu sulit berkembangnya financial inclusion di Indonesia.

  81. wahyu putra on said:

    Wahyu Putra (110432426570)
    Ferry Firmansyah (110432426564)
    Offering MM

    1. Financial inclusion banyak bermanfaat dan penting bagi kinerja perbankan sendiri, perbaikan kondisi sosial rakyat maupun pertumbuhan ekonomi. Perkembangan Financial Inclussion di negara-negara ASEAN juga cukup berkembang pesat, karena saat ini masyarakat sudah banyak yang mengenal lembaga keuangan, terutama negara-negara ASEAN yang sudah maju namun dibandingkan dengan negara-negara jiran Thailand dan Malaysia serta negara berkembang lainnya, seperti Meksiko, Kenya, Indonesia sudah jauh ketinggalan. Strategi financial inclusion banking Indonesia hanya menyumbang kurang 30% dari PDB, sedangkan negara jiran lebih dari 100%.

    2. Berdasarkan data yg diperoleh di tingkat ASEAN, Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. Karena wilayah Indonesia yang luas dan tingkat kepadatan penduduknya juga tinggi, sehingga pendapatan per kapita masyarakat di Indonesia rendah . Indonesia masih dibawah Filipina (69 %), Thailand (54 %), Singapura (51 %), dan Malaysia (50 %). Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011.

    3. Perkembangan Finansial Inclusion di Indonesia cukup baik. Indonesia mendapat sorotan internasional mengenai pelaksanaan program “financial inclusion” yang telah dijalankan. strategi Financial Inclusion sangat dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan dan mendorong pembangunan nasional. Diperlukan perluasan saluran distribusi produk keuangan melalui inovasi dan teknologi serta penerbitan kebijakan dan ketentuan untuk mendukung dan mempercepat terwujudnya financial inclusion. Ekspansi jasa perbankan juga dilakukan dalam transaksi keuangan, konversi rupiah ke valas dan sebaliknya, pembayaran uang pensiun, distribusi BTL, remittance uang TKI di luar rantau dengan segala kemudahan, cepat, murah dan aman amat dinanti-nantikan. Lebih banyak anggota masyarakat diduga akan tertarik dalam proyek ini. Namun tak dapat dipungkiri, ekspansi pelayanan perbankan ini akan menjadi saingan berat bagi perbankan yang bergerak di segmen UKM dan perkreditan rakyat ini. Maka strategi ini jelas bakal membawa angin perubahan bagi pengembangan perbankan nasional baik dalam struktur organisasi, menajemen, penetapan serta penempatan anggaran operasional, pemasaran dan khususnya peningkatan mutu pelayanan. Perbankan nasional dituntut mulai dari sekarang melakukan litbang dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi untuk meluncurkan produk-produk perbankan kreatif, cost-saving dan accessible oleh hampir semua lapisan masyarakat demi survival dan keunggulan daya saing.

  82. Afrieanto s. on said:

    Afrieanto suprobo (110432426585)
    Putra Cahya Trinata (110432426583)
    OFF MM
    Pertemuan ke-4

    1 menurut kelompok kami perkembangan financial inclusion di Negara Negara ASEAN sudah cukup maju.disini dibuktikan oleh banyaknya msayarakat di Negara Negara maju yang telah minikmati jasa layanan lembaga keuangan.tetapi perkembangan tersebut tidak selalu sama dengan yang lain,dikarenakan pendapatan tiap tiap Negara berbeda. untuk itu Indonesia memiliki lembaga keuangan yang beragam namun belum mampu mencangkup semua kalangan masyarakat. Pada mumnya negara-negara di ASEAN adalah negara berkembang dan Negara maju.namun Salah satu ciri negara berkembang ialah bentuk masyarakatnya yang cenderung konsumtif sehingga tingkat investasi masyarakat kecil. Perlu adanya peningkatan pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang lembaga lembaga keuangan,agar dapat menungkatkan financial inclusion Indonesia
    2 kebijakan ekonomi negara, pola kebijakan finansial, perbandiangan kebiajakan keuangan indonesia dengan malaysia Akses keungan, finansial ekonomi, kebijakan moneter. Sampai saat ini, ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia.Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid mengatakan, di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan.
    “Harus memperbanyak lembaga keuangan mikro, apakah koperasi atau BMT, atau KSM, yang sudah dikelola secara moderen dan linkage dengan dunia keuangan secara formal,apakah perbankan maupun non perbankan, sampai ke desa-desa,” jelas Nusron kepada detikFinance, Kamis (5/7/2012).Akses terhadap lembaga keuangan bagi seluruh lapisan warga adalah kunci dalam upaya pengentasan masyarakat miskin. Namun, Hasil Gallup World Poll Survey tentang financial inclusion index yang terbaru menunjukan Indonesia masih sangat jauh tertinggal dari negeri jiran dalam hal aksesabilitas penduduknya terhadap layanan keuangan formal.
    Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.
    Oleh karena itu, Gerakan Pemuda Ansor menilai diperlukan sebuah upaya masif dan sistematis untuk membuka akses keuangan yang seluas-luasnya bagi seluruh lapisan warga masyarakat, khususnya kelompok miskin, sehingga memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
    Pemuda Ansor menyelenggarakan The 1st International Islamic Financial Inclusion Summit yang merupakan sebuah inisiatif Gerakan Pemuda Ansor untuk mempercepat terwujudnya inklusi keuangan (financial inclusion).
    “Kegiatan ini melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), mulai dari pelaku industri keuangan mikro, perbankan, lembaga keuangan nonbank, lembaga pemerintah dan regulator, perbankan, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kepemudaan, hingga mahasiswa,” kata Nusron.
    Sasaran The 1st International Islamic Financial Inclusion Summit adalah terbangunnya kerangka regulasi inklusi keuangan, menciptakan sinergi sektor keuangan dan sektor riil, serta menjadi medium bertukar pengetahuan, informasi, konsolidasi dan silaturahmi di antara semua stakeholder.
    Dengan mengusung tema Mendorong Pembangunan Berkelanjutan melalui Pembukaan Akses Keuangan bagi Semua Lapisan Masyarakat, The 1st International Islamic Financial Inclusion Summit akan dilaksanakan dengan sejumlah kegiatan berangkai, mulai dari Expo, Studium General, Workshop Keuangan Mikro, International Conference, Anugerah Wirasantri Mandiri, Festival Budaya, hingga ajang edukasi yang menghibur melalui Pagelaran Wayang Kulit.
    Pembukaan The 1st International IFIS, yang akan dilakukan secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Stadion Manahan, Solo, pada 16 Juli 2012, akan dihadiri oleh lebih dari 30.000 orang tamu undangan dari kalangan pejabat pemerintah, pemilik lembaga keuangan mikro syariah, eksekutif perbankan dan lembaga nonbank, pakar, akademisi, pengasuh pondok pesantren, santri, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi pemuda dan kemahasiswaan, serta delegasi dari negara-negara ASEAN dan D-8.
    Rangkaian kegiatan The 1st International IFIS 2012 akan dipusatkan di dua tempat, yakni Stadion Manahan dan Diamond Convention Center. Kegiatan di komplek Stadion Manahan yang terdiri dari Ekspo, dan Festival akan dimulai pada 14 Juli. Sedangkan International Conference dan Workhop akan diselenggarakan di Diamond Convention Center mulai Selasa, 17 Juli. Sebuah informasi baik bagi perkembangan perekonomian bangsa, perkembangan moneter indonesia, pola kebijakan moneter indonesia.
    3. Survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%.
    Ada tiga provinsi dengan lebih dari separuh sampel di wilayah tersebut yang memiliki simpanan di LKB, yakni Sulawesi Selatan 57,14%, Sumatera Barat 57,01%, dan DKI 54,33%. Meskipun sebagian besar rumahtangga memiliki simpanan di LKB, namun peran LKNV dan NLK di beberapa daerah juga signifikan.
    Secara khusus, jumlah rumah tangga di Provinsi Jawa tengah yang memiliki LKNB cukup tinggi, yaitu 16,17%. Sementara jumlah simpanan di NLK paling tinggi di wilayah Jawa Tengah. Hasil survei juga mengatakan, sebanyak 54,90% rumah tangga Indonesia belum memiliki utang dan lembaga keuangan. Hanya 45,10% rumah tangga yang memiliki akses terhadap pinjaman dan dari jumlah tersebut hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman di bank.
    Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.

  83. Ika Putriani dan Septifany Achmalinda on said:

    Septifany Achmalinda / MM / 110432426573
    Ika Putriani / MM / 110432426556
    Pertemuan ke 4

    1. Analisis perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN :
    Pertumbuhan financial inclussion di negara-negara ASEAN masih sangat rendah dibandingkan dengan negara maju, tercatat kepemilikan rekening di negara-negara yang saat ini berada rata-rata di atas 50% terhadap jumlah penduduknya berbanding terbalik dengan di negara-negara sedang berkembang, termasuk ASEAN yang berkisar rata-rata 30%. Namun, dalam beberapa tahun belakangan ini program financial inclusion di negara yang sedang berkembang secara besar-besaran digalakkan untuk menyeimbangkan jasa layanan perbangkan dengan negara maju. Financial inclusion itu sendiri merupakan usaha untuk mengikutsertakan masyarakat miskin yang tidak tersentuh layanan jasa keuangan,memperoleh akses ke dalam layanan jasa keuangan demi memperbaiki standar kehidupannya. Masing-masing negara di ASEAN ada yang termasuk negara maju dan ada juga yang masih berkembang. Tetapi, untuk ada kenaikan atau penurunan financial inclusion tergantung pada masing-masing tingkat kesejateraan serta pemerataan pendapatan. Implementasi ASEAN Framework on EED (AFEED) mencatat perkembangan yang cukup baik, ditandai dengan pelaksanaan Konferensi ASEAN Pertama mengenai Financial Inclusion yang telah diadakan pada 27-28 Juni 2012 di Jakarta, Indonesia. Konferensi financial inclusion akan membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui upaya pemberdayaan UKM.
    2. Data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN
    Perkembangan financial inclusion pada setiap negara dapat dilihat di data-data yang dimiliki oleh bank sentral di setiap negara. Seperti di Indonesia, data mengenai financial inclusion dapat diperoleh melalui Bank Indonesia (BI). Perkembangan financial inclusion dapat dipantau melalui lembaga keuangan seperti bank sentral dikarenakan kegiatan ekonomi dipantau sepenuhnya oleh lembaga tersebut. Hingga saat ini, ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di tahun 2011. Sebanyak 49% populasi Indonesia juga belum tersentuh akses keuangan.
    3. Perkembangan financial inclusionnya dengan angka-angka penunjangnya.
    Financial Inclusion di Indonesia sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Walaupun demikian tingkat akses keuangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah
    World Bank menunjukkan tingkat akses keuangan masyarakat Indonesia hanya 20% dari populasi usia tahun 15 tahun ke atas pada tahun 2012. Menurut Bank Indonesia, tingkat financial inclusion masyarakat Indonesia dengan responden 4.905 rumah tangga pada 2011 hanya 19,58% yang memiliki akses pinjaman bank. Dengan demikian, sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman bank. Survei Bank Indonesia menyatakan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank, lembaga keuangan non-bank, dan non-lembaga keuangan tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan utama bagi rumah tangga, yakni mencapai 44,23%. Akses keuangan ke bank mengalami sedikit peningkatan, yaitu dari 18,21% di th 2010 menjadi 19,58% pada th 2011. Selain itu, banyak orang yang memiliki lebih dari satu rekening, bahkan itupun tak semuanya digunakan. Bisa dikatakan satu orang memilki 1,5 rekening dan hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening dibank. Sehingga, penetrasi penyimpanan dana dibank pun hanya 26% dari total populasi.

  84. Akhmad Badri JN (110432406744)
    Sofyan Andri Y (110432426507)
    Offering K/ S1 Ekonomi Studi Pembangunan
    Tugas Pertemuan ke 4
    1. Menurut kami perkembangan financial inclussion di ASEAN keadaannnya sudah cukup baik dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya. Walaupun masih ada beberapa negara keadaan financial inklussinya masih rendah tapi rata – rata keseluruhan sudah cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan keadaan beberapa negara yang penduduknya memiliki rekening yang presentasenya lebih dari 50%.

    2. Data inklusi keuangan di negara- negara ASEAN berdasarkan kepemilikan rekening penduduk masing- masing negara. Untuk saat ini peringkat pertama dihuni negara Singapura dan Filipina karena sekitar 98,2% penduduk yang berusia di atas 15 tahun memiliki rekening. Kemudian disusul Thailand dengan presentase 72,7% selanjutnya Malaysia yang memiliki total kepemilikan rekening sebesar 66,2 persen dari jumlah penduduk di atas 15 tahun atau sebanyak 28,4 juta jiwa, bahakan Malaysia telah memiliki salah satu dari penetrasi tertinggi rekening deposito dan pinjaman di dunia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2008, lebih dari 80% dari penduduk Malaysia memiliki akses setidaknya rekening deposito. Bank Dunia juga telah memperingkat nomor satu Malaysia selama tiga tahun (2008 – 2010) dalam hal mendapatkan kredit. Sedangkan Indonesia, dari jumlah penduduk di atas 15 tahun yang sekitar 239,9 juta, kepemilikan rekening hanya 19,6 persen di mana untuk rekening simpanan sebesar 15,3 persen dan kredit 8,5 persen.

    3. Menurut kami keadaan Financial Inclussion di negara Indonesia kedaan kurang baik hal ini disebabakan karena masih sedikitnya lembaga keuangan di Indonesia dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai lembaga keungan di Indonesia. Hal ini juga dapat dilihat dari survei Bank Dunia dari jumlah penduduk di atas 15 tahun yang sekitar 239,9 juta, kepemilikan rekening hanya 19,6% dimana untuk rekening simpanan sebesar 15,3% dan kredit 8,5 %

  85. Yassa Prawira on said:

    Yassa Prawira 110432426580
    Yudi Hermawan A 110432426581
    offering MM / S1 EKP
    pertemuan – 4

    1. Menurut kami, perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN bisa dikatakan telah mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun sebelumnya, namun untuk negara-negara di ASEAN yang sedang berkembang, financial inclusionnya masih cukup rendah. Hal ini dilihat dari pendapatan perkapita masing-masing Negara di ASEAN dan dengan diadakannya konferensi ASEAN pada tanggal 27-28 Juni 2012untuk membahas peningkatan kesempatan bagi masyarakat luas. Selain itu, perkembangan financial di Negara-negara ASEAN memiliki perbedaan karena minimnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk mengetahui tentang lembaga keuangan di negara berkembang di ASEAN tidak sebanding dengan kemajuan dibidang teknologi terutama akses jaringan perbankan dan akses layanan keuangan pada negara-negara ASEAN yang sudah maju.

    2. Menurut data World Bank Financia 2011, di negara-negara ASEAN sudah hampir 80% masyarakatnya bisa menikmati layanan keuangan. Namun, di Indonesia, pada tahun 2011 hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal. Malaysia memiliki total kepemilikan rekening sebesar 66,2%. Thailand 72,7%, sedangkan Singapura sebesar%. Indonesia menempati peringkat ke-5 dari negara yang belum tersentuh layanan akses financial di Asia dan lebih unggul dibandingkan Kamboja.

    3.Perkembangan financial inclusion di Indonesia terbilang masih rendah meski telah mengalami peningkatan. Sekitar 49% orang dewasa tidak memiliki akses perbankan. Namun, keadaan ini berbanding terbalik dengan sebagian orang Indonesia yang memiliki lebih dari satu rekening, bahkan lebih kendati tak semuanya digunakan. Dengan asumsi tersebut, penetrasi penyimpan dana di bank hanya sekitar 26% dari total populasi Indonesia. Sebagian besar UMKM di indonesia juga berkembang tanpa dukungan dana bank karena bunga bank yang dianggap mencekik masyarakat terutama masyarakat menengah dan kecil.

  86. off MM : amiliyah anggi , leona lurianti on said:

    S1/EKP off MM
    Amiliyah Anggie 110432426571
    Leona Lurianti 110432426560
    1.berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    Saat ini perkembangan pasar dan industri keuangan negara-negara ASEAN masih timpang. Banyak hal yang harus dipersiapkan agar keterbukaan tidak mudarat. Ada tiga langkah yang perlu dikembangkan. Pertama, infrastruktur keuangan, meliputi kelembagaan, pasar, produk-produk keuangan, prinsip-prinsip akuntansi hingga kelengkapan jaring pengaman keuangan. pendalaman pasar keuangan harus menjadi agenda prioritas untuk mengembangkan infrastruktur keuangan di Indonesia. Hingga kini kedalaman pasar keuangan Indonesia masih di bawah Malaysia dan Singapura.
    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    Akses keungan, finansial ekonomi, kebijakan moneter. Sampai saat ini, ada sekitar 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia. Mungkin karena luasnya wilayah Indonesia. di negara lain khususnya di ASEAN, sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Harus memperbanyak lembaga keuangan mikro, apakah koperasi atau BMT, atau KSM, yang sudah dikelola secara moderen dan linkage dengan dunia keuangan secara formal,apakah perbankan maupun non perbankan, sampai ke desa-desaAkses terhadap lembaga keuangan bagi seluruh lapisan warga adalah kunci dalam upaya pengentasan masyarakat miskin. Namun, Hasil Gallup World Poll Survey tentang financial inclusion index yang terbaru menunjukan Indonesia masih sangat jauh tertinggal dari negeri jiran dalam hal aksesabilitas penduduknya terhadap layanan keuangan formal. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.
    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya,
    Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia terus mengalami kemajuan yang signifikan. Berbagai akses pembayaran telah hadir demi menciptakan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat. Tidak hanya nasabah perbankan, masyarakat unbanked pun sudah dapat memanfaatkan layanan pembayaran melalui berbagai akses pembayaran. Kemudahan masyarakat baik perbankan maupun unbanked dalam mengakses dan memanfaatkan layanan jasa keuangan yang didukung oleh berbagai infrastruktur pendukung inilah yang sering disebut Financial Inclusion. Namun saat ini, sekitar 49% penduduk Indonesia atau sekitar 115 juta masyarakat belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Minimnya lembaga keuangan di suatu wilayah dan masih kurangnya kepercayaan masyarakat dalam menggunakan jasa lembaga keuangan bisa dikatakan menjadi alasan yang paling kuat. Padahal dengan mengakses ke lembaga keuangan, dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut dan pertumbuhan ekonomi pun bisa berjalan lebih baik. Bank Indonesia (BI) sebagai regulator keuangan di Indonesia menyampaikan lima produk utama keuangan yang diperlukan masyarakat dalam menghadapi Financial Inclusion, yaitu tabungan, kredit, sistem pembayaran, asuransi kredit, dan produk / jasa keuangan. Untuk mendukung program Financial Inclusion, unsur regulasi, intermediasi, aktivitas edukasi, pemetaan informasi keuangan dan penyediaan saluran distribusi perlu dibangun serta dikedepankan, sehingga masyarakat mampu memperoleh kemudahan akses ke fasilitas keuangan. Sejak program KUR diluncurkan secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 3 Oktober 2007, total penyaluran kredit tersebut hingga Juli 2012 menembus Rp 82,4 triliun. KUR merupakan kredit untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi. KUR dicanangkan pemerintah tetapi permodalan dari perbankan. Keberhasilan KUR tidak terlepas dari kualitas konsep dan skema penjaminan yang diberikan pemerintah hingga 80%. Dengan penjaminan itu, penetrasi KUR jadi lebih cepat karena debitur yang sebelumnya belum bankable tapi bisnisnya feasible bisa mengakses pembiayaan

  87. AdhytMonyet on said:

    Adhytia Muslim Syahputra (110432426565)
    Ardi Meidianto S (110432426582)
    Kuliah jam ke 1-3, Off MM
    1. Berikan analsis tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN!
    Financial Inclusion menurut kami di ASEAN sangatlah menunjang dari segi geografi Negara yang ada di ASEAN, Demi memudahkan pelayanan di tiap Negara, pastilah Negara memiliki kewenangan lebih dalam partisipasinya untuk melakukan fungsi Intermediasi dan kemudian di realisasikan financial inclusion tersebut. Mayoritas Negara ASEAN yang di katakana Negara sedang berkembang merupakan hambatan tersendiri karena mungkin salah satunya belum adanya penguasaan teknologi dan sumberdaya dalam akses pelayanan perbankan sehingga kembali lagi Perbankan juga secara aktif harus terus mendorong dan mengajak masyarakat luas untuk gemar menabung sebagai sebuah budaya, yakni Budaya Menabung. dalam rangka mendukung suksesnya program financial inclusion ini, maka ke depannya pelaku perbankan perlu menambah dan memperluas jumlah kantor cabang baik dalam bentuk fisik gedung dan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) maupun dalam bentuk non fisik berupa electronic channels. Penyediaan ATM atau e-banking hanya salah satu inovasi sistem perbankan tanpa pendirian kantor cabang guna memberi kemudahan kepada para nasabah. Dibandingkan dengan negara-negara jiran Thailand dan Malaysia serta negara berkembang lainnya, seperti Meksiko, Kenya, Indonesia sudah jauh ketinggalan. Strategi financial inclusion banking Indonesia hanya menyumbang kurang 30% dari PDB, sedangkan negara jiran lebih dari 100%. Mengingat popularitas dan pesatnya perkembangan strategi financial inclusion yang sampai dibahas dalam Konperensi ASEAN dan G20 di Meksiko baru-baru ini, maka strategi ini jelas bakal membawa angin perubahan bagi pengembangan perbankan nasional baik dalam struktur organisasi, menajemen, penetapan serta penempatan anggaran operasional, pemasaran dan khususnya peningkatan mutu pelayanan.
    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut!
    Dalam keanggotaan negara-negara ASEAN, tingkat literasi keuangan di negara-negara maju juga lebih menonjol dibandingkan negara-negara sedang berkembang. Sebagai salah satu negara anggota ASEAN, akses jasa keuangan masyarakat di Indonesia masih berkisar 20%. Hal ini menunjukkan betapa masih besarnya warga masyarakat Indonesia (sekitar 80%) yang tidak atau belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Kondisi tersebut memberikan makna penting, bahwa pemerintah dan regulator keuangan bersama dengan seluruh pelaku industri keuangan seyogyanya memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat yang tergolong ke dalam “unbanked society” melalui pendekatan financial inclusion. Pertama, aspek rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sebesar 36,41%. Kedua, aspek rasio kredit diberikan terhadap PDB yang sebesar 27,49%. Dengan demikian, sebenarnya ruang untuk meningkatkan rasio DPK dan kredit terhadap PDB sangat terbuka dengan menggunakan pendekatan financial inclusion yang secara langsung menyentuh kepada target sasaran.
    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. Berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya!
    Perkembangan financial inclusion di Indonesia membawa perubahan besar bagi kegiatan perbankan di Indonesia, financial inclusion tersebut sangatlah bermanfaat dan penting bagi kinerja perbankan itu sendiri, perbaikan kondisi social rakyat maupun pertumbuhan ekonomi nasional. sehingga Indonesia harus lebih berfokus lagi dalam perubahan bagi pengembangan perbankan nasional baik dalam struktur organisasi, menajemen, penetapan serta penempatan anggaran operasional, pemasaran dan khususnya peningkatan mutu pelayanan.

    persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%. Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.

  88. off MM : Emil Yulia (110432426578) ,Ajeng fiandika on said:

    Definisi dari financial inclusion adalah kemampuan individu untuk mengakses produk dan jasa keuangan . Perkembangan financial inclusion di Indonesia masih tergolong rendah, sebab masyarakat yang bertempat tinggal di pelosok belum mengenal adanya suatu bank. Selain itu keberadaannya lembaga keuangan hanya berpusat pada daerah yang sudah berkembang dan infrastruktur untuk masuk pada daerah terpencil kurang memadai. Pada dasarnya masyarakat di daerah pelosok justru lebih memilih menyimpan uangnya sendiri karena mereka merasa kesusahan saat ingin menyimpan uangnya di bank.Masyarakat di pelosok masih kurang mengerti tentang fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh bank .Sehingga bank kekurangan nasabah. Hal ini juga disebabkan karena masih banyak bank yang letaknya jauh dari pelosok-pelosok. Sehingga masrayakat pun enggan untuk menyimpan uangnya di bank .Tetapi financial inclusion di Indonesia sedikit meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya, peningkatan financial inclusion ini dapat dicapai melalui pembiayaan mikro kepada masyarakat kelas bawah.
    Indikator financial inclusion di Indonesia diantaranya dapat dilihat dari penghimpunan dan pengalokasian dana dalam lembaga keuangan. Berdasarkan survei yang dilakukan dengan responden 4.095 rumah tangga pada tahun 2011, hanya 19,56% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank. Artinya sekitar 80% rumah tangga belum mengakses pinjaman ke bank. Data LPS menjelaskan jumlah rekening tabungan per April 2012 mencapai 95,80 juta belum menggambarkan secara riil penetrasi tabungan. Sebab kenyataanya banyak orang yang memiliki lebih dari satu rekening dan tidak semua aktif digunakan. Dengan asumsi satu orang memiliki 1,5 rekening, hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di bank. Dengan asumsi itu penetrasi penyimpanan dana di bank pun hanya 26% dari total populasi Indonesia.

    • ajeng viandika on said:

      maaf pak itu nama Ajeng Viandika NIM 110432426575

      • VANDA MUSTIKA NINGRUM dan SEVI TISTIA RESTI on said:

        VANDA MUSTIKA NINGRUM (110432426554)
        SEVI TISTIA RESTI (110432426574)
        OFF. MM – S1 EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
        RABU 1-3
        PERTEMUAN 4

        Analisis perkembangan perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
        Financial Inclussion di ASEAN sudah mengalami perkembangan yang cukup baik, dengan dibuktikan sejumlah negara kawasan regional dapat melakukan pertukaran informasi dan melakukan implementasi pengelolaan keuangan dengan baik. Dengan berkembangnya financial inclusion di negara ASEAN diharapkan banyak masyarakat yang bisa mengakses lembaga keuangan bank maupun non bank, sehingga kemakmuran serta kemiskinan pun dapat berkurang. Konferensi financial inclusion akan membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui upaya pemberdayaan UKM. Financial inclusion juga salah satu kunci untuk memikat lebih banyak pelanggan untuk menggunakan jasa keuangan di negara dimana tingkat penetrasi perbankan tetap rendah.
        Contoh salah satu Negara ASEAN adalah Singapura yang memiliki tingkat financial inclussion yang baik karena Singapura sendiri mendapat banyak bantuan dari Pemerintahan Inggris.
        Data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
        a.Hampir 80% masyarakat ASEAN dapat menikmati layanan keuangan dan hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di tahun 2011.
        b.Efisiensi perbankan nasional Indonesia (BOPO 83 %) masih berada di bawah Filipina (69 %), Thailand (54 %), Singapura (51 %), dan Malaysia (50 %).
        c.Pasar Indonesia sangat potensial, tercermin dari rasio kredit per PDB yang relatif rendah dibandingkan negara ASEAN lain. Hal tersebut ditinjau dari dua aspek, pertama, aspek rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sebesar 36,41%. Kedua, aspek rasio kredit diberikan terhadap PDB yang sebesar 27,49%. Dengan demikian, sebenarnya ruang untuk meningkatkan rasio DPK dan kredit terhadap PDB sangat terbuka dengan menggunakan pendekatan financial inclusion yang secara langsung menyentuh kepada target sasaran.
        d.Kekuatan modal dan aset, posisi perbankan Indonesia di ASEAN tampaknya satu kelompok dengan bank-bank di Thailand, tetapi relatif tertinggal dibandingkan Malaysia dan Singapura.
        e.Keinginan masyarakat Indonesia menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia 39%.
        Perkembangan financial inclusion di Indonesia dengan angka-angka penunjangnya:
        Perkembangan financial inclusion di Indonesia mengalami perkembangan, meskipun tidak sebaik dengan negara-negara tetangga di wilayah ASEAN. Hal tersebut ditunjukkan dengan akses keuangan ke bank mengalami sedikit peningkatan, yaitu dari 18,21% di th 2010 menjadi 19,58% pada th 2011. Selain itu, banyak orang menggunakan rekening bank dengan optimal. Contohnya, satu orang memilki 1-5 rekening dan hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening dibank. Sehingga, penetrasi penyimpanan dana dibank pun hanya 26% dari total populasi.

      • VANDA MUSTIKA NINGRUM dan SEVI TISTIA RESTI on said:

        VANDA MUSTIKA NINGRUM (110432426554)
        SEVI TISTIA RESTI (110432426574)
        OFF. MM – S1 EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
        RABU 1-3

        PERTEMUAN 4

        Analisis perkembangan perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
        Financial Inclussion di ASEAN sudah mengalami perkembangan yang cukup baik, dengan dibuktikan sejumlah negara kawasan regional dapat melakukan pertukaran informasi dan melakukan implementasi pengelolaan keuangan dengan baik. Dengan berkembangnya financial inclusion di negara ASEAN diharapkan banyak masyarakat yang bisa mengakses lembaga keuangan bank maupun non bank, sehingga kemakmuran serta kemiskinan pun dapat berkurang. Konferensi financial inclusion akan membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui upaya pemberdayaan UKM. Financial inclusion juga salah satu kunci untuk memikat lebih banyak pelanggan untuk menggunakan jasa keuangan di negara dimana tingkat penetrasi perbankan tetap rendah.
        Contoh salah satu Negara ASEAN adalah Singapura yang memiliki tingkat financial inclussion yang baik karena Singapura sendiri mendapat banyak bantuan dari Pemerintahan Inggris.
        Data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
        a.Hampir 80% masyarakat ASEAN dapat menikmati layanan keuangan dan hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di tahun 2011.
        b.Efisiensi perbankan nasional Indonesia (BOPO 83 %) masih berada di bawah Filipina (69 %), Thailand (54 %), Singapura (51 %), dan Malaysia (50 %).
        c.Pasar Indonesia sangat potensial, tercermin dari rasio kredit per PDB yang relatif rendah dibandingkan negara ASEAN lain. Hal tersebut ditinjau dari dua aspek, pertama, aspek rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sebesar 36,41%. Kedua, aspek rasio kredit diberikan terhadap PDB yang sebesar 27,49%. Dengan demikian, sebenarnya ruang untuk meningkatkan rasio DPK dan kredit terhadap PDB sangat terbuka dengan menggunakan pendekatan financial inclusion yang secara langsung menyentuh kepada target sasaran.
        d.Kekuatan modal dan aset, posisi perbankan Indonesia di ASEAN tampaknya satu kelompok dengan bank-bank di Thailand, tetapi relatif tertinggal dibandingkan Malaysia dan Singapura.
        e.Keinginan masyarakat Indonesia menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia 39%.
        Perkembangan financial inclusion di Indonesia dengan angka-angka penunjangnya:
        Perkembangan financial inclusion di Indonesia mengalami perkembangan, meskipun tidak sebaik dengan negara-negara tetangga di wilayah ASEAN. Hal tersebut ditunjukkan dengan akses keuangan ke bank mengalami sedikit peningkatan, yaitu dari 18,21% di th 2010 menjadi 19,58% pada th 2011. Selain itu, banyak orang menggunakan rekening bank dengan optimal. Contohnya, satu orang memilki 1-5 rekening dan hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening dibank. Sehingga, penetrasi penyimpanan dana dibank pun hanya 26% dari total populasi.

  89. Teguh T M on said:

    Nama Kelompok : Teguh Tri Mahardian (110432426563)
    Mohammad Baihaki (110432426566)
    Off / Jurusan : MM / S1 Ekonomi Pembangunan
    Hari / Tanggal : Rabu / 19 September 2012(pertemuan keempat)

    1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclusion di Negara-negara ASEAN.?
    Menurut kelompok kami, perkembangan Financial Inclussion di negara-negara maju ASEAN sudah mengalami peningkatan,tetapi di Negara-negara ASEAN yang sedang berkembang masih cukup rendah, hal ini bisa dilihat dari pendapatan perkapita dari masing-masing Negara dan beberapa Negara yang ada di daerah tersebut yang masih membutuhkan penjamaan akses-akses lembaga keuangan. Tercatat kepemilikan rekening di negara-negara maju (yaitu Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD) yang saat ini berada rata-rata di atas 50% terhadap jumlah penduduknya berbanding terbalik dengan di negara-negara sedang berkembang (yaitu Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur) yang berkisar rata-rata 30%.
    Lebih jauh, besarnya persentase kepemilikan rekening di negara-negara maju (Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD) tersebut berbanding lurus dengan tingkat pendapatan per kapita (GDP per kapita) yang rata-rata di atas US$ 20 ribu. Semakin tinggi GDP per kapita, semakin tinggi pula persentase kepemilikan rekening di lembaga keuangan formal. Sebaliknya, semakin rendah GDP per kapita di negara-negara sedang berkembang (Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur), maka tingkat persentase kepemilikan rekening semakin rendah atau sedikit.
    Kondisi seperti itu menunjukkan tingkat literasi keuangan di negara-negara maju lebih tinggi dibandingkan di negara-negara sedang berkembang. Untuk itu kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, melainkan harus segera diseimbangkan secara proporsional dengan cara mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat di emerging countries melalui program financial inclusion. Dengan demikian, hal itu juga memberikan indikasi bahwa potensi pengembangan industri keuangan di negara-negara sedang berkembang akan terus terjadi di masa-masa yang akan datang.
    Dalam perkembangannya hingga kini, dengan terpuruknya perekonomian negara-negara maju (advance countries), telah mendorong aliran modal ke negara-negara sedang berkembang (emerging economies) karena kawasan ini justru mengalami pertumbuhan yang baik sehingga masuk kategori kawasan yang bertumbuh dengan kuat. Hal ini memberikan peluang yang besar bagi negara-negara sedang berkembang tersebut untuk terus memberdayakan masyarakatnya dalam berbagai kegiatan berbasis keuangan melalui penyediaan akses ke lembaga keuangan yang seluas-luasnya. Salah satu langkah untuk mewujudkan pemerataan financial inclusion Negara ASEAN mengadakan The 1st ASEAN Conference on Financial Inclusion berlangsung selama dua hari, yakni pada dari 27-28 Juni 2012. Dalam konferensi ini, hadir para pembicara dari berbagai institusi dan lembaga yang berhubungan dengan keuangan dan perekonomian, baik institusi dalam negeri, regional maupun global. Acara ini merupakan konferensi tingkat ASEAN yang dilaksanakan untuk membahas peningkatan kesempatan bagi masyarakat luas untuk mendapatkan akses keuangan.

    2. Tunjukan data-data tentang perkembangan financial inclusion di Negara-negara ASEAN tersebut.?
    Di Negara ASEAN, Financial inclusion Indonesia bisa dikatakan masih rendah, hanya 54% orang Indonesia yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Efisiensi perbankan nasional kita (BOPO 83 %) masih berada di bawah Filipina (69 %), Thailand (54 %), Singapura (51 %), dan Malaysia (50 %). Namun, pasar Indonesia masih sangat potensial, tecermin dari rasio kredit per PDB yang relatif rendah dibandingkan negara ASEAN lain. Disimak dari kekuatan modal dan aset, posisi perbankan Indonesia di ASEAN tampaknya satu kelompok dengan bank-bank di Thailand, tetapi relatif tertinggal dibandingkan Malaysia dan Singapura. Keinginan masyarakat Indonesia menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia 39%. Bahkan dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. Indonesia menempati peringkat ke-5 dari negara yang belum tersentuh layanan akses financial di Asia. Sebanyak 49% populasi Indonesia belum tersentuh akses keuangan, kalah dengan Malaysia yang hanya 35% (menurut data World Bank Financia 2011).

    Berdasarkan laporan Lembaga Penjamin Simpanan hingga Desember 2011 total simpanan masyarakat di 120 perbankan nasional sebesar Rp 2.787 triliun, dengan komposisi kepemilikan dana sebesar 56,4% di rekening perorangan atau sektor rumah tangga.
    Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.
    Di antara perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), posisi Indonesia boleh dikatakan yang terendah ditinjau dari dua aspek. Pertama, aspek rasio outstanding dana pihak ketiga (DPK) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebesar 36,41%. Kedua, aspek rasio kredit diberikan terhadap PDB yang sebesar 27,49%. Ini bisa kita ketahui dengan membandingan beberapa contoh dari Negara tetangga misalnya rasio Malaysia dan Singapura masing-masing sudah mencapai 105,5% dan 280,9%.

    3. Untuk Indoneisa bagaimana perkembangan financial inclusionnya, berikan komentar disertai angka-angka penunjangnya.!
    Indonesia saat ini masih dalam tahap proses peningkatan financial inclusion, yakni kemampuan masyarakat dalam mengakses produk dan jasa keuangan, khususnya tabungan dan kredit.
    Dibandingkan negara-negara lain, saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah rumah tangga terbanyak yang belum memperoleh akses layanan perbankan. Di Jerman, hanya 6% rumah tangga yang belum memiliki akses, Amerika Serikat 10%, India 50%, dan Brasil 55%. Sedangkan Indonesia tercatat mencapai 62%. Selain itu, 60-70% UMKM di republic ini juga belum memiliki akses terhadap perbankan. Padahal, hampir 53 juta masyarakat miskin bekerja di sektor UMKM dan 99% pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM.
    Lebih menyedihkan lagi, berdasarkan survei Bank Dunia 2010, sekitar empat perlima penduduk Indonesia tidak memiliki uang untuk ditabung. Sejauh ini, strategi yang ditempuh pemerintah dan Bank Indonesia dalam mendorong financial inclusion di antaranya meliputi dukungan penuh kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lewat kredit mikro, membantu masyarakat miskin memiliki tabungan lewat program Keluarga Harapan, dan mendorong seluruh masyarakat untuk memiliki akses keuangan. Salah satu sukses Indonesia adalah pengucuran kredit usaha rakyat (KUR) yang telah menjangkau enam juta debitor.
    Di Indonesia, inequality boleh dibilang sangat besar. Sekitar 49% orang dewasa tidak memiliki akses perbankan. Penetrasi perbankan masih kecil. Dana pihak ketiga baru 36% dari PDB, sedangkan kredit baru 27% dari PDB. Sebagian besar UMKM berkembang tanpa dukungan dana bank. Dari Rp 2.830 triliun dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan, sekitar 41% berasal dari 49.500 rekening dengan simpanan di atas Rp 5 miliar dan jika dibedah lebih jauh, rekening itu hanya dimiliki oleh sekitar 15.000 orang kaya. Sekitar 97,4% rekening dengan simpanan Rp 100 juta ke bawah hanya memiliki dana 16,5% dari dana pihak ketiga. Sekitar 68% dana pihak ketiga berasal dari 0,64% rekening dengan simpanan Rp 500 juta ke atas. LPS tidak menyediakan data lebih perinci. Kemungkinan besar, 80% rekening hanya berisi dana kurang dari Rp 10 juta. Inilah kesenjangan riil simpanan di perbankan nasional.
    Untuk asuransi, akses masyarakat lebih rendah lagi. Lebih dari 70% penduduk Indonesia tidak memiliki polis asuransi jiwa. Mereka bahkan tidak memiliki jaminan hari tua dan kematian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja, mereka masih susah. Pengeluaran Rp 8.000 per hari yang menjadi batas garis kemiskinan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum.

  90. Ringganing Shintia Novia on said:

    Ringganing Shintia Novia (110432426579)
    Alfinda Yana Afrista (110432426553)
    OFF. MM – S1 EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
    RABU 1-3

    PERTEMUAN 4

    1. berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    Financial Inclusion di negara-negara ASEAN memiliki perkembangan yang baik. hal ini didapatkan dari fakta bahwa beberapa negara regional telah melakukan implementasi tata kelola keuangan dengan baik. berkembangnya Financial Inclusion di negara-negara ASEAN dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatnya kesejahteraan seiring mudah dan gencarnya masyarakat di negara-negara ASEAN mengakses lembaga keuangan baik bank atau non bank. sebagai contoh, Keinginan masyarakat Indonesia menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia 39%. data tersebut menunjukan perbandingan dari masing-masing negara mengenai akses Financial Inclusion.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    Perkembangan financial inclussion di beberapa negara ASEAN telah mengalami kemajuan yang sangat pesat seperti pada thailand dan malaysia yang persentase financial inclussionnya di atas 80% bahkan malaysia 100% untuk PDB. Namun, disamping itu masih ada negara-negara ASEAN lainnya yang belum mampu mencapai persentase tersebut seperti Indonesia ,Kamboja,Vietnam ,dll.Namun implementasi ASEAN Framework on EED (AFEED) mencatat perkembangan yang cukup baik, ditandai dengan pelaksanaan Konferensi ASEAN Pertama mengenai Financial Inclusion yang telah diadakan pada 27-28 Juni 2012 di Jakarta, Indonesia. Konferensi financial inclusion akan membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui upaya pemberdayaan UKM. Para Menteri juga sepakat agar Senior Economic Officials Meeting (SEOM) dapat segera merampungkan program kerja pelaksanaan AFEED

    3. Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar disertai dengan angka-angka penunjangnya,..
    P erkembangan financial inclusion di Indonesia belum bisa dikatakan tinggi, hal ini dibuktikan dengan hanya 54% akses layanan keuangan di Indonesia. angka ini jauh lebih rendah daripada Malaysia yang akses layanan keuangannya mencapai 80%. Dibandingkan negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. Ini menandakan bahwa antusiasme masyarakat untuk mengakses lembaga keuangan tidak besar, terbukti masih kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia. masyarakat Indonesia masih belum banyak yang mengetahuii tentang lembaga keuangan hanya masyarakat perkotaan yang sebagian besar telah mengenal lembaga keuangan dan sebagian kecil di daerah pedesaan. Namun pemerintah sudah mulai menerapkan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan financial inclusion seperti penyediaan fasilitas intermediasi untuk menjembatani kelompok masyarakat unbanked dan perbankan.

  91. Ria Prastyo on said:

    Edwin N Almashuri (110432426588)
    Ria Prastyo (110432426558)
    Jam Kuliah 1-3. Offering MM
    Prodi Ekonomi dan Study Pembangunan

    Tugas Pertemuan ke-4, Rabu, 26 September 2012

    Di Negara-negara ASEAN pelaksanaan financial inclusion belum dapat dilaksanakan secara merata. Beberapa Negara sudah mencapai persentase financial inclusion yang cukup tinggi yaitu 80 % atau lebih seperti Thailand ,Singapore dan Malaysia. Sedangkan beberapa Negara ASEAN lain belum dapat mencapai kondisi financial inclusion seperti yang diharapkan. Dalam upaya pemerataan financial inclusion di Negara-negara ASEAN telah dilaksanakan The 1st ASEAN Conference on Financial Inclusion yang dihadiri oleh seluruh wakil dari masing-masing Negara. Financial Inclusion diharapkan dapat membantu percepatan pengembangan dan pencapaian pembangunan ekonomi yang merata (equitable economic development) di antara negara-negara ASEAN. Konferensi tersebut nantinya diharapkan dapat disepakati komitmen dan langkah-langkah strategis, untuk meningkatkan efektivitas program financial inclusion di masing-masing negara.

    Kondisi financial inclusion di Negara-negara ASEAN saat ini sudah mulai menunjukkan perkembangan yang baik. Secara umum Negara-negara di ASEAN sudah hampir 80% masyarakatnya memiliki akses dan layanan keuangan. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di masing-masing Negara di ASEAN tidak sama baiknya. Thailand, Singapore, dan Malaysia merupakan contoh negara yang termasuk sukses dalam menggalakan financial inclusion. Partisipasi atau keinginan masyarakat untuk menabung di sektor perbankan ketiga Negara tersebut termasuk yang tertinggi di ASEAN. Sedangkan di Indonesia keinginan masyarakat untuk menabung di sektor perbankan masih kecil sekali bila di bandingkan dengan negara tetangga. Negara Singapura sudah 100 %, Malaysia 85 % dan Indonesia hanya 39%. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja.

    Perkembangan financial inclusion di Indonesia saat ini masih kurang dapat bersaing dengan Negara-negara di ASEAN. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia masih kalah jauh dari Malaysia dan Thailand. Dari seluruh Negara ASEAN Indonesia hanya unggul dari Kamboja. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di tahun 2011. Berdasarkan Survei Bank Indonesia (BI) bahwa persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%.Tetapi walaupun demikian Indonesia masih terus mengupayakan pelaksanaan financial inclusion guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lembaga keuangan. Hal ini dibuktikan dengan komitmen dari Bank Indonesia yang membuat MoU bersama beberapa kementerian dan lembaga pemerintah. Selain itu terdapatnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang semakin meluas juga membuktikan langkah konkrit yang ditempuh pemerintah dalam menciptakan financial inclusion yang tinggi di Indonesia . Keberadaan BPR merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah untuk mencapai financial inclusion.

  92. Tutus Wulandari on said:

    TUTUS WULANDARI (110432426536)
    LINDA MEISARI YAHYA (110432426540)
    S1 Ekonomi dan Stusi Pembangunan
    PERTEMUAN KE 4

    1.berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    Perkembangan financial inclusion di negara – negara ASEAN dapat dikatakan berhasil dan berkembangan pesat. Namun perkembangan pesat financial inclusion hanya dirasakan oleh negara-negara ASEAN yang sudah maju contohnya : Singapura, Korea, Jepang, dll. Karena di negara mereka lembaga keuangan menjadi pusat utama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dalam masyarakatnya dalam hal memenuhi kebutuhan dan menunjang kesejahteraan. Financial inclusion menyebar luas di negara maju sehingga masyarakat luasnya mampu menjangkau dan terlibat dengan financial inclusion. Beda lagi dengan negara yang berkembang di wilayah ASEAN, di negara berkembang kita ambil contoh saja Indonesia. Di Indonesia financial inclusionya masi strata rendah, namun dapat berkembang tapi berkembangnya tidak langsung pesat melainkan dengan kemajuan sedikit demi sedikit namun masi tergalong tingkat rendah karena tidak mampu memaksimalkan masyarakatnya untuk mengenal lembaga keuangan. Hal ini dipengaruhi oleh hambatan –hambatan masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara itu sendiri.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara – negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia (5,2 %), Thailand (4,5 %), Filipina (5,0 %) dan Singapura (4,4 %). Indonesia sendiri menargetkan pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 – 6,9 %. Demikian disampaikan Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo, saat Rapat Paripurna dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR Senayan.

    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya,..
    Perkembangan financial inclusion di Indonesia hampir setiap tahun mengalami peningkatan namun peningkatanya masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain. Perkembangan financial inclusion di Indonesia sangat sulit dikembangkan karena banyak hambatan-hambatan yang terjadi dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Bank Indonesia juga mamiliki data yang menggambarkan masih rendahnya tingkat financial inclusion di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh responden 4.095 rumah tangga pada tahun 2011, hanya 19,58% yang mempunyai akses terhadap pinjaman bank atau berinteraksi dengan bank. Artinya, sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman ke bank atau masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menjangkau lembaga keuangan. Mungkin hal ini diakibatkan oleh permasalahan yang hampir sebagian penduduk Indonesia menghadapinya yaitu karna faktor kemiskinan.

  93. Tutus Wulandari on said:

    TUTUS WULANDARI (110432426536)
    LINDA MEISARI YAHYA (110432426540)
    OFFERING L
    S1 Ekonomi dan Stusi Pembangunan
    PERTEMUAN KE 4

    1.berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.
    Perkembangan financial inclusion di negara – negara ASEAN dapat dikatakan berhasil dan berkembangan pesat. Namun perkembangan pesat financial inclusion hanya dirasakan oleh negara-negara ASEAN yang sudah maju contohnya : Singapura, Korea, Jepang, dll. Karena di negara mereka lembaga keuangan menjadi pusat utama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dalam masyarakatnya dalam hal memenuhi kebutuhan dan menunjang kesejahteraan. Financial inclusion menyebar luas di negara maju sehingga masyarakat luasnya mampu menjangkau dan terlibat dengan financial inclusion. Beda lagi dengan negara yang berkembang di wilayah ASEAN, di negara berkembang kita ambil contoh saja Indonesia. Di Indonesia financial inclusionya masi strata rendah, namun dapat berkembang tapi berkembangnya tidak langsung pesat melainkan dengan kemajuan sedikit demi sedikit namun masi tergalong tingkat rendah karena tidak mampu memaksimalkan masyarakatnya untuk mengenal lembaga keuangan. Hal ini dipengaruhi oleh hambatan –hambatan masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara itu sendiri.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.
    Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara – negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia (5,2 %), Thailand (4,5 %), Filipina (5,0 %) dan Singapura (4,4 %). Indonesia sendiri menargetkan pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 – 6,9 %. Demikian disampaikan Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo, saat Rapat Paripurna dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR Senayan.

    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya,..
    Perkembangan financial inclusion di Indonesia hampir setiap tahun mengalami peningkatan namun peningkatanya masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain. Perkembangan financial inclusion di Indonesia sangat sulit dikembangkan karena banyak hambatan-hambatan yang terjadi dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Bank Indonesia juga mamiliki data yang menggambarkan masih rendahnya tingkat financial inclusion di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh responden 4.095 rumah tangga pada tahun 2011, hanya 19,58% yang mempunyai akses terhadap pinjaman bank atau berinteraksi dengan bank. Artinya, sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman ke bank atau masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menjangkau lembaga keuangan. Mungkin hal ini diakibatkan oleh permasalahan yang hampir sebagian penduduk Indonesia menghadapinya yaitu karna faktor kemiskinan.

  94. Gayatri Dyah Kartika on said:

    Gayatri Dyah Kartika (110432426544)
    Septi Dwi W (110432426546)
    Off L / S1 ekonomo dan study pembangunan
    tugas pertemuan ke-4

    1. Perkembangan Financial Inclussion di negara-negara maju ASEAN sudah mengalami peningkatan,tetapi negara ASEAN yang berkembang masih cukup rendah, hal ini bisa dilihat dari pendapatan perkapita masing-masing negara,dan terbukti dengan diadakannya konferensi tingkat ASEAN untuk membahas peningkatan kesempatan bagi masyarakat luas untk mendapatkan akses keuangan yang diadakan tanggal 27-28 Juni 2012. Sementara menurut Deputi Sekretaris Jendral ASEAN Economic Community (AEC), Lim Hong Hin masih banyak masyarakat yang belum memiliki kesempatan untuk memperoleh akses keuangan, untuk itu kerjasama secara regional tingkat ASEAN sangat dibutuhkan. Menkeu Indonesia Agus Martowardjojo pun menyatakan bahwa acara konferensi itu menjadi langkah nyata untuk mewujudkannya. Dengan mengadakan adanya kerjasama ini, membuat setiap negara ASEAN dapat terhindar dengan adanya krisis eropa. Sehingga menggerakkan untuk lembaga keuangan dapat tersalurkan dengan maksimal ke daerah pelosok desa.

    2. 54% orang RI yang mempunyai akses terhadap lembaga keuangan. Perkembangan layanan sektor keuangan Indonesia kalah jauh dari Malaysia, mungkin karena luasnya wilayah Indonesia. Di negara lain khususnya ASEAN sudah hampir 80% masyarakatnya yang bisa menikmati layanan keuangan. Hanya 19,6% dari penduduk berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di 2011. Bahkan dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja. Indonesia menempati peringkat ke-5 dari negara yang belum tersentuh layanan akses financial di Asia. Sebanyak 49% populasi Indonesia belum tersentuh akses keuangan, kalah dengan Malaysia yang hanya 35% (menurut data World Bank Financia 2011).

    3. Financial Indonesia sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, namun menurut Bank Indonesia, Financial Inclusion masih tergolong rendah. Survei pada 4095 rumah tangga pada tahun 2011, hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank, jadi sekitar 80% rumah tangga di Indonesia belum mengakses pinjaman ke bank. Menurut LPS, per April 2012 jumlah rekening tabungan mencapai 95,80 juta belum menggambarkan secara riil penetrasi tabungan. Kenyataanya, banyak orang yang mempunyai lebih dari satu rekening, kendati tak semuanya aktif digunakan. Dengan asumsi satu orang memiliki 1,5 rekening hanya sekitar 64 juta orang yang punya rekening di bank. Dengan asumsi itu, penetrasi penyimpanan dana di bank pun hanya 26% dari total populasi di Indonesia.

  95. Puspita Yogatama RR on said:

    jawabanlgi dari REPLY I dari bapak tentang sosialisasi ..
    Agar tujuan dari Financial Inclusion ini tercapai, maka diperlukan sosialisasi dan edukasi untuk memanfaatkan fitur transaksional bagi pengembangan usaha, sosialisasi berbagai kemungkinan akses ke lembaga keuangan serta kemudahan, keamanan dan kenyamanan bertransaksi. Sementara untuk intermediasi, hal ini menjadi peran penting dari industri perbankan dan Bank Indonesia (BI) dalam mengelola dari sisi regulasi. Diharapkan setiap masyarakat dapat menjadi bagian dari sistem keuangan yang ada di Indonesia
    BI sebagai regulator sejauh ini telah menyiapkan beberapa aturan dalam rangka Financial Inclusion ini. Beberapa aturan tersebut, adalah terbitnya aturan mengenai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), aturan mengenai uang elektronis serta aturan mengenai transfer dana. Sementara itu, produk yang disiapkan oleh BI yang dipastikan diperlukan oleh masyarakat dalam menghadapi financial inclusion adalah tabungan, kredit, sistem pembaaran, asuransi kredit serta produk atau jasa keuangan. Untuk mendukung program ini, BI juga akan mengedepankan unsur regulasi, intermediasi, aktivitas edukasi, pemetaan informasi keuangan dan penyediaan saluran distribusi.

  96. LUKMAN AKBAR on said:

    LUKMAN AKBAR (110432426577
    RACHMAN HIDAYAT (110432426552)
    OFF MM
    PERTEMUAN KE-4

    1. Berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN.

    Menurut kelompok kami Negara-negara di ASEAN saat ini perkembangan financial inclusionnya cukup baik, hal ini ditandai dengan pelaksanaan Konferensi ASEAN Pertama mengenai Financial Inclusion yang telah diadakan pada 27-28 Juni 2012 di Jakarta, Indonesia. Konferensi financial inclusion akan membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui upaya pemberdayaan UKM. Hampir dapat dipastikan dalam waktu relatif singkat PERBANGKAN NASIONAL mau-tak mau akan turut dengan arus negara-negara berkembang lainnya yang tengah giat menerapkan “financial inclusion” yang banyak bermanfaat dan penting bagi kinerja perbankan sendiri, perbaikan kondisi sosial rakyat maupun pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam perkembangannya hingga kini, dengan terpuruknya perekonomian negara-negara maju (advance countries), telah mendorong aliran modal ke negara-negara sedang berkembang (emerging economies) karena kawasan ini justru mengalami pertumbuhan yang baik sehingga masuk kategori kawasan yang bertumbuh dengan kuat.

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut.

    Di Negara Indonesia inisiatif Tabunganku dan RABU (rajin menabung setiap Rabu dengan pengiriman mobil servis ke tempat) pemerintah yang mendorong semua lapisan rakyat, termasuk murid, petani, buruh.. ternyata sudah memberi hasil yang menggembirakan dengan pembukaan 2,5 juta akun dan tabungan mencapai Rp.2,7 triliun sejauh ini dan terus meningkat.
    Namun Malaysia tingkat menabung lebih tinggi dibanding Indonesia. Jumlah rekening simpanan di Malaysia sebanyak 2.063,3 untuk setiap 1.000 orang atau satu orang bisa memiliki dua rekening.

    3. Untuk Indonesia bagamana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya

    Survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%.
    Serta Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berhasil menyalurkan kredit hingga menembus Rp45,45 triliun pada akhir Mei 2012, atau meningkat 22,18% dibandingkan dengan setahun sebelumnya Rp37,2 triliun. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun berhasil menembus Rp40,45 triliun, bertambah 19% dibandingkan dengan setahun yang lalu, dengan peningkatan lebih banyak pada tabungan yang memiliki portofolio Rp12,94 triliun dan sisanya adalah deposito. Kinerja penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan penghimpunan DPK berhasil meningkatkan rasio intermediasi (loan to deposit ratio/LDR) industri menjadi 82,71%.

  97. INEZ KARINA PUTRI
    WIWIN DAMAYANTI (110432426590)
    TUGAS PERTEMUAN-4

    1. Bagi banyak negara di ASEAN, financial inclusion masih menjadi isu sekaligus masalah di wilayah masing-masing. Karena target financial inclusion dalam pendekatan dengan masyarakat masih ada beberapa kendala. Misalnya, Kurangnya pengetahuan masyarakat akan lembaga keuangan, Tingkat Pendidikan masyarakat yang rendah, Kurangnya sosialisasi dan Rendahnya daya jangkau lembaga keuangan terhadap daerah pelosok. Menurut Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN Economic Community (AEC), Lim Hong Hin,Kerjasama secara regional di tingkat ASEAN sangat dibutuhkan untuk membantu kebijakan nasional penanggulangan kemiskinan dan pemerataan pembangunan dalam suatu Negara karena masih banyak masyarakat yang belum memiliki kesempatan untuk memperoleh akses keuangan. negara-negara anggota ASEAN juga sangat berkebutuhan untuk saling bertukar informasi dalam hal financial inclusion. Untuk itu sejumlah bank sentral Negara ASEAN berusaha untuk meningkatkan perluasan akses keuangan kepada masyarakat dengan melakukan deklarasi bersama Negara ASEAN yang dikenal sebagai The 1st ASEAN Conference on Financial Inclusion. Acara ini merupakan konferensi tingkat ASEAN yang dilaksanakan untuk membahas peningkatan kesempatan bagi masyarakat luas untuk mendapatkan akses keuangan. Ada tiga program financial inclusion yang ditawarkan pada forum tersebut, yakni branchless banking, financial identity number dan perluasan edukasi finansial hingga ke tingkat Universitas. Keterlaksanaan program Financial Inclusion ini sudah bisa dilihat dari Negara Singapura yang merupakan Negara yang memiliki askes keuangan yang lebih baik dari Negara lain yang akan memfokuskan pada perlindungan nasabah. Dibandingkan dengan negara-negara jiran Thailand dan Malaysia serta negara berkembang lainnya, seperti Meksiko, Kenya, Indonesia sudah jauh ketinggalan. Strategi financial inclusion banking Indonesia hanya menyumbang kurang 30% dari PDB, sedangkan negara jiran lebih dari 100%. Dari forum yang telah dilaksanakan tersebut digalakkan untuk kedepannya seluruh Negara – Negara di ASEAN juga dapat meningkatkan perluasan akses keuangan kepada masyarakat dengan program financial inclusion.

    2. Destry mengambil data dari Global Financial Inclusion (McKinsey, 2010) dan mengatakan di Asia Tenggara 59% dari populasi belum terjangkau layanan finansial. Di Indonesia 49% dari populasi belum memiliki akses terhadap layanan finansial, ini data World Bank 2010. akses pinjaman rumah tangga ke bank meningkat menjadi 19,58% pada 2011 dibandingkan dengan 2010 yang tercatat hanya 18,21%. Dibandingkan dengan negara-negara Thailand dan Malaysia serta negara berkembang lainnya, seperti Meksiko, Kenya, Indonesia sudah jauh ketinggalan. Strategi financial inclusion banking Indonesia hanya menyumbang kurang 30% dari PDB, sedangkan negara jiran lebih dari 100%.

    3. Financial Inclusion bagi suatu Negara dirasa sangat penting, karena Financial Inclusion merupakan usaha untuk meningkatkan jangkauan keuangan terhadap masyarakat dimana hal tersebut bisa membantu kebijakan nasional penanggulangan kemiskinan dan pemerataan pembangunan dalam suatu Negara. Begitu juga bagi Indonesia, Financial Inclusion sangatlah penting, apalagi Indonesia merupakan Negara berkembang yang sedang menggalakkan usaha pemerataan pembangunan. Financial Inclusion di Indonesia masih belum sepenuhnya terlaksana dengan baik dan merata,terlebih untuk kalangan masyarakat bawah. Bank umum masih kesulitan menyediakan layanan keuangan untuk masyarakat kelas bawah karena masyarakat bawah masih asing dengan lembaga keuangan. Kurangnya sosialisasi dari lembaga keuangan kepada masyarakat umum tentang akses keuangan juga merupakan kendala terlaksananya financial inclusion. Namun satu lembaga keuangan yang tengah menggalakkan Financial Inclusion di Indonesia yakni BPR ( Bank perkreditan rakyat ). Untuk saat ini peran BPR dalam Financial Inclusion di Indonesia sebagai supply side, selain bertujuan untuk membangun struktur perbankan nasional yang kuat, juga sebagai penyedia akses layanan keuangan bagi masyarakat umum yang belum terjangkau bank umum. Keberadan BPR yang umumnya di daerah – daerah kecamatan juga merupakan bagian dari peran utama dalam Financial Inclusion di Indonesia. Saat ini untuk wilayah jawa timur, program Financial Inclusion dikembangkan hampir di seluruh wilayah tersebut, seperti Malang, Tulung Agung, Blitar, dan ponorogo. Financial Inclusion di Indonesia utamanya di daerah – daerah jawa timur berkembang cukup pesat.
    Namun saat ini, sekitar 49% penduduk Indonesia atau sekitar 115 juta masyarakat belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Minimnya lembaga keuangan di suatu wilayah dan masih kurangnya kepercayaan masyarakat dalam menggunakan jasa lembaga keuangan bisa dikatakan menjadi alasan yang paling kuat. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh World Bank, 60% penduduk Indonesia meminjam uang, namun hanya 26% yang meminjam dari bank atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Secara spesifik hanya 17% yang dilayani oleh perbankan, sisanya dilayani oleh lembaga keuangan semi-formal (9%). Selebihnya pinjaman yang didapatkan oleh penduduk Indonesia berasal dari sektor informal (34%), yaitu dari tetangga, teman dan keluarga. Sementara penduduk yang belum terlayani masih juga relatif besar yaitu 40%, dimana 60% dari kelompok ini dinilai tidak layak mendapatkan pinjaman karena tergolong miskin dan sangat miskin. Ada tiga provinsi dengan lebih dari separuh sampel di wilayah tersebut yang memiliki simpanan di Lembaga Keuangan, yakni Sulawesi Selatan 57,14%, Sumatera Barat 57,01%, dan DKI 54,33%.

  98. Puspita Yogatama RR on said:

    maaf pak saya posting ulang .. tadi lupa ga kasih nama kelompok ..
    PUSPITA YOGATAMA RR (110432426542)
    SAVELA ANGGRAENI ( 110432426515)
    OFF L
    answer’s reply 1
    Agar tujuan dari Financial Inclusion ini tercapai, maka diperlukan sosialisasi dan edukasi untuk memanfaatkan fitur transaksional bagi pengembangan usaha, sosialisasi berbagai kemungkinan akses ke lembaga keuangan serta kemudahan, keamanan dan kenyamanan bertransaksi. Sementara untuk intermediasi, hal ini menjadi peran penting dari industri perbankan dan Bank Indonesia (BI) dalam mengelola dari sisi regulasi. Diharapkan setiap masyarakat dapat menjadi bagian dari sistem keuangan yang ada di Indonesia
    BI sebagai regulator sejauh ini telah menyiapkan beberapa aturan dalam rangka Financial Inclusion ini. Beberapa aturan tersebut, adalah terbitnya aturan mengenai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), aturan mengenai uang elektronis serta aturan mengenai transfer dana. Sementara itu, produk yang disiapkan oleh BI yang dipastikan diperlukan oleh masyarakat dalam menghadapi financial inclusion adalah tabungan, kredit, sistem pembaaran, asuransi kredit serta produk atau jasa keuangan. Untuk mendukung program ini, BI juga akan mengedepankan unsur regulasi, intermediasi, aktivitas edukasi, pemetaan informasi keuangan dan penyediaan saluran distribusi.

  99. RATNA P RURING (100431401668) OFF P & RATU TANIA RISCA (110432265532) OFF L
    TUGAS PERTEMUAN 4

    1. Perkembangan financial inclusion di ASEAN scara umum telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. peningkatan angka Financial Inclusion ini memberikan sumbangan yang cukup berpengaruh pada PDB. mengingat pentingnya pemasukan dalam PDB yang diberikan dari financial inclusion, maka pemerintah berupaya untuk terus meningkatkan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Seperti hal nya berbagai kebijakan, upaya peningkatan financial inclusin ini juga mengalami berbagai kendala, diantaranya kendala Financial litery, kurangnya edukasi perbankan, penyaluran kredit ketat, dan sebagainya. penyelenggaraan konfresi financial inclusion diharapkan mampu menekan angka ketudaktahuan masarakat akan lembaga keuangan.

    2.Di Asia Tenggara sendiri 59% dari populasi belum terjangkau layanan keuangan. kendala kendala utama yang dihadapi bervarasi untuk tiap-tiap negara. Di Indonesia 49% dari populasi masyarakat belum memiliki akses terhadap lembaga keuangan. angka ini dinilai cukup memprihatinkan apabila dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain. akses pinjaman rumah tangga ke bank meningkat menjadi 19,58% pada 2011 dibandingkan dengan 2010 yang tercatat hanya 18,21%. Dibandingkan dengan negara-negara Thailand dan Malaysia, Indonesia sudah jauh tertinggal. Strategi financial inclusion banking Indonesia hanya menyumbang kurang 30% dari PDB, sedangkan Malaysia menyumbang lebih dari 100% dalam PDBnya.

    3.Financial inclusion saat ini menjadi isu penting diseluruh dunia, karena memberikan kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan layanan jasa keuangan. Pemerintah Indonesia saat ini sedang menyelesaikan strategi nasional program keuangan inklusif yang akan diluncurkan langsung oleh Presiden. Strategi tersebut diarahkan untuk mewujudkan akses masyarakat seluas-luasnya kepada layanan jasakeuangan. Adanya akses keuanganuntuk semua lapisan masyarakat termasuk kaum miskin tentu akan memberikan kemudahan untuk perbaikan hidupnya. Hal tersebut diharapkan mendorong masyarakat lebih produktif dan berkontribusi positif dalam perekonomian
    sehingga pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional,mengurangi tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan.
    Lima pilar strategi financial inclusion sudah disiapkan yang mencakup i)perluasan kegiatan edukasi keuangandan perlindungan konsumen; ii)peningkatan kelayakan keuangan melalui capacity building;
    iii)penyediaan fasilitasi intermediasi untuk menjembatani kelompok masyarakat unbanked dan perbankan.
    iv) perluasan salurandistribusi produk keuangan melaluiinovasi dan teknologi
    v)penerbitan kebijakan dan ketentuanuntuk mendukung dan mempercepat
    financial inclusion
    .Produk dalam strategi financial inclusion
    itu sendiri mencakup tabungan, kredit/ pembiayaan, sistem pembayaran, asuransi, dan jasa keuangan lain untuk usaha mikro dankecil. Terkait program ini, berbagai institusi keuangan sudah siap menyukseskannya. Bank Indonesia sudah siap menerbitkan sejumlah kebijakan terkait
    financial inclusion, seperti
    1. branchless banking
    yang merupakan kebijakan untuk memperluas jangkauan bank dalam memberikan jasa keuangan
    2. edukasi keuangan yang merupakan kebijakan untuk meningkatkan pelajaran keuangan sehingga masyarakat dapat memanfaatkan produk dan jasa keuangan untukmeningkatkan kesejahteraan hidupnya
    3.kebijakan start-up kredit, yang merupakan upaya untuk
    menciptakan produk dan jasa perbankan yang sesuai dengan kebutuhan pengusaha pemula. Selain itu juga kebijakan
    Financial Identity Number
    (FIN), yang merupakanpenyusunan nomer induk keuanganyang mencakup masyarakat yangsama sekali belum pernahberhubungan dengan bank (strictly unbanked people), masyarakat yang pernah terhubung dengan bank ( partially unbanked ), maupun masyarakat yang sudah terhubung dengan bank (
    fully banked ).Beberapa hal yang perlumendapatkan perhatian supayaprogram
    financial inclusion suksesdiantaranya adalah masalahketimpangan informasi, rendahnya tingkat literacy keuangan, dan desainproduk. Ketimpangan informasi terjadi karena lembaga keuangan tidak bisa membedakan calon nasabah yang berisiko tinggi dan rendah. Termasuk adanya potensi penyimpangan dana oleh nasabah setelah diberikan pendanaan. Hal ini mengakibatkan lembaga keuangan memberikan persyaratan cukup ketat dalam penyediaan dana. Dengan begitu, sering terjadi calon nasabah tidak dapat memperoleh akses pembiayaan karena tidak memenuhi persyaratan administratif. Sementara terkait rendahnya tingkat literacy
    keuangan pada sebagian masyarakat atas produk keuangan, perlu adanya edukasi keuangan yang dilakukan berbagai pihak terkait secara continue.

    Gerakan Indonesia Menabung telah dicanangkan Presiden RI pada Februari 2010. Hal ini mengingat 32 % penduduk Indonesia belum memiliki tabungan. Pada hari Rabu pekan pertama setiap bulan tersebut merupakan hari kunjungan bank-bank ke sekolah dan pasar sebagai pos layanan menabung.

  100. iwan kuswantoro on said:

    IWAN KUSWANTORO (110432426519)
    TARUNO BINARSO (110432426518)
    YOGI ARIF DARMAWAN (110432426537) OFF L. PERTEMUAN KE-4

    1. Berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN?
    Perkembangan financial inclusion di Negara-negara ASEAN masih terbilang cukup rendah. Negara-negara di ASEAN merupakan Negara-negara yang berkembang,ini karena pendapatan perkapita penduduk di Negara-negara tersebut masih rendah. Itu sebabnya financial inclusion di Negara-negara ASEAN rendah. Menurut deputi sekertaris jenderal ASEAN Economic Community (AEC) . LIM Hong Hin,masih banyak masyarakat yang belum memiliki kesempatan untuk memperoleh akses keuangan ,untuk itu kerja sama secara regional di tingkat ASEAN sangat dibutuhkan. Pengetahuan masyarakat tentang financial inclusion juga rendah,serta sosialisasi instansi keuanngan juga minim. Factor kemiskinan dan pendidikan juga mempengaruhi pengetahuan masyarakat di Negara ASEAN. Pemberdayaan UKM sendiri akan membantu meningkatkan financial inclusion di Indonesia,karena dengan memberdayakan UKM masyarakat menengah ke bawah mampu meningkatkan kesejaheraannya. Karena pada dasarnya masyarakat kelas atas yang dapat menggunakan akses keuangan,sehingga harapannya msyarakat menengah ke bawah juhga mampu menggunakan akses keuangan karena lembaga keuangan sangat besar manfaat untuk perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan mengurangi kesenjangan pembangunan dan akan meningkatkan financial inclusion di Indonesia sebagai Negara anggota ASEAN. Hal-hal tersebut mungkin dapat dilaksanakan di negar-negara ASEAN lainnya untuk meningkatkan financial inclusion di ASEAN

    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut?

    Bank Indonesia (BI) melihat industri perbankan Indonesia masih jauh tertinggal dibanding bank-bank negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Filipina. Hal ini terjadi, meski kinerjanya terus membaik.
    Data BI per 31 Desember 2011 menunjukkan, dari segi total aset, modal, dan kredit, urutan pertama dan kedua 20 bank terbesar ASEAN dikuasai bank dari Singapura, urutan ketiga sampai kelima bank dari Malaysia, dan urutan enam sampai delapan bank dari Thailand. Bank asal Indonesia yaitu Bank Mandiri berada di posisi sembilan, sementara BRI di posisi 11, sementara BCA dan BNI di posisi 14 dan 15.

    3.Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya,..

    PENTINGNYA FINANCIAL INCLUSION
    1. Untuk Mencapai setiap Nasabah Sektor Pedesaan: Dengan bantuan gerakan inklusi keuangan, RBI ingin bahwa setiap bank harus mencapai setiap pelanggan di daerah pedesaan.
    2. Mikro kredit selama darurat: Pada saat darurat, bank harus membuka pintu mereka untuk kredit mikro, Hal ini dapat hanya mungkin, jika bank akan menggunakan inklusi keuangan praktis. Jika tidak, bank hanya akan menjadi orang tengah yang satu-satunya tujuannya adalah untuk mendapatkan bunga. Tapi hari ini, dengan inklusi keuangan, dapat menjadi seperti LSM dan dapat bekerja dengan LSM 3,3 jutaan India untuk kemajuan India.
    3. Dana transfer elektronik Tingkat Desa: Sekarang, revolusi mobile memiliki mencapai hingga desa. Dengan gerakan inklusi keuangan, bank harus memulai layanan ATM semua dan e-banking di tingkat desa. Jadi, pemahaman yang lebih baik tentang inklusi keuangan adalah harus.
    TUJUAN INKLUSI KEUANGAN
    Menurut PBB tujuan utama inklusi keuangan adalah sebagai berikut:
    Produk keuangan seperti tabungan, kredit jangka pendek dan sewa, panjang dan anjak piutang, hipotik, asuransi, dana pensiun harus memberikan kepada orang-orang miskin dengan biaya lebih rendah.Putri

    Menurut kelompok kami,dari penjelasan tujuan dan pentingnya financial diatas dapat disimpulkan bahwa akses keuangan sangat penting bagi Negara yang sedang berkembang dengan masyarakat yang pendapatan perkapitanya rendah untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Negara tersebut.peran pemerintah sangatlah penting untuk tercapainya tujuan akan pentingnya financial inclusion tsb.

    Maxima mencatat peran kepemimpinan Indonesia dalam mempromosikan keuangan mikro dan mendorong kesetaraan pertumbuhan. Dia berbicara sangat tinggi dari skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang telah mencapai $ 7400000000 sejak tahun 2007 dan telah disalurkan ke lebih dari 5.560.000 usaha kecil dan menengah. Dia juga memuji Yudhoyono untuk kepemimpinannya dalam mempromosikan inklusi keuangan bagi masyarakat miskin di tingkat lokal tetapi juga di tingkat global.
    Berdasarkan laporan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UKM di Indonesia mencapai 53,2 juta pada tahun 2011, menciptakan 91 juta lapangan kerja. Selama krisis keuangan Asia tahun 1998, ketika kreditor besar banyak gagal, UKM menjabat sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Saat ini, perusahaan tersebut terus berkembang, dengan hanya 2 persen tidak mampu untuk melunasi pinjaman.
    Indonesia selalu menjadi pendukung untuk pembiayaan inklusif dan kredit mikro. Pada bulan September 2010, di Bali, Yudhoyono secara resmi membuka Alliance for Global Policy Forum Inklusi Financial, yang Putri Maxima berkontribusi melalui video conference. Meskipun Indonesia dielu-elukan kebijakan bijaksana, sang putri juga mengatakan Indonesia, seperti banyak negara berkembang, harus berbuat lebih banyak untuk meningkatkan melek finansial. Upaya, katanya, harus mencakup akses terhadap mobile banking, mengingat ketersediaan luas ponsel dan perkembangan pesat dari infrastruktur komunikasi di negara itu. Presiden setuju, tapi satu masalah adalah bahwa banyak orang Indonesia lebih memilih untuk menyimpan uang mereka di rumah, kebiasaan masih dipraktekkan di banyak tempat di seluruh dunia.
    Komentar kelompok, perkembangan financial di Indonesia meningkat karena PDB yang mencapai $845.57 miliar pada tahun 2011 salah satunya disumbang oleh pembiayaan usaha mikro kepada masyarakat kelas bawah . namun tingkat akses keuangan di Indonesia masih rendah. Pemberdayaan UKM di kalangan masyarakat menengah kebawah sangat perlu dilakukan untuk meneken angka kemiskinan dan dapat mensejahterakan mayarakat. Sehingga pendidikan di kalangan masyarakat menengah ke bawah semakin baik dan dapat memberikan informasi dan kemudahan akan akses keuangan yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

    • Dian Bayu P.(110432426528) Angga Nur F.(110432426526) Off :L on said:

      Dian Bayu P.(110432426528)
      Angga Nur F.(110432426526)
      Off :L

      1. Berikan analsisi tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN?
      Menurut saya financial inklussion di negara-negara ASEAN masih rendah karena di kawasan ASEAN kebanyakan negara masih sedang berkembang dan beberapa saja negara yang sudah dapat di katakan maju oleh sebab itu dengan masih banyaknya negara-negara di ASEAN yang masih berkembang maka faktor-faktor yang membuat financial inklussion kurang maju yaitu kurang sosialisasi mengenai financial inklussion, kemiskinan, sarana dan prasrana yang kurang, dll. Tetapi dengan ditandai dengan pelaksanaan Konferensi ASEAN Pertama mengenai Financial Inclusion yang telah diadakan pada 27-28 Juni 2012 di Jakarta, Indonesia. Konferensi financial inclusion akan membantu mempersempit kesenjangan pembangunan melalui upaya pemberdayaan UKM.
      Para Menteri juga sepakat agar Senior Economic Officials Meeting (SEOM) dapat segera merampungkan program kerja pelaksanaan AFEED. Para Menteri juga menyadari pentingnya peranan dan keterlibatan private sector khususnya dalam menentukan strategi kawasan dan melaksanakan langkah-langkah inisiatif dalam mengindentifikasikan masalah-masalah yang dihadapi dalam pembentukan AEC.
      Terkait dengan isu ini, Mendag menekankan pentingnya bagi masing-masing negara ASEAN untuk melakukan sosialisasi terkait AEC 2015 dan manfaatnya bagi pihak swasta sehingga mereka dapat terlibat secara aktif dalam proses realisasi AEC 2015.
      Dalam kesempatan dialog dengan ASEAN Business Advisory Council (ABAC), para Menteri menyampaikan harapannya untuk meningkatkan peranan ABAC dalam menggerakkan keterlibatan pelaku usaha khususnya UKM dalam mendorong tercapainya AEC 2015. Pada pertemuan kali ini, para Menteri juga berbagi opini mengenai perkembangan pemulihan krisis ekonomi global yang terjadi di Eropa (Eurozone) dan Amerika Serikat serta dampaknya terhadap perekonomian ASEAN. Meskipun dampak krisis ekonomi global tersebut tidak terlalu memukul perekonomian ASEAN, para Menteri Ekonomi ASEAN tetap berkomitmen untuk memperkuat sentralitas ASEAN, antara lain dengan mengimplementasikan komitmen AEC Blueprint.
      2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN tersebut?
      Sebenarnya, masalah inklusi keuangan (financial inclusion) tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga di sejumlah negara lain. Tercatat kepemilikan rekening di negara-negara maju (yaitu Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD) yang saat ini berada rata-rata di atas 50% terhadap jumlah penduduknya berbanding terbalik dengan di negara-negara sedang berkembang (yaitu Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur) yang berkisar rata-rata 30%.
      Lebih jauh, besarnya persentase kepemilikan rekening di negara-negara maju (Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD) tersebut berbanding lurus dengan tingkat pendapatan per kapita (GDP per kapita) yang rata-rata di atas US$ 20 ribu. Semakin tinggi GDP per kapita, semakin tinggi pula persentase kepemilikan rekening di lembaga keuangan formal.
      Sebaliknya, semakin rendah GDP per kapita di negara-negara sedang berkembang (Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur), maka tingkat persentase kepemilikan rekening semakin rendah atau sedikit.
      Kondisi seperti itu menunjukkan tingkat literasi keuangan di negara-negara maju lebih tinggi dibandingkan di negara-negara sedang berkembang. Untuk itu kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, melainkan harus segera diseimbangkan secara proporsional dengan cara mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat di emerging countries melalui program financial inclusion.
      Dengan demikian, hal itu juga memberikan indikasi bahwa potensi pengembangan industri keuangan di negara-negara sedang berkembang akan terus terjadi di masa-masa yang akan datang.
      Dalam perkembangannya hingga kini, dengan terpuruknya perekonomian negara-negara maju (advance countries), telah mendorong aliran modal ke negara-negara sedang berkembang (emerging economies) karena kawasan ini justru mengalami pertumbuhan yang baik sehingga masuk kategori kawasan yang bertumbuh dengan kuat.
      Hal ini memberikan peluang yang besar bagi negara-negara sedang berkembang tersebut untuk terus memberdayakan masyarakatnya dalam berbagai kegiatan berbasis keuangan melalui penyediaan akses ke lembaga keuangan yang seluas-luasnya. Pendekatan yang dilakukan ini dikenal dengan istilah “financial inclusion”.
      Dalam keanggotaan negara-negara G20, tingkat literasi keuangan di negara-negara maju juga lebih menonjol dibandingkan negara-negara sedang berkembang. Sebagai salah satu negara anggota G20, akses jasa keuangan masyarakat di Indonesia masih berkisar 20%. Hal ini menunjukkan betapa masih besarnya warga masyarakat Indonesia (sekitar 80%) yang tidak atau belum memiliki akses ke lembaga keuangan.
      Kondisi tersebut memberikan makna penting, bahwa pemerintah dan regulator keuangan bersama dengan seluruh pelaku industri keuangan seyogyanya memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat yang tergolong ke dalam “unbanked society” melalui pendekatan financial inclusion.
      Dari kaca mata industri perbankan, kelompok masyarakat tersebut memiliki potensi dana yang cukup besar untuk dikelola dengan baik sebagai sumber daya keuangan bagi pembangunan ekonomi nasional. Dapat disampaikan pula, di antara perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), posisi Indonesia boleh dikatakan yang terendah ditinjau dari dua aspek.
      3. Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial inclussionnya.. berikan komentar diserai dengan angka-angka penunjangnya
       Survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%.
      Ada tiga provinsi dengan lebih dari separuh sampel di wilayah tersebut yang memiliki simpanan di LKB, yakni Sulawesi Selatan 57,14%, Sumatera Barat 57,01%, dan DKI 54,33%. Meskipun sebagian besar rumahtangga memiliki simpanan di LKB, namun peran LKNV dan NLK di beberapa daerah juga signifikan.
      Secara khusus, jumlah rumah tangga di Provinsi Jawa tengah yang memiliki LKNB cukup tinggi, yaitu 16,17%. Sementara jumlah simpanan di NLK paling tinggi di wilayah Jawa Tengah. Hasil survei juga mengatakan, sebanyak 54,90% rumah tangga Indonesia belum memiliki utang dan lembaga keuangan. Hanya 45,10% rumah tangga yang memiliki akses terhadap pinjaman dan dari jumlah tersebut hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman di bank.
      Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.
      Preferensi sumber pinjaman juga berbeda, di mana masyarakat berpenghasilan rendah lebih banyak meminjam pada NLK, dan masyarakat berpenghasilan sedang dan tinggi lebih banyak meminjam ke bank. Survei BI ini ingin menggambaran bahwa masih banyak orang Indonesia yang belum terjangkau oleh layanan lembaga keuangan formal, utamanya bank.

  101. Reza Setyobudi on said:

    Satyani Prameswara T (110432426504)
    Reza Setyobudi (110432406739)
    Offering K/ S1 Ekonomi dan Studi Pembangunan
    Mata kuliah : BLKBB & BLKB
    Dosen : Imam Mukhlis
    Tugas Tatap Muka Ke- 4
    1. Berikan analisis tentang perkembangan financial inclusion di Negara-negara ASEAN !
    2. Tunjukkan data-data tentang perkembangan Financial Inclussion di Negara ASEAN tersebut !
    3. Untuk Indonesia bagaimana perkembangan financial ? Berikan komentar disertai dengan angka-angka penunjangnya ?

    1. Perkembangan financial inclussion di negara Indonesia masih dikatakan rendah, karena di negara Indonesia sendiri masih baru dan banyak hambatan-hambatan yang mempengaruhi perkembangan financial inclussion itu sendiri. Akan tetapi secara keseluruhan perkembangan financial inclussion di negara-negara ASEAN dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya 50% penduduk di negara-negara ASEAN mempunyai tabungan.
    2. Data-data tentang perkembangan financial inclusion di negara-negara ASEAN:
    Data Bank Dunia akhir tahun 2010 memperlihatkan rasio simpanan terhadap PDB Indonesia hanya sebesar 36,9%. Sementara rasio Malaysia dan Singapura masing-masing sudah mencapai 105,5% dan 280,9%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat financial inclusi di masyarakat tergantung pada pendapatan,pengetahuan masyarakat terhadap lembaga keuangan, jumlah lembaga keuangan,kesadaran masyarakat untuk berperan aktif terhadap peran lembaga keuangan.
    3. Survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini mengungkapkan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank (LKB), lembaga keuangan non-bank (LKNB), dan non-lembaga keuangan (NLK) tercatat sebesar 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan di sana, yakni mencapai 44,23%.
    Ada tiga provinsi dengan lebih dari separuh sampel di wilayah tersebut yang memiliki simpanan di LKB, yakni Sulawesi Selatan 57,14%, Sumatera Barat 57,01%, dan DKI 54,33%. Meskipun sebagian besar rumahtangga memiliki simpanan di LKB, namun peran LKNV dan NLK di beberapa daerah juga signifikan.Secara khusus, jumlah rumah tangga di Provinsi Jawa tengah yang memiliki LKNB cukup tinggi, yaitu 16,17%. Sementara jumlah simpanan di NLK paling tinggi di wilayah Jawa Tengah. Hasil survei juga mengatakan, sebanyak 54,90% rumah tangga Indonesia belum memiliki utang dan lembaga keuangan. Hanya 45,10% rumah tangga yang memiliki akses terhadap pinjaman dan dari jumlah tersebut hanya 19,58% yang memiliki akses terhadap pinjaman di bank.
    Terdapat sedikit peningkat akses keuangan ke bank, dari 18,21% di 2010 menjadi 19,58% pada 2011. Dilihat dari kategori pendapatan, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, umumnya lebih banyak melakukan pinjaman daripada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.Preferensi sumber pinjaman juga berbeda, di mana masyarakat berpenghasilan rendah lebih banyak meminjam pada NLK, dan masyarakat berpenghasilan sedang dan tinggi lebih banyak meminjam ke bank. Survei BI ini ingin menggambaran bahwa masih banyak orang Indonesia yang belum terjangkau oleh layanan lembaga keuangan formal, utamanya bank.
    Sebagaimana hasil survei BI di atas, maka dari penelitian Bank Dunia diketahui akses ke lembaga keuangan di Indonesia untuk semua strata masyarakat diketahui telah mencapai 52% dengan menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 49% menggunakan jasa formal (perbankan) dan 3% menggunakan jasa formal yang lain; sebanyak 31% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 17% tidak atau belum menggunakan jasa keuangan baik keuangan maupun non keuangan (underserved).
    Masih dari penelitian yang sama, untuk kategori/kelompok keluarga miskin juga menemukan fenomena yang menarik, yaitu: sebanyak 21% telah menggunakan jasa formal terdiri dari sebanyak 19% jasa perbankan dan 2% jasa formal yang lain; sebanyak 40% menggunakan jasa informal dan semi formal; dan sebanyak 39% tidak atau belum menggunakan jasa lembaga keuangan (underserved).
    Sekali lagi, semua data yang disebutkan tadi menunjukkan bahwa peluang bagi perbankan Indonesia untuk menggarap potensi pasar perbankan nasional yang besar masih sangat terbuka. Untuk itu penyediaan akses yang seluas-luasnya disertai keamanan dan kenyamanan yang baik akan mendorong minat masyarakat berhubungan dengan perbankan.
    Masih dari penelitian Bank Dunia, dari sejumlah sampel responden, ditemukan fakta menarik sebagai berikut. Pertama, hanya sebanyak 20% dari populasi masyarakat Indonesia telah memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Kedua, sebanyak 8% dari populasi masyarakat Indonesia yang telah memiliki rekening ternyata dipergunakan untuk menerima pembayaran gaji atau upah.
    Ketiga, sebanyak 15% dari populasi masyarakat Indonesia menabung di lembaga keuangan formal dalam satu tahun terakhir. Keempat, sebanyak 9% dari populasi masyarakat Indonesia meminjam/kredit pada lembaga keuangan formal dalam satu tahun terakhir. Dan kelima, sebanyak 42% dari populasi masyarakat Indonesia meminjam atau berhutang dari keluarga atau teman dalam satu tahun terakhir.
    Data di atas menunjukkan masih rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat kepada lembaga keuangan formal, sekaligus menunjukkan besarnya potensi pasar yang bisa digarap oleh lembaga keuangan formal, khususnya perbankan, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit.
    Sementara itu, terkait dengan akses tabungan dan kredit, ditemukan hasil yang menarik, yaitu: pertama, sebanyak 32% dari masyarakat Indonesia tidak terlayani oleh perbankan atau dengan kata lain belum memiliki rekening tabungan. Kedua, sebanyak 40% dari masyarakat Indonesia belum menggunakan jasa layanan pinjaman/kredit.

  102. Inklusi Keuangan
    Kelompok I
    Oleh : LB. Ruth & Maltufullah
    1102706740

    Inklusi keuangan, pada umumnya digunakan dalam istilah perbankan. Inklusi keuangan / financial inclusion dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi disuatu negara. Secara arti sempit, inklusi keuangan itu ialah seberapa besar masyarakat umum dapat terlibat (minimal memiliki akun untuk menabung dibank/lembaga non bank) dalam sektor keuangan . Jadi, seberapa luas masyarakat dapat berpartisipasi dalam BLKBB. Contohnya menabung, meminjam, investasi, menjual, menggadai, serta kegiatan ekonomi lainnya. Dengan teori dasar ini, dapat disimpulkan bahwa semakin besar pendapatan perkapita di suatu daerah ,dapat mempengaruhi inklusi keuangan dan berbanding lurus, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, akan berinvestasi dan menanam uang mereka di bank maupun LNB. Kegiatan ekonomi yang bersiklus ini akan terus menerus berputar dan meningkatkan perputaran kegiatan ekonomi didaerah tertentu.

    Peran lembaga keuangan sejauh ini ditekankan dalam aspek outreach financial service dan depth of financial service. 10 tahun belakangan ini, Bank lembaga non bank mendapat tempat dihati masyarakat karena sistematisnya yang lebih mudah sehingga keadaaan BPR terekspansi dititik-titik industry di Indonesia, dengan menerapkan outreach financial service ketimbang depth of financial of service.

    Permasalahan yang dialami oleh negara kita dalam menangani financial inklusi ialah :
    1. Kekurangan Informasi
    2. Kekurangan teknologi di daerah teknologi
    3. Biaya operasional di daerah pelosok
    4. Tenaga kerja yang kurang skill
    5. SDM yang rendah

  103. off MM : amiliyah anggi 110432426571 , leona lurianti 110432426560 on said:

    Tugas pertemuan ke 3 jam 1-3
    Menurut kami financial inclusion memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian. Perkembangan financial inclusion di Indonesia masih tergolong rendah, karena pembangunan lembaga lembaga keuangan seperti bank di Indonesia ini masih belum merata.
    Lembaga keuangan mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemerintah maupun masyarakat. Peran lembaga keuangan diantaranya adalah sebagai sarana berlangsungnya proses ekonomi.
    Masalah yang di hadapi adalah kurang meratanya pembangunan lembaga keuangan. Lembaga keuangan hanya di utamakan di daerah yang masyarakatnya memiliki pendapatan perkapita tinggi. Sedangkan di daerah pelosok masih belum di jangkau oleh lembaga keuangan. Selain itu masyarakat di daerah pelosok mungkin juga masih belom mengenali lembaga-lembaga keuangan yang sudah di dirikan oleh pemerintah. Upaya yang dapat di lakukan adalah dengan adanya Bank Perkreditan Rakyat yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvoensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.

  104. • Pokok-pokok Pikiran Dalam Financial Inclusion :
    Financial inclusion adalah inklusi keuangan. Yaitu suatu pelayanan jasa perbankan kepada kelompok masyarakat luar. Terutama masyarakat yang berpendapatan rendah. Atau masyarakat yang tinggal di daerah pelosok. Contoh lembaga keuangan Bank yang mampu berperan dalam menggalakkan financial inclusion salah satunya adalah Bank BPR.
    • Permasalahan Dalam Financial Inclusion :
    Salah satu contoh permasalahn dalam financial inclusion adalah sistem keuangan yang masih belum optimal menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama kalangan miskin, hampir miskin dan kelompok rentan lainnya. Pembangunan lembaga keuangan di Indonesia masih kurang merata. Banyak masyarakat di daerah pelosok yang masih tidak mendapatkan pelayanan lembaga keuangan. Pemerintah seharusnya berusaha meratakan pembanguna lembaga keuangan di Indonesia.

  105. novi mega on said:

    nama: Endro Pebi (110432426516)
    Hanif Almachfudah (110432426534)
    Novi Mega Budiwati (110432426535)
    Ekonomi Studi Pembangunan, OFF: L

    ASEAN terdiri dari beberapa negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda. Hampir seluruh negara anggota ASEAN termasuk dalam negara sedang berkembang. Karena negara-negara ASEAN mayoritas negara sedang berkembang, terjadi perkembangan financial inclusion tetapi dalam presentase yang kecil. Hal tersebut dapat dilihat dari pendapatan per kapita tiap negara yang masih rendah. Namun, ada beberapa negara ASEAN yang strategi financial inclusion-nya tinggi yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand yang lebih dari 100% menyumbang dari PDB, itu lenih besar daripada Indonesia yang hanya menyumbang 30% dari PDB.
    Masyarakat Indonesia memiliki tabungan 48% , Malaysia memiliki total kepemilikan rekening sebesar 66,2 persen dari jumlah penduduk di atas 15 tahun atau sebanyak 28,4 juta jiwa. Sementara Thailand 72,7 persen, Filipina, bahkan Singapura sebesar 98,2 persen penduduk di atas 15 tahun telah memiliki rekening.

    Di Indonesia perkembangan Financial Inclusi menurut bank Indonesia masih sangat rendah, hal ini karena survey yang di lakukan bank Indonesia menyebutkan bahwa presentase rumah tangga yang memiliki tabungan baik di bank, lembaga keuangan bukan bank, dan bukan lembaga keuangan tercatat 48%. Bank masih menjadi pilihan rumah angga untuk menyimpan uang, yaitu sebesar 44,23%. Menurut Lembaga Penjamin Sosial (LPS), Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara ASEAN masalah kepemilikan rekening di lembaga formal. Hal ini di tunjukkan dengan jumlah penduduk di atas 15 tahun dari penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 239,9 juta.Kepemilikan rekening di Indonesia hanya 19,6%, untuk rekening simpanan sebesar 15,3% dan kredit 8,5%. Menurut kami kenapa kepemilikan rekening masih sangat tendah karena, bank-bank di Indonesia masih kurang maksimal dalam bersosialisasi kepada masyarakat kelas bawah khususnya, kurangnya cabang-cabang bank di daerah terpencil, kurang efisiennya bank di Indonesia, hal ini karena banyak bank dengan sedikit cabang. Hal ini berbeda dengan bank-bank di luar negeri yang memiliki sedikit bank namun memiliki banyak cabang. Hal inilah yang membuat perkembangan bank di Indonesia kurang merata dan kurang efisien. Kebanyakan lokasi bank maupun cabangnya itu cenderung terkonsentrasi hanya di area-area yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan bisnis di kota-kota besar.

  106. ratna ruring on said:

    pak buat tugas akhir yang makalah kan tiap anggota kelompok bikin 1 makalah dari sub bab yang ada. seandainya buat makalah dengan pokok masalah diluar subbab tapi msih 1 materi apa boleh? soalnya saya mengalami kesulitan mengembangkan subbab saya.

  107. selamat berlibur semua..moga sukses ujiannya…tetap semangat belajar lho walau libur lama……

Leave a reply to Afrieanto s. Cancel reply